JAKARTA - Krisis seks tengah terjadi di Korea Selatan dan Jepang. Istilah krisis seks mengacu pada turunnya mood pasangan melakukan hubungan seksual dan memiliki anak.
Akibatnya terjadi penurunan angka kelahiran, yang berdampak pada jumlah penduduk di negara tersebut. Berbagai hal melatari kondisi ini, yang ternyata punya kaitan dengan faktor ekonomi.
Baca Juga: Wanita China Didesak Presiden Xi Jinping Menikah dan Hamil
Jepang adalah salah satu negara dengan angka kelahiran terendah di dunia. Mengutip detikcom, jumlah penduduk Jepang adalah 124,49 juta jiwa pada tahun 2022.
Jumlah tersebut turun 556.000 jiwa dibandingkan 2021. Berikut beberapa kemungkinan penyebabnya:
1. Sedikit Peluang Kerja
Menurut CBS News, penyebab krisis seks di Jepang adalah sedikitnya kesempatan memperoleh pekerjaan. Jika ada, jam kerja terlalu panjang yang menyulitkan pasangan berkomunikasi.
Dengan kondisi ini, laki-laki dan perempuan kesulitan mencari nafkah. Apalagi laki-laki kelak menjadi kepala keluarga. Akibatnya generasi muda di Jepang tidak ingin menikah dan punya anak.
2. Ketidakamanan Finansial
Peluang kerja terbatas mengakibatkan masyarakat Jepang mengalami ketidakamanan finansial. Mereka memilih mencukupi kebutuhan ekonominya sendiri, melalui berbagai pekerjaan yang tersedia.
Menurut peneliti kesehatan masyarakat Peter Ueda di Tokyo, laki-laki yang memiliki pekerjaan paruh waktu berisiko empat kali lebih besar tidak berpengalaman secara heteroseksual.
Sedangkan, laki-laki yang nganggur berisiko 8 kali lebih besar mengalam krisis seks daripada yang punya pekerjaan tetap. Mereka memilih memikirkan hidupnya sendiri.
3. Harus Mengurus Keluarga
Menurut Guardian, perempuan Jepang enggan menikah dan punya anak karena tekanan keluarga. Dalam tradisi Jepang, perempuan harus menangani seputar anak dan keluarga usai menikah sehingga harus berhenti bekerja.
Menurut survei oleh National Institute of Population and Social Security Research di tahun 2022, hampir seperlima pria dan sekitar 15% wanita Jepang menyatakan ketidaktertarikannya pada pernikahan.
Bahkan CBS News memberitakan, hampir sepertiga pria dan seperlima perempuan berusia 50-an di Jepang belum pernah menikah. Perempuan khususnya, tidak ingin sendirian menangani anak dan keluarga selepas menikah.
Baca Juga: Angka Kelahiran di China Turun 40 Persen
4. Tidak Jago dalam Asmara
Mengutip Mainichi, alasan sebenarnya penurunan angka kelahiran bukanlah biaya untuk anak. Menurut anggota fraksi Partai Liberal Demokrat, Narishe Ishida, hal ini disebabkan asmara dianggap tabu sebelum menikah.
Resesi Seks di Korea Selatan
Mengutip Associated Press, Korea Selatan hanya mencatat tingkat kesuburan 0,81 di tahun 2021 berdasarkan catatan pemerintah. Padahal idealnya, satu negara harus memiliki tingkat kesuburan 2,1% untuk menjaga populasi.
Hal ini memicu kekhawatiran munculnya dampak buruk pada perekonomian negara. Berikut beberapa kemungkinan penyebab resesi seks di Korea Selatan.
1. Tidak Merasa Wajib Memiliki Keluarga
Banyak anak muda Korea Selatan tidak ingin berkeluarga. Hal ini karena ketidakpastian pekerjaan, perumahan yang mahal, kesenjangan gender, rendahnya tingkat mobilitas sosial, dan besarnya biaya anak-anak.
Baca Juga: Tren di Jepang, Lansia Sengaja Berbuat Kriminal agar Bisa Hidup di Penjara
Pakar kebijakan kependudukan di Institut Kesehatan dan Sosial Korea, Lee So Young mengatakan, orang-orang menganggap Korea Selatan bukanlah tempat yang mudah untuk ditinggali.
Mereka percaya anak-anak tidak bisa memiliki kehidupan yang lebih baik dibandingkan orang tuanya. Sehingga mereka mempertanyakan penyebab harus memiliki anak.
2. Budaya Patriarki
Perempuan di Korea Selatan juga mengeluhkan budaya patriarki yang memaksa mereka melakukan pekerjaan sambil mengasuh anak. Padahal laki-laki tidak melakukan hal ini. Selain itu, mereka juga mengalami diskriminasi di tempat kerja.
Pekerja keuangan di Seoul, Yoo, sudah menikah dan sebenarnya ingin memiliki anak. Namun, dia merasa konsentrasi di tempat kerja akan berkurang jika memiliki bayi.
Sementara menurut suaminya, Jo Jun Hwi, mereka tidak perlu memiliki anak. Dia merasa ingin menikmati hidup setelah bertahun-tahun mencari pekerjaan yang melelahkan.
Ada banyak orang di Korea Selatan yang memilih untuk tidak punya anak bahkan tidak menikah. Negara maju lainnya mempunyai tren seperti ini, namun krisis demografi Korea Selatan jauh lebih buruk.ik
Editor : Redaksi