Korban Tewas Gempa Turki Diprediksi Bakal Melebihi 30 Ribu Orang

ANKARA- Korban tewas gempa di Turki  dan Suriah terus bertambah. Berdasarkan udpdate terakhir yang disampaikan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan korban gempa bumi berkekuatan 7,8 skala Richter SR dan 7,6 SR pada Senin (6/2/2023) yang lalu sudah mencapai 21.043 orang. Sementara jumlah korban tewas di wilayah Suriah dilaporkan telah mencapai 3.553.   

Menurut laporan Kantor Berita AFP, jumlah gabungan korban meninggal di kedua wilayah menjadi 24.596.  Sementara itu, Otoritas Manajemen Bencana dan Darurat (Afad) di Turki mengatakan pada hari Sabtu (11/2/2023) bahwa jumlah korban tewas telah meningkat menjadi 20.937.

Baca Juga: Bayi Baru Dilahirkan Ditemukan Selamat usai Tertimbun Reruntuhan selama 10 Jam

Banyaknya jumlah korban membawa jumlah gabungan kematian di kedua wilayah menjadi sekitar 24.596.  Jumlah ini terus berkembang dan bervariasi tergantung pada sumber yang mengeluarkan data. 

Sementara itu Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memperkirakan korban tewas kemungkinan akan meningkat lebih dari dua kali lipat. 

Berbicara kepada Kay Burley di Sky News di Adana di Turki, Martin Griffiths mengatakan dia memperkirakan puluhan ribu kematian lagi.  

Baca Juga: 21.500 Orang Tewas Akibat Gempa Turki

Setidaknya 24.596 orang telah dikonfirmasi tewas setelah gempa magnitudo 7,8 itu, yang diikuti dengan beberapa gempa susulan. 

"Saya pikir sulit untuk memperkirakan dengan tepat, apalagi yang berada di bawah puing-puing, tetapi saya yakin korban akan berlipat ganda atau lebih," kata Griffiths. 

“Menakutkan. Ini adalah alam yang menyerang balik dengan cara yang sangat keras. Sangat mengejutkan. Ada gagasan bahwa pegunungan puing-puing ini masih menahan orang, beberapa dari mereka masih hidup," tambahnya. 

Baca Juga: Korban Tewas Sudah Lebih dari 16 Ribu Jiwa, Turki Digoyang Gempa lagi

PBB mengaku saat ini belum bisa benar-benar mulai menghitung jumlah korban tewas.  Dia mengatakan bahwa periode 72 jam setelah bencana biasanya merupakan "periode emas" untuk penyelamatan, yang sejak itu telah berakhir, tetapi para penyintas masih ditarik keluar dari puing-puing. 

"Pasti sangat sulit untuk memutuskan kapan harus menghentikan fase penyelamatan ini," katanya. 

Editor : Redaksi

Berita Terbaru