Ini Bukti Roestiawati untuk Buktikan Dalilnya Dalam Gugatan Gono-gini

SURABAYA (Realita) - Setelah mengajukan permohonan sita marital kepada majelis hakim. Kuasa hukum Roestiawati Wiryo Pranoto juga ajukan daftar bukti dalil penggugat. Itu diajukan pada sidang Gugatan Harta Gono Gini di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (27/10/2021).

Dr.B.Hartono SH., SE.,SE.Ak.,MH.,CA.,kuasa hukum Roestiawati Wiryo Pranoto memaparkan alasan dan penjelasan dari masing-masing bukti surat atas perkara nomor : 650/ Pdt.G/2021/ PN.Sby ini.

Baca Juga: Pengunjung Sidang di Pengadilan Negeri Surabaya Menyumpah Saksi, Ini Tanggapan Hakim

Adapun bukti surat yang penggugat ajukan pada hari ini, lanjut Hartono, pertama fotocopy Kutipan Akta Perkawinan Nomor : 1872/WNI/2000, diterbitkan Kantor Catatan Sipil Kota Surabaya tanggal 27 Nopember tahun 2000.

"Dengan adanya bukti ini, maka jelas sudah, bahwa sebelumnya antara Roestiawati Wiryo Pranoto selaku penggugat dan Wahyu Djajadi Kuari sebagai tergugat, telah terjadi perkawinan tanggal 25 Nopember 2000," ungkap Hartono, mengutip isi daftar bukti surat yang diajukan kepada majelis hakim.

Perkawinan antara Roestiawati Wiryo Pranoto dan Wahyu Djajadi Kuari tanggal 25 Nopember 2000 itu, sambung Hartono, telah dicatatkan dan atau didaftarkan pada Kantor Catatan Sipil Kota Surabaya tanggal 27 Nopember tahun 2000.

"Jelas sudah, dengan adanya bukti surat berupa fotocopy Kutipan Akta Perkawinan Nomor : 1872/WNI/2000, diterbitkan Kantor Catatan Sipil Kota Surabaya tanggal 27 Nopember tahun 2000 ini, membuktikan bahwa ikatan perkawinan antara penggugat dan tergugat adalah sah secara hukum dan telah diakui negara," jelas Hartono.

Kedua, bukti surat berupa fotocopy foto-foto teman penggugat yang bernama Soewanto, setelah dipukul tergugat sekitar April 2016.

"Atas pengajuan gugatan yang dimohonkan Roestiawati Wiryo Pranoto tanggal 13 April 2016, Wahyu Djajadi Kuari merasa keberatan dan sengaja mencari-cari kesalahan Roestiawati, yaitu dengan menuduh Roestiawati memiliki hubungan khusus dengan temannya yang bernama Soewanto, sampai akhirnya Wahyu Djajadi Kuari mengajak teman dan saudaranya untuk memukuli teman Roestiawati yang bernama Soewanto," kata Hartono, mengutip isi daftar bukti yang dimohonkan penggugat melalui kuasa hukumnya.

Dalam penjelasan daftar bukti surat yang disusun dan ditanda tangani tim penasehat hukum Roestiawari Wiryo Pranoto tersebut juga dijelaskan, antara Soewanto dan Wahyu Djajadi Kuari sempat terjadi perkelahian.

Jika melihat bukti surat berupa fotocopy foto-foto Soewanto setelah dipukul Wahyu Djajadi Kuari sekitar April 2016, tim penasehat hukum Roestiawati Wiryo Pranoto berpendapat bahwa Wahyu Djajadi Kuari adalah pribadi yang kasar dan arogan.

"Akibat pemukulan yang dilakukan tergugat waktu itu, menyebabkan teman penggugat mengalami pendarahan dan kerusakan di bagian wajah. Hal ini menyebabkan penggugat merasa takut kepada tergugat," papar Hartono, mengutip isi penjelasan di dalam daftar bukti surat.

Bukti surat selanjutnya yang diajukan ke majelis hakim adalah fotocopy Laporan Polisi tergugat kepada Soewanto dengan Nomor: LP/348/V/JATIM/RESTABES SBY/SEK.TBSR.

Perkelahian antara tergugat dengan Soewanto, mengakibatkan keduanya mengalami luka-luka. Atas keadaan tersebut, tergugat melaporkan Soewanto ke polisi. Berdasarkan Laporan Polisi nomor : LP/348/V/JATIM/RESTABES SBY/SEK.TBSR.

Berdasarkan bukti surat yang diajukan Roestiawati Wiryo Pranoto melalui penasehat hukumnya itu juga dijelaskan tentang adanya fotocopy Akta Perjanjian Perdamaian Nomor 008 tanggal 08 Juni 2016.

Setelah adanya perkelahian antara Wahyu Djajadi Kuari dengan Soewanto, yang dipicu adanya gugatan perceraian yang dimohonkan Roestiawati sebagai penggugat kepada Wahyu Djajadi Kuari sebagai tergugat kemudian berujung pada laporan polisi yang dilakukan Wahyu Djajadi Kuari kepada Soewanto dan Laporan Polisi yang diajukan Soewanto kepada Wahyu Djajadi Kuari, maka Wahyu Djajadi Kuari memanfaatkan keadaan itu untuk memaksa Roestiawati mengadakan perjanjian harta gono-gini yang isinya ditentukan Wahyu Djajadi Kuari sendiri.

"Hal ini membuktikan, adanya itikad buruk Wahyu Djajadi Kuari untuk memanfaatkan keadaan Roestiawati yang mengalami ketakutan, kekhawatiran dan tidak stabil secara kejiwaan, untuk menandatangani Akta Perjanjian Perdamaian. Namun inti dari perjanjian itu adalah mengenai Pembagian Harta Gono-Gini," tandasnya.

Baca Juga: Nipu, Emil Khasuna Diadili

Kuasa hukum Roestiawati juga melampirkan fotocopy Akta Addendum Perjanjian Perdamaian nomor 047 tanggal 24 Juni 2016.

"Setelah ditandatanganinya Akta Perjanjian Perdamaian Nomor 008 tanggal 08 Juni 2016, Roestiawati dipaksa lagi untuk menandatangani Akta Addendum Perjanjian Perdamaian Nomor 047 tanggal 24 Juni 2016," kata Hartono saat membacakan penjelasan dari adanya akta addendum perjanjian perdamaian nomor : 047 tanggal 24 Juni 2016.

Dengan adanya kejadian ini,  membuktikan adanya itikad buruk Wahyu Djajadi Kuari untuk memanfaatkan keadaan penggugat yang mengalami ketakutan, kekhawatiran dan tidak stabil secara kejiwaan untuk menandatangani Akta Perjanjian Perdamaian namun inti dari Perjanjian tersebut adalah mengenai pembagian harta bersama.

Penetapan Pencabutan Perkara nomor : 251/Pdt.G/2013/PN.Sda. Untuk pertama kali, Roestiawati Wiryo Pranoto tanggal 25 Maret 2013 mengajukan gugatan cerai kepada Wahyu Djajadi Kuari, namun dicabut karena adanya pertimbangan anak hasil perkawinan Roestiawati dan Wahyu Djajadi Kuari. 

Adanya bukti penetapan pencabutan perkara nomor : 251/Pdt.G/ 2013/PN.Sda ini membuktikan bahwa pengajuan gugatan yang dilakukan Roestiawati, telah dilakukan dua kali. Karena tidak tahan dengan sikap Wahyu Djajadi Kuari yang kasar dan arogan menyebabkan Roestiawati mengajukan gugatan cerai untuk kedua kalinya dan telah diputus bercerai berdasarkan putusan Nomor 319/Pdt.G/2016/ PN.Sby tanggal 19 September 2016.

Bukti selanjutnya yang diajukan Roestiawati Wiryo Pranoto selaku penggugat adalah fotocopy surat pernyataan atas nama Wahyu Djajadi Kuari tanggal 3 Juli 2016.

Setelah tergugat mengancam penggugat akan memenjarakan Soewanto dan mengancam akan mempersulit proses perceraian yang diajukan penggugat jika tidak bersedia menandatangani perjanjian perdamaian.

Surat pernyataan atas nama Wahyu Djajadi Kuari tanggal 3 Juli 2016 ini menurut tim kuasa hukum Roeetiawati membuktikan bahwa, karena penggugat telah menandatangani perjanjian perdamaian,  Wahyu Djajadi Kuari mencabut laporan polisi yang dibuat tergugat untuk teman Roestiawati yang bernama Soewanto.

Baca Juga: PT GBDS Lunasi Utang Kreditur, Hotel Maxone Dharmahusada Tetap Buka

Bukti surat lain yang diajukan Roeetiawati adalah adanya fotocopy Putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Nomor : 319/Pdt.G/2016/ PN.Sby tanggal 19 September 2016.

Meski ada putusan pengadilan tertanggal 19 September 2016 tentang perceraian Roestiawati Wiryo Pranoto dengan Wahyu Djajadi Kuari telah sah, namun perjanjian pembagian harta gono gini telah dibuat tanggal 08 Juni 2016.

Bukti-bukti surat lain yang diajukan Roestiawati Wiryo Pranoto melalui kuasa hukumnya adalah fotocopy Kutipan Akta Perceraian Nomor 3578 CR-04112016-0001 yang dikeluarkan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya tanggal 07 November 2016, foto-foto penggugat dan tergugat, saat menjalankan usahanya yaitu menjual aksesoris handphone, halaman lima dimulai dari pasal 3 di dalam Akta Perjanjian Perdamaian Nomor 008 tanggal 08 Juni 2016 dan fotocopy halaman dua dimulai dari pasal 3 di dalam Akta Addendum Perjanjian Perdamaian Nomor 047 tanggal 24 Juni 2016, Halaman 21 dimulai dari pasal 7 mengenai saat berlakunya perdamaian Akta Perjanjian Perdamaian Nomor 008 tanggal 08 Juni 2016.

Bukti selanjutnya yang diberikan ke majelis hakim adalah Fotocopy Surat Somasi I dari Kantor Hukum Hartono & Rekan tanggal 23 Februari 2021 serta fotocopy Surat Nomor : 02/TAG/III/ 2021 tanggal 05 Maret 2021, perihal balasan terhadap surat somasi I tertanggal 23 Februari 2021 dari TAG & CO Lawyers Kuasa Hukum tergugat.

Somasi yang dikirimkan Roestiawati Wiryo Pranoto melalui kuasa hukumnya untuk Wahyu Djajadi Kuari bukan hanya satu kali. 

Dalam bukti surat yang diajukan tim penasehat hukum Roestiawati disebutkan, setidaknya ada tiga kali somasi untuk Wahyu Djajadi Kuari. 

Somasi II dari Kantor Hukum Hartono & Rekan tanggal 15 Maret 2021, somasi III dari Kantor Hukum Hartono & Rekan tanggal 26 Maret 2021.

Walau Kantor Hukum Hartono dan Rekan telah melayangkan somasi sebanyak tiga kali dan dijawab TAG & CO Lawyers selaku kuasa hukum Wahyu Djajadi Kuari, namun Wahyu Djajadi Kuari pada pokoknya tetap tidak bersedia melaksanakan kewajibannya.ys

Editor : Redaksi

Berita Terbaru