JAKARTA- Awal pemerintahan Prabowo-Gibran menghadapi masalah besar, yakni menggunungnya utang warisan Presiden Jokowi. Tahun depan, utang jatuh tempo mencapai Rp800 triliun. Solusinya pasti utang baru. Gali lubang bikin jurang.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, tahun ini, pemerintah harus siapkan Rp1.100 triliun untuk membayar bunga dan utang jatuh tempo. Bisa dibayangkan jika tahun depan, utang jatuh tempo mencapai Rp800 triliun, belum termasuk bunganya.
Baca Juga: Pemerintahan Jokowi Wariskan Utang Rp 8000 Triliun, Ini Rinciannya
"Namanya revolving artinya pemerintah harus bayar utang yang jatuh tempo kepada kreditur, mereka yang punya surat utang. Harapannya, setelah terima pengembalian utang, mereka borong lagi surat utang baru. Artinya, memang gali lubang tutup lubang," jelas Bhima, Jakarta, Jumat (7/6/2024).
Di tengah tingginya kebutuhan uang untuk membayar utang jatuh tempo pada 2025, kata Bhima, pemerintah Prabowo-Gibran dihadapkan dengan masih rendahnya penerimaan pajak. Ini warisan Jokowi pula.
Baca Juga: Pemkab Gresik Terlilit Utang kepada Kontraktor, Total Ratusan Miliar Rupiah
Pada 2014, lanjutnya, ratio pajak mencapai 10,8 persen, namun pada 2023 anjlok menjadi 10,3 persen. Artinya, rasio pajak malah anjlok 0,5 persen dalam 9 tahun.
"Kalau tahun depan, pemerintahan baru tiba-tiba menggenjot pajak, tentu berat bagi masyarakat. PPN naik 12 persen, dampaknya kepada pertumbuhan ekonomi. Karena daya beli sebagai penopang ekonomi, anjlok. Sulit untuk meraih target pertumbuhan 5,1-5,5 persen," ungkapnya.
Baca Juga: Minta Salinan Kontrak, Rumah Debitur di Lamongan Malah Disita
Di era Jokowi, kata Bhimo, sejumlah komoditas unggulan Indonesia mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan. Istilahnya, Indonesia mengalami 'bonanza' komoditas. Khususnya harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan batu bara yang melonjak tajam.
"Seharusnya, pemerintah menerapkan windfall profit tax kepada perusahaan yang mendapat berkah dari kenaikan harga komoditas itu. Dan, orang super kaya jangan diberikan tax amnesty. Tapi itu kan enggak dilakukan," ungkapnya.ini
Editor : Redaksi