Pinjaman Online Ilegal Adalah Praktek Bank Gelap

JAKARTA (Realita)- Dengan hadirnya pinjaman dana di masyarakat baik melalui online ataupun konvensional menggunakan agunan atau tidak sangatlah membantu untuk yang membutuhkan. Akan tetapi masyarakat merasa terancam jika telat atau belum membayar cicilannya oleh pihak-pihak penagih hutang dengan cara teror, mengancam, menyebarkan foto-foto serta kalimat-kalimat yang sifatnya mencemarkan nama baik melalui media sosial secara umum dan chat to chat kerabat debitur secara random. Sehingga merugikan debitur baik psikologi & fisik atas dirinya oleh perilaku penagih hutang menyebarluaskan data debitur yang melanggar prinsip kerahasiaan data nasabah sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/SEOJK.07/2014 tentang Kerahasiaan dan Keamanan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen juncto Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank juncto Pasal 1 angka 28 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Saya akan memberikan pendapat hukum terkait praktek pinjaman online ilegal yang tidak sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia & Peraturan OJK mengenai prinsip-prinsip kehati-hatian dalam memberikan pinjaman kepada nasabah adalah sebagai berikut:

Baca Juga: BI Jatim Gelar EJIF 2024, Tawarkan 20 Proyek IPRO ke Investor Luar Negeri

1. Bahwa untuk meminjam dana maka penyedia jasa keuangan harus menerangkan kepada nasabah mengenai hak & kewajiban dalam Perjanjian, jika setuju maka nasabah diharuskan tandatangan.

Akan tetapi pinjol tidak menerapkan hal itu, ketika permohonan nasabah diterima maka dana pinjaman tersebut ditransfer ke rekening nasabah setelah itu pinjol memberikan perjanjian kepada nasabah. Sehingga tindakan tersebut merugikan nasabah dengan cara dijebak dalam isi perjanjian yang mana nasabah tidak diberitahukan dari awal. Maka secara hukum perikatan perjanjian itu tidak sah yang tidak terpenuhi unsur-unsur kesepakatan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Selain itu perjanjian tersebut bersifat perjanjian baku yang mana Pinjol menganggap bahwa nasabah/konsumen setuju/sepakat yang mana telah melanggar hak-hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juncto Surat Edaran OJK No. 13 tentang Perjanjian Baku;

2. Bahwa bunga yang ditetapkan oleh Pinjol dalam isi perjanjian kepada nasabah sebesar 100% itu namanya merampok sangatlah bertentangan dan melanggar peraturan OJK mengenai batas maksimum bunga konsumtif sebesar 0,8% per harinya dan pinjaman produktif hanya 16% - 30% per tahunnya. 

3. Bahwa pinjol ilegal dalam iklannya memuat logo OJK & BI untuk meyakinkan masyarakat seolah-olah legal yang tercatat dan terdaftar sebagai pinjol legal. Padahal dalam situs web resmi OJK tidak terdaftar, sehingga tindakan pinjol tersebut yang mencatut lembaga OJK adalah penipuan yang memberikan informasi bohong & sesat kepada masyarakat. Maka tindakan Pinjol tersebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) UU 19 tahun 2016 tentang ITE;

Baca Juga: Gelar FESyar Jawa 2024, BI Jatim Dorong Pengembangan Halal LifeStyle

4. Bahwa  pinjol dalam melakukan Praktik kegiatan usaha perbankan tanpa mendapatkan izin dari Bank Indonesia, sehingga tindakan tersebut yang dilakukan  merupakan kegiatan "Bank Gelap" yang telah melanggar Pasal 46 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dengan ancaman pidana penjara sekurang-kurangnya lima tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar dan paling banyak Rp200 miliar.

Cilegon dalam

SARAN

1. Bahwa seharusnya OJK sebagai lembaga yang mengawasi terhadap perbankan termasuk dalam praktek kegiatan bank gelap, harus dilakukan tindakan tegas dengan memproses secara hukum karena semakin kompleksnya layanan jasa keuangan pinjol, membuat permasalahan dan pelanggaran di industri keuangam semakin bertambah. Maka dari itu, diperlukan fungsi edukasi, perlindungan konsumen serta pembelaan hukum terhadap konsumen oleh pihak-pihak terkait yang mana itu tugas pokok & fungsi OJK sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011, tentang Otoritas Jasa Keuangan;

Baca Juga: BI dan OJK Edukasi Keuangan Pelaku UMKM dan Ibu Rumah Tangga

2. Bahwa selama ini belum terlihat kinerja OJK dalam menindak pinjol ilegal yang semakin merajalela di masyarakat. Jika lembaga OJK dibentuk tidak melaksanakan tugas pokok & fungsi dalam melakukan pengawasan dunia perbankan di sektor keuangan yang sudah memiliki payung hukum dengan menggunakan APBN lebih baik OJK dibubarkan saja agar fungsi pengawasan dikembalikan kepada Bank Indonesia.

Hanfi Fajri

Editor : Redaksi

Berita Terbaru