SURABAYA (Realita)- Polda Jatim menyelidiki dugaan kasus eksploitasi ekonomi terhadap anak di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Kota Batu, Jawa Timur. Kuasa Hukum Sekolah SPI, Jeffry Simatupang mengatakan, pihaknya menghormati proses penyelidikan dari Polda Jatim.
Namun, Jefrry mengatakan apa yang dituduhkan JE (klienya) sebagi pelaku dugaan eksploitasi ekonomi terhadap anak, tidak benar. Pasalnya pelapor berinisial RB (27) merupakan alumnus sekaligus mantan karyawan Yayasan SPI. Dia sebumnya mengajukan diri secara tertulis untuk bekerja mengembangkan skill di Yayasan SPI.
Baca Juga: Ngaku Khilaf, Oknum PNS Cabuli Bocah 4 Tahun
Dia pamit resign pada 2021 dengan alasan menikah dengan SDS (29) pelapor dugaan asusila di SPI. Keduanya kompak mengundurkan diri dari Yayasan.
"Pada waktu itu dia bekerja di sekolah SPI, dia mengajukan diri atas keinginan pribadi tidak ada yang memaksa, si terduga yang melaporkan ini, kalau memang di eksploitasi ngapain kerja di sana, eksploitasi enggak pernah ada," katanya.
Disinggung hasil sidang dugaan asusila di SPI, Jeffry Simatupang menerangkan, melalui keterangan saksi dalam fakta persidangan pihaknya mengaku berhasil mengungkap adanya dugaan rekayasa dalam perkara yang didakwakan pada kliennya.
“Berdasarkan keterangannya di persidangan kami kaget. Karena fakta fakta terungkap bahwa perkara ini adalah diduga hanya rekayasa, dan perkara ini juga ada yang mendanai,”ungkap Jeffry usai menjalani sidang di PN kota Malang.
Kasus tersebut terindikasi direkayasa sejak awal dengan motivasi bisnis. Mereka yang diduga melakukan rekayasa itu juga didanai mendapatkan upah.
Bahkan, ia mengklaim bahwa pihak yang diduga melakukan rekayasa itu sudah mengaku dan dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi.
Baca Juga: Belum Menikah, Pria 55 Tahun Cabuli 4 Siswi SD
“Hal itu terungkap di persidangan. Untuk siapanya nanti akan dibuka saat sidang putusan,”tandasnya.
Pelapor eksploitasi ekonomi yang juga pacar SDS diketahui pernah dibantu oleh pihak Sekolah SPI untuk berobat ketika sakit keras.
"Saat itu terduga korban pernah dibantu pembiayaan operasi sebanyak dua kali. Yakni, pertama di Malaysia dengan menghabiskan dana sekitar Rp 1.000.000.000,"ungkap Jeffry.
Operasi selanjutnya dilakukan di Malang dengan menghabiskan dana sekitar Rp 300.000.000.
Baca Juga: Terapkan Experiental Learning, Anak Garuda SMA SPI Kota Batu Bangkit
"Dananya dari Ko Jul (sapaan akrab dari Julianto Eka Putra) atau yayasan juga, eksploitasinya di mana?"ungkapnya lagi.
Jeffry mengaku heran mengapa terduga korban merasa tereksploitasi jika mereka sendiri secara pribadi mengajukan untuk bekerja.
Dia juga mengatakan bahwa upah dari terduga korban ketika resign juga sudah dibayarkan dengan adanya bukti transfer.
"Pada waktu itu dia bekerja di sekolah SPI, dia mengajukan diri atas keinginan pribadi tidak ada yang memaksa, si terduga yang melaporkan ini, kalau memang di eksploitasi ngapain kerja di sana, eksploitasi enggak pernah ada,"tandasnya.ys
Editor : Redaksi