Kejagung Periksa Risk Analyst Soal Dugaan Korupsi LPEI

JAKARTA (Realita) - Tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) kembali menelusuri dugaan korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) tahun 2013-2019, kali ini penyidik memeriksa seorang Risk Analyst dengan inisial TS. 

“Saksi yang diperiksa yaitu TS selaku Risk Analyst LPEI, diperiksa terkait pemberian fasilitas pembiayaan pada LPEI,” kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung di Jakarta, Selasa  (4 Januari 2022).

Baca Juga: Kasus Korupsi Jalur Kereta Rp 1,3 Triliun, 6 Orang Jadi Tersangka

Leo menyampaikan, penyidik memeriksa TS sebagai saksi untuk kepentingan penyidikan mengenai kasus dugaan korupsi Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013-2019 yang dia dengar, lihat, dan alami sendiri.

“Guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional oleh LPEI,” katanya.

Dalam kasus ini, Kejagung awalnya menetapkan 7 orang tersangka karena muak atas ulah mereka dalam proses penyidikan kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor nasional pada LPEI Tahun 2013–2019.

“Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejagung menetapkan 7 orang saksi menjadi tersangka atas tindak pidana menghalang-halangi penyidikan atau tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar,” ujarnya.

Ketujuh tersangkanya, yakni:

1. IS, Mantan Direktur Pelaksana UKM dan Asuransi Penjaminan LPEI tahun 2016–2018.

2. NH, mantan Kepala Departemen Analisa Risiko Bisnis II LPEI tahun 2017–2018.

3. EM, mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Makassar LPEI tahun 2019–2020.

4. CRGS, mantan Relationship Manager Division Unit Bisnis Tahun 2015-2020 pada LPEI Kanwil Surakarta.

5. AA, Deputi Bisnis LPEI Kanwil Surakarta tahun 2016–2018.

6. ML, mantan Kepala Departemen Bisnis UKMK LPEI, dan

7. RAR pegawai Manajer Risiko PT BUS Indonesia.

Baca Juga: Kejagung Disebut jadi Tumpuan Harapan di Tengah Problem Integritas Penegak Hukum

“Ketujuh tersangka tersebut telah dikeluarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Leo, telah dikeluarkan surat penetapan tersangka terhadap mereka pada 2 November 2001. “Untuk melengkapi Surat Perintah Penyidikan dan Surat Penetapan Tersangka akan kami sampaikan dalam rilis lengkap,” ujarnya.

Leo yang menyampaikan konferensi pers secara virtual dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, menjelaskan, pada Senin (29/11/2021), Tim Jaksa Penyidik Pidsus Kejagung memanggil 10 orang saksi untuk menjalani pemeriksaan dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ekspor nasional pada LPEI tahun 2013-2019.

“Tujuh di antaranya adalah saksi yang 2 kali berturut-turut dipanggil namun tidak hadir,” ungkapnya.

Tim Jaksa Penyidik Pidsus memanggil saksi-saksi di atas secara patut mereka mangkir pemeriksaan dan meminta agar dalam pemanggilan tersebut dicantumkan siapa tersangka, pasal yang disangkakan dalam berita acara pemeriksaan saksi, serta sudah ada perhitungan kerugian negara dengan angka yang pasti.

Akibatnya, lanjut Leo, Tim Jaksa Penyidik Pidsus Kejagung tidak dapat meminta keterangan apa pun terhadap ke-7 orang saksi tersebut terkait pokok perkara dugaan tindak pidana korupsi pembiayaan ekspor nasional pada LPEI.

Menurut Leo, ke-7 tersangka juga telah beberapa kali menolak memberikan keterangan sebagai saksi dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga menyulitkan penanganan dan penyelesaian penyidikan perkara tersebut yang masih ditangani oleh Tim Jaksa Penyidik Pidsus P3TPK pada Direkorat Jampidsus.

Baca Juga: Inilah Sederet Prestasi Jaksa Agung di Tengah Kabar Hoaks Hubungan Gelap

“Sebagaimana diketahui, keterangan para saksi tersebut dibutuhkan untuk membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangka pada peyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam LPEI,” ujarnya.

Menurut Leo, oleh karena para saksi ini dianggap telah mempersulit penyidikan atau menghalang-halangi peyidikan, mereka disangka melanggar Pasal 21 atau Pasal 22 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, penyidik langsung menahan ke-7 orang tersebut selama 20 hari ke depan untuk mempercepat proses penyidikan kasus yang membelitnya.

“Penahanan sejak hari ini, tanggal 2 November 2001 sampai dengan 21 November 2001. Untuk ke-7 tersangka dilakukan penahaan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Cipinang,” katanya.

Selanjutnya, Kejagung menetapkan advokat DWW sebagai tersangka. Penetapan tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-48/F.2/Fd.2/11/2021 tanggal 30 November 2021 dan Surat Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: TAP-46/F.2/Fd.2/11/2021 tanggal 30 November 2021.

Adapun peran tersangka DWW dalam kasus ini, lanjut Leo, yakni selaku advokat atau penasehat hukum atau konsultan hukum yang bertindak atas nama pemberi kuasa 7 orang saksi telah memengaruhi dan mengajari 7 orang saksi tersebut untuk menolak memberikan keterangan sebagai saksi dengan alasan yang tidak dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ulah tersebut, kata Leo, menyulitkan penanganan dan penyelesaian penyidikan perkara dugaan Tipikor dalam Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional oleh LPEI yang masih ditangani oleh Tim Penyidik Satgassus P3TPK pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus. hrd

Editor : Redaksi

Berita Terbaru