Serikat Pekerja Soroti Pergeseran Filosofi Program JHT

JAKARTA (Realita) - Pandemi Covid-19 yang hampir dua tahun melanda Indonesia telah memberikan dampak yang masif, tak terkecuali terhadap sektor ketenagakerjaan. Hal inilah yang mendasari Komisi IX DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan Kementerian Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) dan perwakilan Serikat Pekerja/Buruh.

RDP tersebut membahas terkait pengawasan klaim Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) terhadap pekerja atau buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di masa pandemi Covid-19.

Baca Juga: Ribuan Pengurus RW di Ponorogo Dijamin BPJS Ketenagakerjaan Tahun Ini

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI & Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri menyatakan, peningkatan angka klaim JHT salah satunya disebabkan oleh banyaknya pekerja yang mengalami PHK.

Selain itu pihaknya mendapati adanya pergeseran filosofi dari program JHT yang seharusnya dinikmati ketika memasuki hari tua atau masa pensiun, namun banyak pekerja yang justru mencairkan saldo JHT setelah PHK.

Hal tersebut juga didasari oleh Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 19 Tahun 2015 yang memungkinkan bagi para pekerja untuk melakukan klaim JHT satu bulan setelah mengalami PHK.

Karena itu, saat ini Kemnaker sedang melakukan revisi terhadap Permenaker tersebut untuk mengembalikan kepada filosofi program JHT yang seharusnya.

“Kami merevisi Permenaker Nomor 19 tersebut, kita kembalikan kepada filosofi JHT, yaitu benar-benar sebagai tabungan di masa tua sebagai amanat yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 dan juga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2015,” imbuh Indah.

Sejalan dengan hal tersebut, Direktur Pelayanan BPJAMSOSTEK Roswita Nilakurnia juga memaparkan data klaim JHT dalam kurun waktu Desember 2020 hingga Agustus 2021, dan dirinya membenarkan bahwa selama masa pandemi terjadi kenaikan jumlah klaim jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Dikemukakan, hingga Agustus 2021 tercatat 1,49 juta kasus JHT dengan penyebab klaim didominasi oleh pengunduran diri dan PHK. Selain itu mayoritas nominal saldo JHT yang diklaim adalah di bawah Rp10 juta dan range umur peserta paling banyak di bawah 30 tahun yang merupakan usia produktif bekerja.

Baca Juga: Bank Jatim - BPJamsostek Bersinergi Dukung Kesejahteraan 12.000 Pekerja Rentan

Sementara itu Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI), Hermanto Achmad, juga menyoroti isu yang sama, dimana saat ini pencairan JHT sangat mudah dan banyak diantara pekerja yang menggunakan modus seolah-olah PHK untuk dapat melakukan klaim. Sehingga, hal ini cenderung tidak sesuai dengan filosofi jaminan sosial yang sejak awal menjadi harapan bagi seluruh pekerja Indonesia untuk memiliki hari tua yang terjamin. 

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Konfederasi Serikat Buruh  Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menambahkan agar mekanisme pencairan JHT dikembalikan ke konsep UU nomor 24 tahun 2011 seperti praktek yang berlaku internasional berupa old saving. 

"Dana yang disimpan di BPJS Ketenagakerjaan itu sebenarnya dana ketahanan untuk pembangunan ekonomi. Ketika Jaminan Hari Tua dirubah maknanya menjadi jaminan hari terjepit karena bisa diambil setelah dipecat, memang menjadi hilang filosofinya. Apakah dikembalikan (aturannya) ke undang-undang sebelumnya, itu mungkin juga masih perlu diskusi untuk lebih lanjut," tutur Elly.

Elly juga menitikberatkan pada manfaat program Jaminan Pensiun (JP) yang masih sangat kecil yaitu Rp300 ribu hingga Rp3,6 juta per bulan. Dirinya pun menyayangkan sejak program tersebut dijalankan sejak tahun 2015 hingga saat ini, belum dilakukan peninjauan kembali terkait besaran iurannya.

Baca Juga: Serikat Pekerja PT Alamraya Kencana Mas Keluhkan Masalah Ketenagakerjaan

Mengakhiri pernyataannya, Elly berharap peninjauan dapat dilakukan setiap 3 tahun sekali sesuai ketentuan agar manfaat yang diterima peserta maksimal. 

Sementara itu Kepala BPJAMSOSTEK Madura, Vinca Meitasari, menambahkan, sejak Pandemi Covid-19 angka klaim JHT di Kantor BPJAMSOSTEK Madura terus meningkat tajam. Dan yang mengajukan klaim JHT tersebut tidak hanya usia tua, tapi juga banyak yang masih usia produktif.

Disebutkan, dari Januari sampai September 2021, klaim JHT yang telah dibayarkan BPJAMSOSTEK Madura sebanyak 10.127 kasus dengan nominal sebesar Rp 134,34 miliar. Menurutnya, tingginya angka klaim JHT ini merupakan dampak regulasi yang membuka peluang pencairan karena PHK atau resign.

Jumlah klaim JHT tersebut jauh di atas manfaat program lainnya. Untuk Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), BPJAMSOSTEK Madura telah membayarkan 71 kasus dengan nominal Rp 0,87 miliar, Jaminan Kematian (JKM) sebanyak 266 kasus sejumlah Rp 11,79 miliar, dan Jaminan Pensiun (JP) untuk 176 peserta sebesar Rp 1,18 miliar. gan

Editor : Redaksi

Berita Terbaru