Pemkot Madiun Sosialisasikan Penyesuaian Tarif Retribusi Kebersihan

MADIUN (Realita) - Tarif retribusi persampahan di Kota Madiun resmi naik. Penyesuaian tersebut sesuai Perda 9/2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Tarif baru mulai disosialisasikan pemkot kepada masyarakat.

‘’Produksi sampah di kota kita kan semakin naik. Tarif baru naik sejak 2011 lalu. Kenaikannya pun tidak begitu besar,’’ kata Wali Kota Madiun, Maidi saat sosialisasi publik terkait penyesuaian tarif persampahan di rumah makan Ayam Goreng Pemuda, Selasa (30/1/2024).

Baca Juga: Gerindra-NasDem Beri Sinyal Dukungan ke Maidi, PKS “Ngambang”

Maidi menjelaskan, kenaikan tarif retribusi persampahan mengikuti regulasi dan perkembangan Kota Madiun. Termasuk menyesuaikan cost atau biaya dalam pengelolaan sampah yang naik dari tahun ke tahun. Sehingga, harus diimbangi dengan retribusi yang diberikan masyarakat.

‘’Kenaikan tarif juga bagian dari edukasi kepada masyarakat. Sehingga, masyarakat akan semakin peduli dengan lingkungan,’’ terangnya.

Orang nomer satu di Kota Pendekar itu menilai, perbandingan antara cost dan pendapatan asli daerah (PAD) dari retribusi sampah cukup jauh. Pemkot tiap tahun harus menggelontorkan anggaran miliaran rupiah dalam pengelolaan sampah. Di samping itu, PAD yang diperoleh hanya Rp 160 juta per tahunnya.

‘’Pengelolaan sampah memang tanggung jawab pemerintah. Tapi, keterlibatan masyarakat juga diperlukan,’’ tuturnya.

Baca Juga: Ruang Satu Kota Madiun, Window Display Dunia

Meski begitu, Maidi tak ingin berpangku tangan. Dia mengaku sudah memiliki skenario dalam pengelolaan sampah. Bahkan, akan menggandeng investor guna mengolah sampah menjadi berkah. ‘’Akan kami optimalkan antara cost dan PAD. Insya Allah ada investor yang akan menyelesaikan ini,’’ sebut Maidi.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Madiun, Feti Indriani Ariyanti mengatakan, nominal kenaikan tarif retribusi persampahan tidak begitu besar. Ada sekitar 25 wajib pajak dari berbagai jenis layanan. Tarif retribusi mulai terkecil Rp 500 per bulan untuk pedagang kaki lima hingga paling besar Rp 180 ribu per bulan untuk pabrik atau industri golongan I.

‘’Penyesuaian tarif baru sejak 2011. Artinya, 12 tahun tidak ada penyesuaian,’’ jelasnya.

Baca Juga: Kota Madiun Pecahkan Rekor MURI Peragaan Busana Kebaya Kartini Terpanjang

Menurut Feti, penyesuaian tarif baru telah melalui serangkaian kajian. Termasuk menyeimbangkan cost pengelolaan sampah yang cukup tinggi. ‘’Sebenarnya tidak seberapa yang kami dapat dari retribusi dibandingkan biaya,’’ ujarnya.

Feti menambahkan, Kota Madiun menghasilkan sampah antara 120 hingga 150 ton per hari dan masuk TPA Winongo. Dia menilai jumlah tersebut harus dikurangi agar tidak menggunung di TPA. ‘’Sejauh ini kami telah berupaya mengurangi produksi sampah dari sumbernya. Karena memang 120 ton per hari terlalu banyak,’’ pungkasnya. adv

Editor : Redaksi

Berita Terbaru