Sapi yang Terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku Wajib Dimusnahkan

SURABAYA– Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai pemerintah pusat perlu menyiapkan dana darurat untuk menyelesaikan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang tengah menyerang ribuan ekor ternak sapi di Gresik, Sidoarjo, Mojokerto dan Lamongan di Jawa Timur (Jatim). Pasalnya penyakit ini sangat mematikan dan bisa menular lewat udara, sehingga penanganannya harus cepat dan tuntas. Apalagi Jawa Timur merupakan provinsi dengan populasi sapi terbanyak sekitar 4,9 juta ekor dari total populasi nasional sekitar 19 juta ekor.

“Kalau melihat respons dari Kementerian Pertanian, sudah bagus. Yang tidak kalah penting saya kira respons dari pemerintah pusat, maksudnya presiden sebagai otoritas tertinggi, terutama dalam masa tanggap darurat,” kata Khudori, Minggu (8/5/2022).

Baca Juga: Pemkot Surabaya Temukan Pengiriman Daging Tanpa Surat Resmi

Khudori mengungkapkan, sebelum wabah PMK di Jawa Timur muncul, Kementan disibukan dengan kasus adanya penyakit benjolan di tubuh sapi yang ditemukan di Riau. Anggaran yang dimiliki Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan untuk menangani kasus ini juga terbatas.

“Ketika ada wabah PMK, saya perkirakan kebutuhan anggarannya jauh lebih besar. Itu pasti tidak cukup kalau hanya mengandalkan anggaran Kementan, jadi harus ada mobilisasi dana darurat yang dikhususkan untuk PMK karena penyakit ini sangat serius. Bila tidak ditangani dengan tepat, ini bisa berdampak ke banyak sektor dan bisa meluas ke wilayah-wilayah lain,” ungkapnya.

Khudori menyampaikan, salah satu langkah yang ditempuh untuk mengatasi wabah PMK ini adalah dengan memusnahkan ribuan sapi yang sudah terjangkit. Agar para peternak mau menyerahkan sapi-sapinya untuk dimusnahkan, harus ada dana ganti rugi yang diberikan.

“Dana ini tentu harus disiapkan, termasuk nanti untuk vaksin. Populasi sapi di Jawa Timur kan sekitar 4,9 juta ekor. Jadi memang Pak Presiden harus turun tangan karena ini penyakit serius,” kata Khudori.

Baca Juga: Pemkot Surabaya Awasi Peredaran Daging Gelonggongan, Dan Bisa Dipenjara 2 Tahun

Diketahui, hasil pengujian laboratorium di pusat veteriner Farma (Pusvetma) Surabaya pada 4 kabupaten di Prov Jatim, yaitu Kab Gresik, Lamongan, Mojokerto dan Sidoarjo, telah terkonfirmasi positif kasus penyakit hewan baru, yaitu foot and mouth disease atau Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Terkait dengan hal tersebut, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menyampaikan bahwa saat ini Jatim tanggap darurat PMK, oleh karenanya ia mengimbau kepada pemkab/pemkot untuk membangun koordinasi secara intensif  dengan lintas sektor.

Hal ini dikatakan saat Rapat koordinasi pengendalian dan penanggulangan PMK di Jatim, yang berlangsung di Gedung Negara Grahadi, Jumat (6/5/2022) sore.

Di saat tanggap darurat, kata Gubernur Khofifah, para bupati hendaknya segera berkoordinasi dengan pusat veterina di masing-masing Kabupaten. Selanjutnya, Pusat Veteriner di provinsi,  agar segera bisa menerbitkan surat laporan dengan dokumen lampiran dari Pusvetma provinsi dan dari kabupaten yang sudah terkonfirmasi ada kasus PMK.

Baca Juga: Waspada Antraks Gunung Kidul, Ponorogo Perketat Sapi Masuk

Dikatakannya, untuk tanggap darurat membutuhkan Standar Operasional Prosedur (SOP)  yang bisa dijadikan panduan, supaya situasi pasar tidak panik. Misalnya, pada dasarnya jenis organ tertentu saja yang tidak bisa dikonsumsi, daging pada dasarnya dengan proses Pengolahan tertentu masih bisa dikonsumsi.  Dalam proses pertimbangan secara ekonomi yang komprehensif, memang khawatir dari produk turunannya, susu misalnya, kemudian bahan baku susu, kemudian nugget dan sebagainya.

Menurutnya, kemungkinan-kemungkinan yang di lapangan harus menyelesaikan secara teknis, terutama dari 4 kabupaten tersebut. Kalaupun kategori wabah, memang terminology yang digunakan KLB.

"Jadi bagi kabupaten dan provinsi tentu regulasinya ini harus berseiring dengan terminologi yang ada di lingkup Kementerian Pertanian. Nanti di dalam regulasi yang akan diterbitkan oleh Kementan itu bisa memberikan penjelasan kepada para kepala daerah yang memang membutuhkan referensi yang tidak multitafsir referensi," terangnya.prs

Editor : Redaksi

Berita Terbaru