JAKARTA (Realita) - Pengacara Jusuf S Timisela selaku Kuasa Hukum Abisai Rollo merupakan Ondoafi Skouw Yambe (Kepala Suku Besar) meminta Menteri BPN untuk membatalkan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) Nomor 01, tanggal 27 Juli 1999, dengan surat ukur No. 02/BPN/1999 tanggal 02 Maret 1999 atas nama PT Bangkit Cenderawasih Permai (BCP).
"Tadi sudah memasukkan surat buat pak Menteri BPN, isi suratnya meminta dibatalkannya SHGU seluas 145,396 hektar atas nama peruntukan PT Bangkit Cenderawasih Permai," kata Jusuf di Kantor Kementerian ATR/BPN RI Jakarta, Kamis (8/9/2022).
Baca Juga: Cerita Korban Penipuan Tanah Kavling di Malang, Berawal dari Iklan Tanah Murah
Kedatangan Jusuf Timisela selaku selaku kuasa hukum Abisai Rollo yang merupakan Ondoafi Skouw Yambe (Kepala Suku Besar) yang memiliki tanah adat seluas 500 hektare di Desa Koya Timur, Kecamatan Muara Tami, Papua.
Dia juga menjelaskan, bahwa di atas tanah SHGU tersebut hingga saat ini ditelantarkan dan tidak dimanfaatkan sebagaimana peruntukkannya yakni peternakan sapi. "Kan tanah itu ditelantarkan, dan malah diperjual belikan ke Gubernur dan kawan-kawannya," ucapnya.
Terpisah, pakar hukum Agraria, Dr. Aartje Tehupeiory mengatakan dalam kasus tanah Adat Ondoafi Skouw Yambe merupakan rentetan dari permainan mafia tanah. Persoalan - persoalan itu bukan lagi sebatas konsumsi personal, namun ini sudah menjadi konsumsi publik, bahwa para mafia tanah berkeliaran di internal BPN, aparat maupun di masyarakat.
"Saya rasa hal itu harus segera ditangani dengan serius oleh Menteri BPN langsung serta Satgas Mafia Tanah. Pak Hadi Tjahjanto harus turun dan melihat langsung ke lapangan untuk melihat fakta-faktanya," ujarnya.
Baca Juga: Sebelum Ngaku Diperas, Bripka Madih Dilaporkan karena Serobot Lahan Perumahan
Persoalan tanah di masyarakat, Aartje menyebut sebagai kerawanan nasional. Bahkan ia memberikan pandangan untuk para pihak segera melakukan musyawarah hingga mencapai kata sepakat dan dijalankan oleh pihak - pihak yang bersengketa.
"Kalau persoalan mafia tanah itu memang harus dikikis hingga ke akarnya. Dalam kasus tanah adat ini, sebaiknya dimusyawarahkan terlebih dahulu ke pihak - pihak yang bersengketa dan dinotulenkan menjadi kesepakatan bersama. Jika tidak bisa, ya apa boleh buat gunakan jalur hukum untuk menentukan keterlibatan pihak - pihak di dalamnya," jelas Aartje.
Sebelumnya dijelaskan Abisai Rollo selaku Ondoafi Skouw Yambe (Kepala Suku Besar) menceritakan kronologis tanah adat Suku Rollo dari Kampung Skouw Yambe, Kecamatan Muara Tami Jayapura. Dia menyebut tanah adat yang di SHGU kan dari total 500 hektar hanya 145,396 hektar
Baca Juga: Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kalsel Diparipurnakan
Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) itu dikatakan Abisai melalui pengacaranya atas nama PT BCP yang seharusnya diperuntukkan untuk peternakan sapi, namun sayangnya telah diperjualbelikan. Bahkan kantor ATR/BPN Jayapura telah menerbitkan sertifikat Hak Milik diatas tanah Hak Guna Usaha (HGU) tersebut.
"Kita mendapatkan bukti adanya 20 Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas tanah HGU itu, satu diantara SHM yang diterbitkan BPN Jayapura atas kepemilikan Gubernur Papua yang luasnya 20 hektar," ungkapnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Kementerian ATR/BPN terkait persoalan Tanah Adat Ondoafi Skouw Yambe. Demikian pula dengan PT Bangkit Cenderawasih Permai (BCP) selaku pemegang SHGU lahan. Beb
Editor : Redaksi