JAKARTA (Realita)- Ketua Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung (TUN MA) Hakim Agung Yulius menyebut saat ini lembaganya tengah mendapat kepercayaan yang baik dari masyarakat.
Hal tersebut menyusul beberapa putusan yang kerap diapresiasi sejumlah kalangan mulai dari putusan PK (Peninjauan Kembali) terkait dengan Partai Demokrat, Putusan HUM (Hak Uji Materi) atas PKPU mengenai Caleg eks napi korupsi, hingga putusan kasasi seputar BLBI.
Baca Juga: Tiga Mantan Primkop UPN Diadili Dalam Perkara Dugaan Korupsi, Penasihat Hukum: Dakwaan Kurang Tepat
Atas dasar itu, Yulius berharap lembaganya dapat terus meningkatkan kepercayaan itu melalui putusan yang berkualitas serta memenuhi rasa keadilan masyarakat.
"Terus terang saya tidak rela jika kepercayaan masyarakat yang sudah sangat baik ini dirusak oleh satu atau dua orang oknum. Lebih baik saya tindak terlebih dahulu, daripada jajaran saya ditindak oleh pihak lain," kata Yulius, Jumat (1/12), dalam pernyataannya.
Hal tersebut Yulius sampaikan saat berikan keynote speech pada acara Focus Group Discussion (FGD) Satgas BLBI di Bali, Kamis 29 November 2023.
Yulius kembali mengingatkan hakim peradilan TUN agar mempertimbangkan pengembalian uang negara dalam perkara BLBI. Menurutnya, dana BLBI sebesar 110,45 triliun yang dikemplang obligor/debitur amat besar serta dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
"Saya mendukung penuh aktifitas Satgas BLBI karena ada tujuan penting yang hendak kita capai bersama-sama, yaitu kembalinya uang negara yang dikemplang oleh para debitur/obligor nakal pengemplang dana BLBI untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia," kata Ketua Kamar TUN MA tersebut.
Untuk itu, Yulius meminta hakim Peradilan Tata Usaha Negara sebagai lembaga kontrol yuridis terhadap pemerintah agar memerhatikan beberapa hal.
Baca Juga: Aset Sitaan Milik Tommy Soeharto Rp 2 Triliun, Tak Laku Dilelang
Pertama, katanya, hakim harus melihat dasar kewenangan dalam mengadili suatu perkara. Apakah objek sengketa yang diuji dan diadili merupakan kewenangan absolut Peradilan Tata Usaha Negara? Atas dasar apa objek sengketa itu diterbitkan, atas dasar kewenangan sepihak ataukah atas dasar perjanjian? Konsekuensi dari hal tersebut, jelasnya, sudah dituangkan di dalam rumusan Pleno Kamar Tata Usaha Negara sejak tahun 2012 yang kemudian dituangkan dalam SEMA Nomor 7 Tahun 2012.
Dalam rumusan Pleno tersebut telah disepakati kapan suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dianggap melebur dalam perbuatan hukum perdata. Untuk memastikan suatu KTUN dianggap melebur, jelas Yulius, salah satunya adalah apabila secara faktual KTUN yang disengketakan dan diminta diuji keabsahannya ternyata jangkauan akhirnya dimaksudkan untuk melahirkan suatu perbuatan hukum perdata. Termasuk dalam hal ini ialah KTUN-KTUN yang diterbitkan dalam rangka mempersiapkan atau menyelesaikan suatu perbuatan hukum perdata.
"Saya beri cetak tebal pada frasa “menyelesaikan suatu perbuatan hukum perdata” karena selama ini frasa yang sering mendapat perhatian hanya yang dimaksudkan untuk melahirkan suatu perbuatan hukum perdata, sedangkan frasa “menyelesaikan suatu perbuatan hukum perdata” kurang mendapat perhatian,” jelasnya.
Kedua, dalam dalam menguji prosedur, pengadilan bersifat corrective justice yang artinya putusan peradilan TUN bersifat koreksi administratif.
Baca Juga: Korupsi Emas Antam, Eksi Anggraeni Divonis 7 Tahun Penjara
"Dengan demikian pengadilan tidak boleh mencari-cari kesalahan tergugat, kalaupun ditemukan kesalahan kecil yang tidak bersifat signifikan tidak perlu untuk dilakukan pembatalan terhadap keputusan atau tindakan pemerintah, melainkan cukup dilakukan koreksi administratif saja," tegas Yulius.
Ketiga atau terakhir, lanjut Yulius, di dalam Pleno Kamar Tahun 2017 telah dirumuskan sebuah kaidah hukum bahwa apabila terjadi benturan antara kaidah hukum substantif dengan kaidah hukum formal, maka secara kasuistis dipandang lebih tepat dan adil apabila hakim peradilan TUN mengutamakan keadilan substantif.
"Hal yang terakhir ini sangat penting saya sampaikan karena akhir-akhir ini banyak putusan PTUN dan PT-TUN yang cenderung sangat kaku dan prosedural seolah-olah Hakim PTUN adalah Hakim prosedur," terangnya.
Ketiga hal tersebut, kata Yulius, masih harus ditambah lagi dengan adanya keberpihakan kepada keadilan dan kepentingan masyarakat, bukan sebaliknya kepentingan pribadi bahkan kepentingan pengemplang dana BLBI.kik
Editor : Redaksi