MK Kalahkan La Nyalla dan Yusril

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak judicial review soal presidential threshold yang diajukan Yusril Ihza Mahendra selaku Ketum PBB, Ketua DPD La Nyalla Mattalitti. Alhasil, tiket capres hanya dimiliki parpol yang memiliki 20 persen kursi di DPR. PBB dan DPD tidak bisa mengusung capres sendiri di 2024.

"Menyatakan permohonan Pemohon I (DPD-red) tidak dapat diterima. Menolak Permohonan Pemohon II (PBB-red) untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan MK yang disiarkan Chanel YouTube MK, Kamis (7/7/2022).

Baca Juga: MK Tolak Presidential Threshold 20 Persen, Rocky Gerung: Itu Kedunguan

Perkara Nomor 52/PUU-XX/2022 diajukan oleh pimpinan DPR RI yaitu Aa La Nyalla Mahmud Mattalitti, Nono Sampono, Dr. H. Mahyudin ST. MM dan Sultan Baktiar. Adapun PBB diwakili oleh Ketumnya Prof Dr Yusril Ihza Mahendra.

Dalam permohonannya Yusril menggugat karena aturan itu tidak membuat PBB tidak bisa mengusung capres.

Baca Juga: Dua Puluh Persen adalah Kejahatan Politik

"Bahwa sebagai partai politik peserta pemilu, Pemohon II seharusnya memiliki hak konstitusional untuk mengusung Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945. Namun hak tersebut menjadi berkurang akibat berlakunya Pasal 222 UU Pemilu yang menambahkan syarat perolehan suara sebanyak 20%. Hal yang mana bertentangan dengan apa yang ditentukan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945," ujar PBB dalam permohonannya.

Adapun DPD menyatakan:

Baca Juga: Parpol Kere Dibubarkan Saja, daripada Malu-maluin

Bahwa eksistensi ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu nyatanya telah merugikan daerah dan semakin memperlebar kesenjangan antara daerah dan pusat. Bila menilik kembali sejarah, gagasan presidential threshold tersebut bukan merupakan isu baru, namun telah menjadi diskursus publik sejak tahun 2003-2004 saat bekerjanya komisi konstitusi hingga menjelang Pemilu tahun 2009.ik

Editor : Redaksi

Berita Terbaru