GUNUNGKIDUL - Kasus antraks muncul di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Satu orang warga Pedukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, meninggal terpapar.
Pasien laki-laki berusia 73 tahun itu meninggal dunia pada 4 Juni di RSUP dr Sardjito. Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul Wibawanti Wulandari menjelaskan, setelah mendapat laporan soal kematian satu warga Jati akibat terpapar antraks, pihaknya langsung melakukan penyelidikan.
Baca Juga: 3 Orang Meninggal karena Antraks di Gunun Kidul
Hasilnya, terungkap bahwa warga Jati sebelumnya menyembelih tiga ekor sapi yang mati mendadak pada akhir bulan Mei.
"Yang dikonsumsi masyarakat ada tiga ekor sapi. Ketiganya sudah sakit dan mati," ujarnya kepada wartawan di Kantor Pemkab Gunungkidul, Rabu (5/7/2023) dikutip dari detik.
Wibawanti mengungkapkan jika warga sempat menggali tempat penguburan satu ekor sapi yang mati mendadak. Warga lalu menyembelih dan mengonsumsi daging tersebut.
"Nah, kita suruh kubur menggunakan SOP tapi sama masyarakat ada yang satu digali lagi dan dikonsumsi. Kalau dua (ekor sapi) lainnya belum sempat dikubur tapi tetap dikonsumsi warga," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Hewan DPKH Gunungkidul Retno Widyastuti menyebut pihaknya tidak menemukan adanya bangkai dari 12 ekor ternak yang terpapar antraks. Kemungkinan ternak-ternak tersebut telah dikonsumsi warga.
"Saya tidak menemukan bangkai, yang saya uji kan ke laboratorium tanah bekas penyembelihan yang terkontaminasi darah ternak. Jadi kemungkinan dagingnya sudah (dimakan). Sekali lagi kami tidak temukan bangkai di sana," ujarnya.
Dari cerita masyarakat kepadanya, tiga ekor sapi itu mati mendadak pada bulan Mei. Dari situ, pihaknya melakukan penelusuran dan ternyata juga ada ternak yang mati mendadak pada November 2022.
"Tiga sapi itu mati bulan Mei. Tapi kita menemukan sejarah kalau 1 November ada sapi mati, sudah ditangani Puskeswan Semanu dan dikubur sesuai SOP tapi tidak diambil sampel karena dikira PMK atau LSD," ucapnya.
"Lalu ada inisiatif dari masyarakat untuk mengambil kembali dan dimanfaatkan. Terus kan terhenti dan muncul lagi Mei," lanjut Retno.
Lebih lanjut, ia menyebut 12 ternak yang terpapar antraks di Jati merupakan akumulasi dari bulan November hingga Mei. Retno pun menampik jika pihaknya disebut lamban karena tidak ada warga yang melaporkan kematian mendadak ternak.
"Karena untuk yang dilaporkan tidak tentu soal ternak mati mendadak, baru dilaporkan setelah sampai manusia (meninggal). Padahal tinggal telepon kita saja dan nanti ditindaklanjuti," ucapnya.ik
Editor : Redaksi