Komnas Perempuan juga Protes KUHP Baru, karena Dinilai Berbahaya

JAKARTA - Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyesalkan KUHP versi baru yang sudah disahkan DPR. Soalnya, KUHP itu berpotensi melegitimasi kriminalisasi berlebihan terhadap perempuan.

"Hasil revisi KUHP yang disetujui DPR bersama pemerintah pada 6 Desember 2022 memiliki potensi kriminalisasi yang berlebihan (overcriminalization) sehingga dapat merugikan perempuan secara tidak proporsional," kata Komnas Perempuan dalam siaran pers tertulis, Jumat (9/12/2022).

Baca Juga: Kritik Keras KUHP Baru, Hotman Bantah Ada Maksud Tertentu

KUHP baru tersebut juga dinilai dapat mengkriminalisasi perempuan pembela hak asasi manusia (PPHAM). Biang keroknya, proses pembikinan KUHP tersebut minim partisipasi publik. Komnas Perempuan ingin masalah perlindungan hak korban kekerasan seksual dalam KUHP tersebut segera diatasi.

"Segera atasi potensi KUHP mereduksi perlindungan hak-hak korban kekerasan seksual, hak bebas dari diskriminasi berbasis gender, dan hak-hak dasar warga sipil," demikian bunyi judul keternagan dari Komnas Perempuan.

Dalam poin-poin kritiknya, Komnas Perempuan juga turut menyoroti pasal zina dalam KUHP versi baru itu. Menurut Komnas Perempuan, pasal zina berpotensi melahirkan kriminalisasi yang berlebihan. Pasal itu juga melangar privasi.

"Walau menjadi delik aduan, di mana hanya suami atau istri dalam hal pelaku telah terikat perkawinan atau orang tua atau anak dalam hal pelaku tidak terikat perkawinan, kriminalisasi hubungan seksual di luar perkawinan dan kohabitasi melanggar hak privasi seseorang," kata Komnas Perempuan.

Selain itu, kohabitasi atau kumpul kebo dapat dipidana di KUHP baru. Komnas Perempuan menilai pasal soal kumpul kebo itu dapat merugikn perempuan yang memilih tidak terikat lembaga perkawinan, misalnya perkawinan agama dan perkawinan adat.

"Tindak pidana perzinaan juga kerap sarat dengan isu moralitas berbasis agama sehingga berpotensi disalahgunakan di mana dalam praktiknya kerap memojokkan perempuan sebagai pihak yang disalahkan, sehingga menjadi rentan dikriminalisasi," kata Komnas Perempuan.

Berikut adalah kritik Komnas Perempuan terhadap KUHP baru:

1. Tindak Pidana Pencabulan masih ditempatkan sebagai tindak pidana kesusilaan. Komnas Perempuan berpandangan bahwa tindak pidana pencabulan serupa lebih tepat ditempatkan sebagai Tindak Pidana terhadap Tubuh karena sarat muatan kekerasan seksual.

Baca Juga: Menurut PBB, KUHP Baru Indonesia Melanggar Kebebasan Dasar dan HAM

2. Tidak tersedia pasal penghubung antara tindak melarikan anak dan perempuan untuk tujuan penguasaan dalam perkawinan dengan UU TPKS.

Cilegon dalam

3. Berkurangnya daya pelindungan hukum pada tindak eksploitasi seksual. KUHP Pasal 172 tidak melakukan koreksi istilah eksploitasi seksual terkait pornografi sesuai UU TPKS, karena KUHP tetap merujuk pada UU Pornografi.

4. Pengabaian hak korban kekerasan seksual akibat tidak adanya rumusan tindak pidana pemaksaan pelacuran dan pemaksaan aborsi.

5. Berkurangnya kepastian hukum dan potensi mendorong keberadaan kebijakan diskriminatif terhadap perempuan akibat ketentuan keberlakuan hukum yang hidup di dalam masyarakat (pasal 2, pasal 66, pasal 96, pasal 97, pasal 116, pasal 120, pasal 597).

6. Berkurangnya hak privasi dalam perkawinan dan overcriminalization terkait Tindak pidana perzinaan.

Baca Juga: Terkait RKUHP, Sandiaga Pastikan Turis Asing Aman

7. Tidak adanya Perlindungan Terhadap Relawan Berkompeten yang Mensosialisasikan Alat Pencegah Kehamilan dan Pengguguran Kandungan Terhadap Anak (Pasal 416 ayat (3)).

8. KUHP baru itu tidak memuat pemberatan hukuman terhadap pembunuhan berbasis kebencian gender atau femisida.

9. Pengingkaran jaminan atas hak hidup dan bebas dari penyiksaan akibat ketentuan pidana mati (pasal 98-102) meski dimaksudkan sebagai alternatif terakhir dan kemungkinan komutasi, yaitu dengan berlakunya masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun untuk kemudian beralih menjadi pidana seumur hidup.

10. Risiko berkurangnya jaminan hak dasar karena rumusan multitafsir, antara lain atas kemerdekaan beragama/berkeyakinan dengan Pasal yang masih mengadopsi cara pandang proteksionis bagi kelompok mayoritas dan dominan pada kelompok agama tertentu, atas kemerdekaan berpendapat dan atas hak untuk pembelaan hak terkait tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara.

Maka, Komnas Perempuan mengajak semua pihak untuk melakukan langkah konstitusional mengoreksi KUHP, merumuskan penafsiran KUHP, dan menguatkan mekanisme pengawasan implementasi KUHP.ik

Editor : Redaksi

Berita Terbaru