Perang Rusia vs Ukraina, Bikin Ekonomi AS Ngos-ngosan

WASHINGTON- Perang Rusia Ukraina telah memberikan dampak ekonomi besar terhadap Amerika Serikat (AS). Terlebih Negeri Paman Sam telah menjatuhkan sanksi ekonomi seperti larangan impor energi dari Rusia. 

Kenaikan harga di AS terus melonjak sejak Februari 2022 lalu, mendorong tingkat inflasi tahunan naik 7,9 persen. Itu jadi lompatan terbesar sejak 1982 dan naik dari tingkat 7,5 persen yang dilaporkan pada Januari 2022.

Baca Juga: Joe Biden Blokir TikTok, Instagram dan Snapchat Ambil Kesempatan

Alhasil, Presiden AS Joe Biden kini tengah berada di bawah tekanan untuk mengendalikan kenaikan harga, yang telah terbukti lebih kuat dari perkiraan. Bank sentral The Fed juga diperkirakan bakal segera menaikan suku bunga.

Sebab, Bank of England di Inggris pun telah menaikan suku bunga sejak terkena inflasi 5,5 persen per Januari lalu.

Sementara Bank Sentral Eropa mengatakan bakal mengurangi beberapa stimulus era pandemi lebih cepat dari yang diharapkan, sebagai tanggapan terhadap tekanan harga.

"Risiko terhadap prospek ekonomi telah meningkat secara substansial dengan invasi Rusia ke Ukraina dan cenderung ke bawah," kata Presiden ECB Christine Lagarde dikutip dari BBC, Jumat (11/3/2022).

"Perang akan memiliki dampak material pada kegiatan ekonomi dan inflasi melalui energi yang lebih tinggi dan harga komoditas, gangguan perdagangan internasional dan kepercayaan yang lebih lemah," dia memperingatkan.

AS dan bagian lain dunia telah bergulat dengan inflasi yang tinggi selama berbulan-bulan, karena lonjakan permintaan.

Sebagian didorong oleh bantuan pandemi, mengalami kendala pasokan, kekurangan tenaga kerja, dan masalah lainnya.

Perang di Ukraina telah menambah masalah, mendorong lonjakan harga energi global karena Barat dan sekutunya menghindari minyak dari Rusia, yang bertanggung jawab atas sekitar 7 persen dari pasokan global.

Baca Juga: Joe Biden Belum Ucapkan Selamat pada Prabowo

Harga energi di AS melonjak 3,5 persen pada Februari, didorong oleh lompatan 6,6 persen dalam harga bensin. Selama 12 bulan terakhir, indeks energi telah melonjak lebih dari 25 persen, dengan bensin melonjak 38 persen.

Cilegon dalam

Asap mengepul setelah serangan udara Rusia di Mariupol, Ukraina (9/2/2022). Serangan Rusia telah merusak parah sebuah rumah sakit bersalin di kota pelabuhan Mariupol yang terkepung, kata pejabat Ukraina. (AP Photo/Evgeniy Maloletka)

Analis Minyak Kpler Matt Smith memperkirakan, lonjakan biaya energi akan mendorong harga jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan.

"Kami fokus pada jumlah minyak mentah utama itu, tetapi minyak mentah itu digunakan sebagai input untuk menghasilkan segala macam produk," katanya.

 

Baca Juga: Joe Biden Kegirangan Israel Bersedia Gencatan Senjata

Harga bahan makanan di AS melonjak 1,4 persen bulan lalu, didorong oleh kenaikan biaya daging, buah-buahan dan sayuran. Komoditas-komoditas itu naik 8,6 persen secara tahunan, lompatan terbesar sejak 1981.

Analis memperkirakan kenaikan biaya energi dan komoditas lain akibat perang akan mendorong inflasi AS lebih tinggi lagi di Maret 2022, mencapai 8 persen atau lebih.

"Inflasi berlanjut dengan kecepatan yang luar biasa. Akibatnya, konsumen dan pembuat kebijakan tetap dalam keadaan yang sangat tidak nyaman," kata ekonom Wells Fargo, Sarah House.tan

 

Editor : Redaksi

Berita Terbaru