LIRA Sebut ada Dugaan Pungli di SMPN 3 Singosari, Ditepis Komite sampai Adu Argumen

MALANG (Realita)- Ada dugaan pemungutan liar (pungli) di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 3 Singosari, Kabupaten Malang. Hal itu diungkapkan Sub Advokasi Pendidikan dan Hukum Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) DPD Malang Raya, Abdul Munif, Rabu (11/11/2021).

Munif menyebutkan, menurut informasi yang ia peroleh, ada kebutuhan anggaran sebesar Rp 629.150.000, di SMPN 3 Singosari, yang dibebankan kepada wali murid. Kebutuhan tersebut terperinci dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) SMP Negeri 3 Singosari.

Baca Juga: Dugaan Manipulasi Pajak 5 Resto di Kota Malang Bisa Masuk Ranah Pidana

Ia menilai, hal tersebut patut diduga kuat sebagai pungutan liar. Pasalnya, anggaran dengan total sebesar Rp 629.160.000 tersebut dibebankan kepada sebanyak 700 siswa selama 1 tahun. 

"Kalkulasinya, setiap siswa dikenakan Rp 75 ribu setiap bulan, dan diangsur selama satu tahun," ujarnya, Kamis (11/11). 

Lebih lanjut Munif menjelaskan, hal tersebut sebenarnya sudah menjadi sorotan sejak beberapa waktu lalu. Hal itu pun lantas dilanjutkan dalam sebuah audiensi. 

"Sempat adu argumentasi, hingga munculah kesepakatan bahwa pihak sekolah akan membatalkan rencana tersebut. Apalagi jika memenuhi unsur pungutan," katanya. 

Namun pada Senin (8/11/2021) lalu, kata Munif, hal tersebut kembali dibahas. Dan informasi yang ia terima, wali murid diminta untuk menyerahkan surat kesanggupan untuk membayar iuran tersebut. Selain itu wali murid juga diminta melakukan poling, untuk menentukan suara terbanyak, terkait setuju atau tidak setuju tentang rencana tersebut. 

"Andaikan yang setuju lebih banyak, ini sifatnya tetap pungutan. Karena nilai nominalnya ditentukan, temporalnya jelas dan pakai materai bersifat mengikat lagi. Nah versinya sekolah itu sumbangan. Sedangkan sumbangan itu seharusnya tidak mengikat," terang Munif. 

Menurut Munif, berdasarkan Permendikbud nomor 75 tahun 2016 hal itu tidak diperbolehkan. Dirinya menilai bahwa seharusnya, pendidikan dasar wajib yang saat ini sudah dikembangkan dari 9 tahun menjadi 12 tahun, seharusnya sudah dapat diselenggarakan secara gratis. 

Pengakuan wali murid 

Sementara, menurut pengakuan salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya, hal itu sebelumnya juga telah dikoordinasikan dengan pihak sekolah dan Komite. 

"Kalau peruntukannya macam-macam. Pokoknya yang tidak terakomodir melalui BOS (bantuan operasional sekolah). Baik reguler maupun dari daerah," ujarnya. 

Dikatakannya, hal tersebut dimulai pada tahun ajaran 2021 saat ini. Dan jika di suatu bulan belum terbayar, maka sifatnya akan diakumulasi dan dibayarkan pada bulan selanjutnya.

Menurutnya, pembayaran tersebut wajib sifatnya. "Ya wajib (sifatnya), ada surat kesanggupannya," ucapnya. 

Namun ia mengaku, sebenarnya tidak merasa keberatan atas pungutan itu. Hanya saja ia menganggap bahwa hal tersebut adalah hal yang tidak benar. Mengingat SMP Negeri 3 Singosari adalah sekolah negeri. 

"Bukan soal keberatan, inikan sekolah negeri. Kalau sekolah swasta sih tidak masalah. Kalau Rp 75 ribu mungkin kecil, tapi kalau diakumulasi 700 siswa selama 1 tahun kan jadi besar," terangnya. 

Selain itu dirinya mengaku sudah dianjurkan untuk membayarkan biaya sebesar Rp 75 ribu tersebut sejak bulan Juli lalu. Namun karena sekolah diliburkan karena faktor PPKM, maka akan dibayarkan pada bulan ini. 

"Jadi ibaratnya ada tunggakan 5 dikali Rp 75 ribu. Kan sejak bulan Juli lalu katanya," pungkasnya.

Klarifikasi Komite Sekolah SMPN 3 Singosari 

Dugaan adanya pungutan liar di SMP Negeri 3 Singosari tersebut ditepis oleh Ketua Komite SMPN 3 Singosari, Herry Wibowo. Menurutnya, iuran tersebut bersifat sukarela dan tidak mengikat. 

"Itu sifatnya sukarela. Bagi yang keberatan, misalnya sanggupnya Rp 10 ribu, ya gapapa. Kalau tidak punya uang ya tidak usah membayar dulu, jadi tidak perlu terburu-buru membayar," kata Herry.

Pasalnya, kata Herry, sebelumnya hal tersebut sudah dibahas bersama antara pihak SMP Negeri 3 Singosari dengan pihak Komite Sekolah, yang kemudian dipaparkan kepada pihak wali murid. 

Baca Juga: Berdasar Pergub, SMKN di Lamongan Tentukan Besaran Sumbangan kepada Wali Murid

"Dan ini sifatnya sumbangan, bukan pungutan. Kalau tidak punya (uang) ya tidak usah membayar," ujarnya.

Lebih lanjut Herry menjelaskan, rencana kebutuhan anggaran tersebut diperuntukan untuk beberapa kebutuhan rutin tahunan sekolah. Dan sudah dianggarkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) SMPN 3 Singosari tahun anggaran 2021. 

Dari catatannya, ada sejumlah rencana kegiatan yang memang menjadi agenda rutin yang tidak terakomodir melalui anggaran bantuan operasional sekolah (BOS). Baik BOS Reguler atau BOS Daerah. 

"Ada kegiatan hari besar agama, terus iuran pramuka atau apa itu kan tidak dibiayai BOS. Dan itu program tahunan rutin. Sebenarnya kalau sudah pas (anggarannya) ya tidak. Berhubung ini kurang (anggaran), jadi dipaparkan," jelas Herry.

Sedangkan iuran sebesar Rp 75 ribu itu menurutnya sudah lebih rendah dari iuran di tahun anggaran sebelumnya. Dimana di tahun-tahun sebelumnya mencapai Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu. 

"Sekarang kan kegiatannya banyak yang berkurang. Jadi tinggal Rp 75 ribu. Itu pun tidak wajib," imbuhnya. 

Konsekwensinya, kata Herry, apabila sumbangan yang terkumpul tidak mencapai kebutuhan yang ditetapkan, yakni sebesar Rp 629.150.000, maka pihak sekolah akan mengurangi kegiatan.

"Intinya, pihak sekolah akan memaksimalkan kegiatan dengan berapapun total anggaran yang terkumpul," pungkasnya.

Pendapat Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LIRA Malang Raya

Sementara itu, menurut Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Malang Raya, M. Zuhdy Achmady, hal tersebut masih tetap dapat dibilang sebagai sebuah pungutan. Sebab dalam praktiknya, ada unsur upaya meminta kepada wali murid. 

Menurutnya, bukan hanya dari sisi nominal yang sudah ditentukan dan berapa kali harus membayar. 

Baca Juga: Pemkot Surabaya Bersama UNAIR Terjunkan Mahasiswa ke 153 Kelurahan Tuntaskan Stunting

"Itu kan sudah ada upaya meminta, itu sudah ada unsur pungutan. Sudah jelas ada surat kesanggupannya. Jadi hemat saya, hal itu jadi upaya menyamarkan pungutan saja," ujar pria yang akrab disapa Didik ini. 

Menurut Didik, hal tersebut merupakan modus dan akal-akalan pihak sekolah untuk memuluskan upaya dalam melakukan pungutan kepada wali murid. 

Dan dikemas hingga seakan-akan sudah ada kesepakatan dari wali murid. 

"Itu hanya akal-akalan saja, yang dikemas seakan-akan sudah ada kesepakatan dari wali murid," ucapnya. 

Lebih lanjut kata Didik, kalau memang benar itu sumbangan, tidak perlu mengumpulkan wali siswa dengan membawa materai, lalu disuruh menandatangani surat pernyataan kesanggupan. 

"Ini kan konyol. Kalau memang sumbangan sukarela, cukup bikin pengumuman lisan atau tertulis bahwa sekolah punya hajat ini dan itu, bebaskan mereka. Jika ada yang menyerahkan sumbangan ya diterima. Itu lebih elegan," terang Didik.

Dirinya menyebut bahwa pungutan yang ada di sekolah sudah jelas menabrak UUD 1945 pasal 31. Yang menyebutkan bahwa setiap Warga Negara Indonesia (WNI) berhak mendapatkan pendidikan gratis. Selain itu, warga negara juga wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. 

Selain itu, kata Didik, berdasarkan Permendikbud Nomor 75, Tahun 2016 tentang komite sekolah, juga disebutkan dalam Pasal 10 (2), bahwa  dalam penggalangan dana, komite sekolah hanya menerima sumbangan dari wali murid secara sukarela  bukan pungutan.

"Kami tetap menganggap bahwa itu pungutan, karena tidak ada landasan hukumnya. Seharusnya pihak sekolah membuat permohonan kepada Bupati melalui Kepala Dinas Pendidikan agar diberikan rekomendasi untuk melakukan pungutan terhadap wali siswa sehubungan kebutuhan mendesak yang tidak dapat dibiayai dana BOS," katanya. 

"Jika ada surat dari Bupati silakan menggalang dana dari wali siswa, itu yang dimaksud landasan hukum. Jika tidak, maka hal tersebut dapat dikategorikan pungutan liar. Alibi apapun yang dibuat oleh komite sekolah kami tetap menganggap itu pungutan  bukan sumbangan sukarela," pungkas Didik.mad

Editor : Redaksi

Berita Terbaru