JAKARTA- Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menyoroti kasus dugaan kredit macet pada Bank Mayapada milik Dato Sri Thahir.
Menurutnya, Otorisasi Jasa Keuangan (OJK) bakal kesulitan memantau kasus ini. Pasalnya kasus dugaan penyimpangan kredit di Bank Mayapada ini, berawal dari pengusaha Ted Sioeng mendapat fasilitas kredit sebesar Rp1,3 triliun, selama 7 tahun 2014-2021 lalu.
Baca Juga: Keabsahan Gibran Dipertanyakan
“Memang susah sampai begitu kredit macet, mana tau punya utang di Bank itu ya berapa dia punya kredit kan. Berapa persen kan gak banyak juga gitu dari total yang kreditan gitu,” ujar Anthony Budiawan, Senin (26/6).
“OJK juga kesulitan lah untuk memantau itu kecuali sudah menjadi kredit macet tergantung siapa penerimanya. Ada beberapa peraturan lah dalam perbankan, tapi saya rasa mereka itu memenuhi dalam aturan-aturan itu,” sambungnya.
Dinilai tak menjalankan kewajiban, Bank Mayapada diketahui menyita aset Ted serta mempolisikannya. Selanjutnya, Ted bersama putrinya, ditetapkan sebagai tersangka.
Ted juga telah melayangkan surat kepada Menkopolhukam Mahfud MD terkait adanya dugaan setoran untuk Dato Sri Thahir, selaku pemilik Bank Mayapada yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Angkanya mencapai Rp525 miliar atau hampir 40 persen.
“Ini tidak lazim, itu kan berarti dipastikan bahwa tidak bisa dibayar, sangat tidak lazim itu bisa saja mereka yang… (Red) di dalam bank itu mereka bisa mengambil lalu cukup itu sebagai cadangan kerugian,” beber Anthony Budiawan.
“Dan itu sampai kepada mereka bisa mencadangkan sampai 2,5 persen sampai berapa persen gitu ya. Itu dicadangkan aja kerugiannya, setelah itu di Bank dihapus, Rp 1,3 triliun bukan sedikit dari total Rp 525 miliar itu,” tambah Anthony Budiawan.
Anthony Budiawan pun menduga ada dugaan pembobolan Bank dalam kasus ini.
Baca Juga: Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Kredit Macet, Direktur PT Wahyu Tirta Manik Dijebloskan ke Penjara
“Itu kerja sama berarti yang menanggung yang ini, yang itu. Jadi itu sudah kerja sama itu pembobolan Bank. Berarti inikan sudah banyak menyalahi prinsip perbankan, sampai jumlah segitu pembobolan Bank,” ungkapnya.
Hal ini juga menurut Anthony Budiawan berdampak hukum kepada Dato dan Ted itu.
“Kalau ini sudah masuk pembobolan Bank, yang sudah masuk ke ranah pidana, bisa harus pidana, dua duanya bisa dipidana,” jelasnya.
“Kalau memang itu terbukti, kalau misalnya menerima aliran suap yang jelas dan sebagainya itu pidana dan yang pastinya tidak bisa bayar, satu ditangkap satunya pasti dia bicara,” tutur Anthony Budiawan.
Sebagaimana diketahui, bahwa terdapat dugaan pelanggaran penyaluran kredit di Mayapada. Hal ini terjadi pada pengusaha Ted Sioeng pada kurun 2014-2021 dimana Ted menerima kucuran fasilitas modal kerja senilai Rp 1,3 triliun.
Baca Juga: Dualisme Ibu Kota Membahayakan Indonesia dan Merugikan Keuangan Negara
Kredit Ted Sioeng macet kemudian dirinya terlapor Polisi karena tidak memenuhi kewajibannya kepada Bank.
Ted Sioeng mengaku bahwa Dato Sri Tahir selalu mendapat bagian dari setiap kredit yang diterimanya. Jumlahnya mencapai Rp 525 miliar.
Praktek seperti ini jelas melanggar aturan perbankan karena ada unsur bribery (suap menyuap) dalam pemberian kredit.
Pengakuan Ted Sioeng memberikan suap kepada pemilik Bank tersebut dalam pemberian kredit merupakan tindakan fatal yang seharusnya dapat berujung pada pemecatan pemilik Bank dan penutupan Bank.mr
Editor : Redaksi