SURABAYA (Realita) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkap, setidaknya ada 3 potensi permasalahan dalam kebijakan importasi garam yang dapat mengarah pada penguasaan pasokan garam oleh importir tertentu. Karena itu, KPPU minta Pemerintah mewajibkan importir untuk menyerahkan data penggunaan garam impor.
Hal tersebut disampaikan anggota KPPU Yudi Hidayat, Rabu (28/4/2021). Menurutnya, hal tersebut untuk memastikan bahwa garam impor untuk keperluan industri, dan mencegah masuknya garam industri di pasar garam rakyat.
Baca Juga: Terlambat Notifikasi Akuisisi Saham, PT Bundamedik Dijatuhi Denda Rp5 Miliar
Sebagaimana informasi yang didapat, Pemerintah telah memutuskan kenaikan impor garam industri menjadi 3 juta ton dari proyeksi 4,6 juta ton kebutuhan.
Yudi mengatakan, importasi garam memang tidak dapat dihindari, karena kualitas produksi garam rakyat belum mampu memenuhi kualitas kebutuhan industri.
Namun masalahnya, impor garam industri ini dilaksanakan di tengah masih tersedianya stok garam nasional dalam jumlah yang signifikan, yakni di atas 1 juta ton.
Sementara kebijakan baru dikeluarkan saat ini, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, khususnya pasal 291 yang mengatur bahwa importir garam harus memprioritaskan penyerapan garam hasil produksi petambak yang tersedia di gudang garam nasional dan/atau gudang garam rakyat untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Saat ini impor garam untuk keperluan industri menggunakan model kuota per importir. Ini rentan mengarah kepada penguasaan pasokan garam di pasar oleh pelaku usaha yang terbatas. Kebijakan ini dapat mendorong supernormal profit melalui penjualan garam industri ke garam konsumsi seiring dengan perbedaan harga yang tinggi diantara keduanya.
KPPU mencatat setidaknya ada tiga potensi permasalahan dalam kebijakan importasi garam. Pertama, adanya potensi garam industri dari impor yang tidak terpakai masuk ke pasar garam konsumsi, sebagai akibat kesalahan dalam mengestimasi kebutuhan impor.
Sebagai informasi, kebutuhan garam nasional tahunan saat ini berada di sekitar 4,6 juta ton, dengan hampir 84% atau 3,9 juta ton diantaranya berasal dari kebutuhan garam industri. Hanya sekitar 7% untuk kebutuhan rumah tangga. Stok garam lokal sekitar 1,3 juta ton.
Analisis Pemerintah terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi dan sektor industri pengolahan tahun 2021 menunjukkan estimasi 2,49-3,01, masih berada di bawah level pertumbuhan 2019, yakni sebesar 3,8. Sehingga kemungkinan sektor yang paling banyak membutuhkan garam industri (CAP dan aneka pangan) juga mengalami pertumbuhan kebutuhan di bawah tahun 2019.
Baca Juga: Pengambilalihan Saham Semen Grobogan oleh PT Indocement Timbul Perkara
Sehingga pula, bila kebutuhan impor garam sektor 2,5 juta ton (2019) dengan pertumbuhan sektor pengolahan 3,8, maka kebutuhan impor garam industri di 2021 tidak akan mencapai 3 juta ton. Dengan demikian kebutuhan garam industri tahun 2021 tidak sebesar tahun 2019, dan berpotensi overestimasi.
Permasalahan kedua adalah realisasi importasi yang mungkin tidak tercapai sepenuhnya. Importir melakukan impor dilakukan sesuai alokasi kuota yang ditetapkan Pemerintah untuk kebutuhan internal.
Berdasarkan data, realisasi impor yang dilakukan per April 2021 mencapai 412 ribu ton atau 19,67% dari total rekomendasi dikeluarkan yang mencapai 2,1 juta ton. Apabila dihitung dari alokasi impor sebesar 3 juta, maka realisasi impor per April baru mencapai 13,38 %.
Jika dibandingkan dengan tahun lalu, realisasi impor garam mencapai 1,8 juta ton. Sehingga terdapat potensi impor yang tidak dilaksanakan. Atau dilaksanakan, namun tidak digunakan sebagaimana peruntukan garam industri.
Permasalahan ketiga, lemahnya pengawasan pasca importasi. Saat ini tidak terdapat mekanisme pengawasan terhadap penggunaan garam impor oleh importir. Sehingga, tidak tertutup kemungkinan terdapat sisa stok garam impor yang tidak terpakai oleh industri dan berpotensi masuk ke pasar garam rakyat, apalagi dengan disparitas harga yang tinggi.
Baca Juga: KPPU Ungkap Penjualan LNG di Makassar Hanya Bisa Dari Pertamina
Potensi masuknya kelebihan garam impor ke pasar garam rakyat menjadi semakin besar apabila importir tidak melaporkan penggunaan serta penyaluran garam impor kepada Pemerintah. Potensi tersebut semakin besar apabila importir tidak menggunakan garam tersebut dalam proses produksinya, namun bertindak sebagai importir untuk memenuhi kebutuhan garam untuk industri lain di dalam negeri.
Untuk itu KPPU berpendapat, Pemerintah perlu melakukan pengawasan terhadap industri pengguna garam impor serta importir garam, khususnya dengan mewajibkan penyerahan data penggunaan garam impor kepada Pemerintah.
Juga, melakukan perbaikan mekanisme penujukan importir guna memastikan agar stok garam impor tidak jatuh pada penguasaan kelompok tertentu dalam porsi yang signifikan.
Selain itu, KPPU juga merekomendasikan agar Pemerintah mengutamakan penyerapan stok garam rakyat yang masih ada untuk pasar domestik dan memastikan stok garam impor digunakan sesuai peruntukan rencana awal tahun dan tidak terjadi rembesan ke pasar garam rakyat sesuai amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021.gan
Editor : Redaksi