Tok! Mahkamah Konstitusi Larang Jaksa Ajukan Peninjauan Kembali

realita.co

SURABAYA (Realita)- Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia [MKRI] akhirnya mengabulkan permohonan uji materiil Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan RI untuk seluruhnya. Materi uji ini diajukan oleh klien Hartono yang berprofesi sebagai notaris melalui surat kuasa khusus kepada tim advokat Singgih Tomi Gumilang, Muhammad Sholeh, Antonius Youngki Adrianto, Rudhy Wedhasmara, dan Dimitri Anggrea Noor dari Firma Hukum SITOMGUM.

Dalam putusan Nomor 20/PUU-XX/2022, MK memutuskan penambahan kewenangan jaksa untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) bertentangan dengan UUD 1945.

Baca juga: Jangan Lengah, DPR Bisa Saja Sahkan UU Pilkada Tengah Malam Nanti

“Mengabulkan permohonan Pemmohonan untuk semuanya,” kata Ketua MK Anwar Usman, Jum'at (14/4/2023).

"Menyatakan Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C huruf h Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," lanjut Anwar Usman.

"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya,” tambah dia.

Adapun dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi dengan merujuk pada uraian pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-VI/2008 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-XIV/2016 sebagaimana diuraikan di atas dan setelah juga mencermati kutipan pertimbangan hukum pada kedua putusan  tersebut, Mahkamah perlu menegaskan kembali perihal empat landasan pokok yang tidak boleh dilanggar dan ditafsirkan selain apa yang secara tegas tersurat dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP yaitu: 

1) Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde zaak); 

2) Peninjauan Kembali tidak dapat diajukan terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum;

Baca juga: Pengunjuk Rasa Sukses Robohkan Gerbang Depan dan Belakang DPR RI

3) Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya;

4) Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan terhadap putusan pemidanaan.

Oleh karena itu, berkenaan dengan norma Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C huruf h UU 11/2021 telah ternyata tidak sejalan dengan semangat yang ada dalam empat landasan pokok untuk mengajukan PK sebagaimana diatur dalam norma Pasal 263 ayat (1) KUHAP yang telah dimaknai secara konstitusional bersyarat oleh Mahkamah. 

"Artinya, adanya penambahan kewenangan Jaksa dalam pengajuan PK sebagaimana diatur dalam Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C huruf h UU 11/2021 bukan hanya akan mengakibatkan adanya disharmonisasi hukum dan ambiguitas dalam hal pengajuan PK, namun lebih jauh lagi, pemberlakuan norma tersebut berakibat terlanggarnya hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan kepastian hukum yang adil sebagaimana telah dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,"terangnya.

Baca juga: DPR Milik Rakyat, Bukan Milik Jokowi

Sementara, pemohon Hartono dan SITOMGUM Law Firm mengatakan putusan ini dianggap sebagai kemenangan khususnya dan para akademisi hukum pidana serta semua insan hukum pada umumnya. Karena mengakomodir seluruh argumentasi hukum yang telah disampaikan dalam sidang pemeriksaan pendahuluan dan sidang perbaikan permohonan uji materiil Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan RI. 

Selain itu, putusan ini juga diharapkan dapat memberikan arahan bagi pihak-pihak yang terkait harus menyesuaikan regulasi dan praktik hukum yang berlaku.

"Kami sangat senang dengan putusan ini, dan terima kasih kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang telah memberikan putusan yang sangat adil dan bijaksana. Kami juga mengapresiasi upaya klien kami, bapak Hartono, yang telah berani memberikan dukungan dan kepercayaan kepada kami untuk memohonkan uji materiil Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan RI ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia”, ujar Singgih Tomi Gumilang, Managing Partner SITOMGUM Law Firm, Sabtu (15/4/2023).

Kami berharap, putusan ini dapat menjadi momentum bagi perbaikan sistem hukum dan memberikan kontribusi yang positif bagi kemajuan bangsa dan Negara Republik Indonesia. ys

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru