PONOROGO (Realita)- Banjir yang melanda 6 Kecamatan di Kabupaten Ponorogo, Senin (14/02/2022) kemarin, membuat petani di wilayah ini terancam gagal penen, akibat ratusan hektar tanaman padi terendam banjir.
Dari data, Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT ) Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispertahankan) Ponorogo tercatat, hingga 14 Februrai 2022 kemarin lebih dari 220 hektar tanaman padi terendam banjir.
Baca Juga: Warga Desak Anggota Dewan Hentikan Pembangunan Tambak Garam di Desa Gersik Putih
Ratusan hektar tanaman padi ini tersebar di 6 kecamatan, yakni Kecamatan Ponorogo, Bungkal, Sambit, Sawoo, Sukorejo, dan Kauman.
Petugas POPT Dispertahankan Suwarni mengatakan, 220 hektar tanaman padi yang terendam itu berusia 30 hari hingga 65 hari. Kendati demikian pihaknya masih melakukan pengamatan hingga 4 hari kedepan untuk memastikan ratusan hektar tanaman padi petani ini bisa hidup atau Puso (mati.red).
" Tanaman padi terendam berusai 30 sampai 40 hari di sekitaran Sukorejo. Tapi kalau di wilayah Bungkal dan Sambit itu sudah 60 sampai 65 dan sudah keluar male, ini kemungkinan besar tanaman akan mati," ujarnya, Selasa (15/02/2022).
Baca Juga: Di Tengah Cuaca Ekstrem, Petani Melon di Lamongan Masih Profit
Suwarni mengaku, umumnya tanaman padi berusia 30-40 hari akan tetap hidup walau 2 sampai 3 hari terendam banjir. Sementara untuk tanaman padi berusia 60-65 hari dan sudah keluar male nya, maka akan dipastikan mati walau sehari saja terendam banjir.
" Kalau fase nya masih vegetatif belum keluar male atau berusia 30-40 hari terendam air 2-3 hari masih bisa produksi bisa tumbuh normal. Tapi kalau sudah keluar male terendam sehari pun sudah mati. Karena penyerbukannya terganggu," ungkapnya.
Baca Juga: Menteri KKP Bersama Bupati Sidoarjo Panen Rumput Laut
Kendati ancaman gagal panen dan kerugian ratusan juta bakal dialami petani Ponorogo. Namun Dispertahankan mengaku tidak akan memberikan upaya ganti rugi. Pasalnya, sebelum musim tanam para petani telah dihimbau untuk mengikuti asuransi usaha pertanian. Dengan total klaim ganti rugi Rp 6 juta per hektar.
" Tidak ada, tapi kita upayakan penggantian bibit. Kita sudah upayakan warga untuk ikutan asuransi usaha pertanian untuk mengantasi hal-hal ini .Tapi kebanyakan petani ga mau. Itu sebenarnya dapat ganti rugi sampai Rp 6 juta per hektar. Dengan pembayaran polis Rp 36 ribu per hektar per musim," pungkasnya. znl
Editor : Redaksi