JAKARTA- Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, meminta pemerintah jangan menambah kisruh suasana dengan menyampaikan data keekonomian BBM yang berbeda-beda.
Menurutnya, pemerintah harus jujur menyebutkan besaran harga keekonomian BBM yang beredar di masyarakat dan tidak mengada-ada. Sebab semakin banyak info yang berbeda membuat masyarakat semakin tidak percaya pada penjelasan Pemerintah.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Siapkan Berbagai Langkah Atasi Kenaikan Harga Bahan Pokok
"Terkait harga keekonomian BBM Pemerintah jujur saja dengan rakyat. Jangan ada yang ditutup-tutupi agar rakyat tidak bingung," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/8/2022).
Mulyanto berharap sebaiknya Pemerintah membatasi pihak yang boleh membicarakan rencana kenaikan BBM ini. Tunjuk satu menteri yang berwenang dan kompeten menjelaskan masalah ini ke masyarakat. Dengan demikian data yang dirilis Pemerintah tidak beda-beda.
"Jangan seperti sekarang, setiap menteri dengan gampangnya menyampaikan data terkait rencana kenaikan harga BBM. Data yang dikeluarkan satu menteri dengan menteri lain berbeda. Akibatnya masyarakat jadi bingung mau percaya pada data yang mana," ujar Mulyanto.
Seperti diketahui dalam waktu dekat Pemerintah mewacanakan akan menaikkan harga BBM bersubsidi. Namun hingga kini belum diketahui besaran angka kenaikan tersebut, termasuk juga harga keekonomian BBM bersubsidi
Baca Juga: Solar Subsidi Langka, Ini Hasil Investigasi Disperdagkum Ponorogo
Data yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, terkait harga keekonomian Pertalite dan Solar berbeda-beda.
Semestinya tugaskan BPK untuk menghitung HPP (harga pokok produksi) solar dan pertalite ini agar clear dan akurat.
Mulyanto juga menyoroti besaran subsidi BBM yang disampaikan Pemerintah.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Segera Lelang Kendaraan BBM untuk Beli Motor Listrik
Menurutnya, data besaran subsidi yang disampaikan Presiden kurang tepat. Angka APBN perubahan yang sebesar 502 triliun rupiah bukan hanya untuk subsidi BBM, tetapi untuk pembayaran subsidi dan kompensasi baik untuk BBM, gas LPG 3 kilogram, serta listrik. Termasuk dalam angka itu juga utang dana kompensasi Pemerintah untuk tahun 2021.
"Jadi statemen yang “lebay” kalau angka 502 triliun rupiah itu disebut hanya untuk subsidi BBM di tahun 2022," katanya.
Subsidi BBM dan LPG 3 kilogram untuk tahun 2022, setelah disesuaikan dengan harga terbaru, menjadi sebesar Rp 149,3 triliun. Dimana subsidi untuk LPG 3 kilogram lebih besar daripada subsidi untuk BBM.pos
Editor : Redaksi