Fraksi DPRD Kota Madiun Sampaikan PU Pertanggungjawaban APBD 2021

MADIUN (Realita) - DPRD Kota Madiun menggelar rapat paripurna dengan agenda pemandangan umum fraksi terhadap raperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun 2021, Selasa (17/5/2022). Acara ini menindaklanjuti penyampaian nota keuangan Walikota Madiun pada Selasa (10/5/2022) lalu.

Selain menyampaikan pertanyaan, seluruh fraksi juga mengucapkan selamat kepada Pemkot Madiun atas raihan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI atas laporan keuangan daerah tahun 2021.

Baca Juga: Paripurna DPRD Kabupaten Malang Bahas Pencabutan Perda tentang PT Kigumas

Fraksi PDI Perjuangan dengan juru bicara (jubir) Gandhi Hatmoko mengatakan, tingkat kemiskinan penduduk Kota Madiun tahun 2021 meningkat menjadi 5,09 persen, lebih tinggi dibanding tahun 2020 yaitu sebesar 4,98 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah daerah dalam menekan atau menahan laju kemiskinan belum cukup efektif hasilnya. 

"Oleh sebab itu, yang ingin kami tanyakan adalah langkah konkret apa yang akan dilakukan Pemkot Madiun guna menekan laju kemiskinan di tahun selanjutnya? Mohon penjelasannya," katanya.

Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan kaitan dengan pajak daerah yang bersumber dari pajak parkir. Dimana realisasinya tidak dapat mencapai target yang telah ditetapkan. Adapun target pendapatan dari pajak parkir yaitu sebesar Rp 700 juta, dan hanya terealisasi sebesar Rp 664 juta. Atau sekitar 94,86 persen.

 "Mengapa bisa terjadi demikian? Mohon penjelasannya," ujarnya seraya melanjutkan delapan pertanyaan lainnya yang perlu mendapat jawaban dari Walikota.

Fraksi Demokrat dengan jubir Sugeng juga perlu untuk mendapatkan tambahan penjelasan dan jawaban Walikota Madiun. Diantaranya terkait dengan realisasi pendapatan daerah tahun 2021 terealisasi sebesar 109,04 persen dari target yang ditetapkan dalam APBD-P tahun 2021. Dengan capaian itu, Fraksi Demokrat memberikan apresiasi kepada Walikota Madiun dan semua pihak atas capaian kinerja yang dilakukan. 

"Memperhatikan kondisi ekonomi yang berkembang sekarang ini, kami meyakini realisasi capaian pendapatan daerah masih bisa di optimalkan. Pertanyaan kami, upaya dan kebijakan apa yang akan dijalankan Pemerintah Daerah terhadap optimalisasi DAU, DID, dan PAD? Mohon penjelasannya," ujarnya.

Pertanyaan lain menyangkut tentang belanja daerah yang hanya terealisasi 84 persen. Lantas, Fraksi Demokrat meminta penjelasan terkait upaya dan kebijakan yang akan dilakukan eksekutif, agar belanja daerah lebih optimal, sehingga tidak berdampak pada besaran Silpa setiap tahunnya. Selain itu, masih ada lima pertanyaan lainnya yang perlu mendapat penjelasan dari Walikota.

Fraksi Perindo dengan jubirnya Hari Santoso mempertanyakan berkaitan dengan dana sokongan dan pensiun serta dana sosial dan pendidikan di Perumda Air Minum Tirta Taman Sari. Dimana didalam laporan keuangan 2017 dan 2018 dua item ini masih muncul. Namun dalam laporan keuangan per 31 Desember 2019 dan 2020, dua item laporan ini tidak lagi muncul diganti dengan item CSR, Tantiem Dewas dan Direksi, serta dana kesejahteraan.

“Terkait dengan perubahan ini, kami mohon penjelasan apa yang menjadi dasar perubahannya? Apakah data keuangan lama sudah dilakukan perubahan, bagaimana mekanismenya? Apakah data lama sudah terdistribusikan kepada direksi yang baru? Apabila sudah, apa yang menjadi dasar hukum PDAM dalam mengubah item pelaporan di atas?,” katanya.

Selain itu, Fraksi Perindo mengapresiasi atas kerja keras Pemkot Madiun dalam hal meningkatkan realisasi pendapatan daerah tahun 2021 yang melebihi target sebesar 109,37 persen. Analisa lebih jauh terkait realisasi pajak daerah tahun anggaran 2021, yaitu mencapai 106,83 persen. Dari data yang ada, nampak juga bahwa piutang terbesar masih sama dengan tahun sebelumnya yaitu piutang pajak daerah (PBB sebesar Rp. 10,174 M).

“Terkait tingginya kenaikan dan piutang, apakah Pemkot Madiun mempunyai daftar piutang pajak daerah yang mendetail by name by addres dilengkapi dengan masa piutangnya? Bagaimana mekanisme penagihannya dalam rangka meningkatkan pendapatan pajak daerah? Kami Fraksi Perindo mohon penjelasan,” ujarnya dengan melanjutkan tiga pertanyaan lainnya.

Fraksi PKS-PAN dengan jubir Subiantara mengapresiasi pendapatan daerah yang melampaui target hingga 109,4 persen. Namun, pihaknya perlu mendapat penjelasan terkait strategi kedepan agar lebih meningkatkan pendapatan, utamanya PAD. Pun, dengan realisais pajak daerah sebesar 106,83 persen.

“Walaupun melampaui target, namun jika dibandingkan dengan tahun 2020 justru mengalami penurunan, apa yang menyebabkan capaian target pajak daerah tahun 2021 menurun dibanding tahun 2020?,” katanya.

Pertanyaan lain terkait dengan SILPA tahun 2021 yang secara nominal mengalami peningkatan dibanding SILPA tahun 2020 dan tahun 2019. Hal ini menunjukkan masih diperlukannya kerja efektif agar mampu memperbaiki pengelolaan anggaran dan manajemen kas daerah.

Baca Juga: Siapa Pemenang Tahta Legislatif Kota Madiun?

“Maka Fraksi PKS-PAN perlu mendapatkan penjelasan dari saudara Walikota Madiun, terkait program dan kegiatan apa saja yang belum atau tidak dapat dilaksanakan ditahun 2021 serta apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi?,” ujarnya.

Selain itu, pihaknya perlu mendapatkan penjelasan mengenai OPD mana saja yang serapan anggarannya belum optimal. Termasuk dengan penyebab utama perbedaan antara SILPA tahun 2021 dengan Kasda. Juga mengenai asset daerah, piutang daerah yang macet di LKK, persediaan obat di Dinkes-PPKB, pengadaan laptop yang gagal di Dinas Pendidikan.

Fraksi Gerindra melalui jubir Slamet Hariadi mempertanyakan bahwa belanja barang dan jasa hanya mencapai 89,16 persen, dan didalam nota keuangan dijelaskan bahwa hal tersebut terjadi karena adanya efisiensi belanja dan sebab lain.

“Mohon dijelaskan maksud dan tujuan dari efisiensi belanja tersebut? Apakah terdapat tujuan jangka panjang atau tujuan lainnya? Kemudian dampaknya seperti apa ketika melakukan efisiensi belanja?,” tanyanya.

Kedua, pada pos piutang PBB sebesar Rp 4,1 miliar yang sudah memasuki umur dua tahun yang mana termasuk kategori piutang macet dengan persentase tak tartagih 100 persen. “Mohon penjelasannya secara detail,” ujarnya.

Tiga pertanyaan lainnya, menyangkut dengan piutang retribusi sebesar Rp 2 miliar pada Dinas Perdagangan, penyisihan piutang dana bergulir/penyisihan kerugian dana bergulir pada LKK sebesar Rp 9,7 miliar, dan serapan anggaran dalam pos pengadaan Alkes masih jauh dari pagu anggaran.

Fraksi PKB melalui jubir Erlina Susilo Rini mempertanyakan dan meminta penjelasan atas perbedaan antara jumlah SILPA dengan Kasda. Pun, Fraksi PKB juga menyarankan agar Pemkot segera memikirkan optimalisasi penggunaan SiLPA untuk belanja daerah, sebagaimana pasal 149 UU No 2 tahun 2022 tentang HKPD. Selain itu, kata Erlina, mengingat tahun 2022 dan 2023 merupakan tahun tahapan akhir RPJMD 2019-2024 dimana anggaran belanja daerah merupakan instrument utama dalam mencapai visi dan misi daerah pada RPJMD.

”Maka, diperlukan upaya yang lebih keras lagi untuk perencanaan keuangan yang lebih akurat, penataan managemen keuangan daerah yang lebih kredibel dan perbaikan menagemen kas daerah yang lebih efektif dan efisien agar serapan anggaran belanja lebih maksimal untuk memenuhi target kinerja pada tahun akhir RPJMD 2019-2024,” katanya.

Baca Juga: Pemkot Madiun dan DPRD Sepakati Renwal RPJPD Menuju Generasi Emas 2045

Selain itu, pertanyaan terkait dengan penempatan kas di Kasda yang seluruhnya masih ada pada rekening giro. Padahal, pemkot berpotensi memperoleh pendapatan yang lebih kecil dibanding jika ditempatkan pada deposito. Sedangkan untuk kas BLUD RSUD juga lebih besar penempatannya pada rekening giro di Bank Jatim.

“Pertanyannya apakah sampai sekarang kas di BLUD RSUD masih ditempatkan pada rekening giro di Bank Jatim? Jika masih tentu DPRD dapat mendiskusikannya dengan RSUD kemungkinannya untuk dipindahkan pada rekening deposito untuk motif ekonomi memperoleh pendapatan jasa bank berupa bunga yang lebih besar,” katanya.

Selain itu, beberapa rekomendasi dari Fraksi PKB menyangkut dengan piutang daerah yang macet, persediaan bahan pakai habis, peningkatan piutang dana bergulir yang macet di LKK, serta skor evaluasi OPD atas capaian kinerja.

Fraksi PSI-Nasdem melalui jubir Tutik Endang Sri Wahyuni meminta penjelasan terkait dengan pengembangan dan rencana kerja BUMD, khususnya di PD Aneka Usaha. Mengingat, hal tersebut sudah pernah disampaikan fraksi ini pada saat Pemandangan Umum LPJ APBD tahun 2020.

 “Namun kami melihat hal ini belum terealisasi,” katanya.

Selain itu juga mengenai program pengadaan laptop yang gagal terlaksana. Menurut PSI-NAsdem, hal ini berdampak pada rencana program Visi-Misi Walikota untuk pemberian laptop gratis kepada siswa.

 “Apakah program tersebut akan dilaksanakan kembali? dan langkah apa yang akan diambil Pemkot agar permasalahan yang menyebabkan program ini gagal tidak terulang?,” ujarnya.

Empat pertanyaan lainnya, terkait penyisihan piutang LKK yang masih menjadi temuan kembali, penyerapan anggaran, aset daerah, dan persediaan barang pakai habis.Ip/paw

Editor : Redaksi

Berita Terbaru