JAKARTA - Calon presiden Anies Baswedan mengomentari kebijakan pemerintah soal ekspor pasir laut. Anies mempertanyakan konsistensi pemerintah dalam mengambil kebijakan merespons krisis iklim.
Anies menjelaskan, sejumlah pulau terancam oleh abrasi atau pengikisan tanah oleh air laut. Harusnya keputusan diambil secara konsisten demi merespon krisis iklim ini.
Baca Juga: Anies Gagal Maju Pilkada, Ketua DPD PDIP Jawa Barat: Gara-Gara Mulyono dan Geng
"Pulau-pulau terdepan rawan tenggelam, daerah pesisir rawan abrasi. Kebijakan yang diambil juga konsisten bagaimana selamatkan itu," kata Anies secara virtual dalam acara Net-Zero Summit 2023 yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Sabtu (24/6/2023).
"Tapi kalau yang muncul adalah kita mengizinkan ekspor pasir, maka menjadi pertanyaan bagaimana kita buat konsistensi kebijakan untuk merespons krisis iklim ini," lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, Anies juga mempertanyakan soal keadilan sosial bagi rakyat terkait pengelolaan solusi krisis iklim saat ini. Yang dibutuhkan saat ini adalah solusi yang memihak ke rakyat, bukan sekadar kepentingan komersial.
Baca Juga: Resmi, Anies Baswedan Tak Ikut Pilkada di Manapun
"Kita membutuhkan agar solusi krisis iklim ini adalah juga keberpihakan, bukan malah menjadikan ini semacam pintu masuk berbagai macam kepentingan komersial, kepentingan parsial. Tapi justri menghadirkan solusi yang terasa ke seluruh masyarakat," bebernya.
Menurutnya permasalahan dan krisis iklim menjadi tantangan bagi semua pihak. Dampak yang dihasilkan tidak main-main, termasuk menimbulkan abrasi hingga tenggelamnya sejumlah rumah karena naiknya permukaan air laut.
Anies menganalogikan situasi ini seperti kisah tenggelamnya kota legendaris Atlantis. Untung menghadapi ini, selain memasang target yang tinggi mengatasi krisis iklim, harus juga dibarengi regulasi dan eksekusi tepat.
Baca Juga: Beredar Kabar, Anies Baswedan Besok Didaftarkan 4 Parpol ke KPU
Ia menyebut masyarakat miskinlah yang paling merasakan dampak negatif dari perubahan iklim.
"Tadi gambaran soal suhu panas saja, bagi mereka yang makmur, tabungan cukup, panasnya di luar dikompensasi dengan AC nyaman di rumah. Bagi yang ekonominya sulit, masih pra sejahtera, panas itu tidak bisa dikompensasi pakai AC. Tak ada kemewahan menghilangkan suasana panas dalam rumah," pungkasnya.ik
Editor : Redaksi