MALANG (Realita)-Lembaga Swadaya Masyarakat Malang Corruption Watch (MCW) menduga bantuan sosial (bansos) berupa Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Desa Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, disunat (baca: ada pemotongan).
MCW menjelaskan, ada kejanggalan dalam penyaluran bansos BPNT sejak bulan Oktober 2020, kepada 60 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Desa Selorejo tidak diterima dari tempat pengambilan seharusnya dan jumlahnya tidak sesuai dengan yang seharusnya diterima.
Baca Juga: Diduga Laporannya Jalan di Tempat, Korban Penipuan Beras BPNT Kabupaten Kediri Rp 1,5 M Tagih Polres
"Keresahan tersebut diungkapkan warga setelah adanya kekurangan volume sembako BPNT yang berlangsung kurang lebih 6 bulan hingga April 2021 ini," ungkap Badan Pekerja MCW, Janwan Tarigan dalam keterangan pers berupa rilis. Selasa (22/06)
Lebih jauh Janwan menjelaskan, warga menduga ada pihak yang menyelewengkan penyaluran bansos tersebut. Pasalnya, kata Janwan, warga tidak lagi langsung mengambil sembako ke E -Warong langgananannya, semenjak adanya instruksi dan pengondisian oleh Aparat Desa agar mengumpulkan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Bahkan warga diminta menulis PIN pada bagian putih KKS.
"Modusnya warga diminta menulis PIN pada bagian putih KKS, agar masyarakat tidak lupa saat dikembalikan. Sehari kemudian masyarakat diminta mengambil sembako di BUMDes jumlah berkurang dari biasa," papar Janwan.
Lebih rinci ia menjelaskan, sembako yang diterima warga dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) jumlahnya berkurang dari biasanya saat diambil di E-Warong. Biasanya, kata Janwan, warga memperoleh sembako tiap bulan terdiri dari beras 15 kg, telor 1 kg, kacang hijau ½ kg. Namun, setelah dialihkan ke BUMDes warga hanya menerima beras 10kg, telor 1/2 kg dan kacang hijau ¼ kg.
"Jadi, hak masyarakat menerima Bansos ‘disunat’, ini bukan tentang besar-kecil yang dikorupsi. Tapi perilaku korup sekecil apapun akan meluas ke sektor yang lain," tegasnya Janwan.
Di dalam bukti tanda pengambilan BNPT dari e-Warong, kata Janwan, ada perbedaan dengan bukti yang diberikan oleh BUMDes. Dalam Pedoman BNPT, bukti pengambilan Bansos dari e-Warong berupa resi dari mesin Electronic Data Capture (EDC) memuat nominal transaksi dan sisa jumlah dana pada rekening wallet KPM.
"Sedangkan, di bukti yang diberi BUMDes tersebut tidak tercantum informasi nominal transaksi dan sisa dana pada rekening wallet KPM. Itu menguatkan dugaan kami jika Pemerintah Desa melalui BUMDes Selorejo melakukan pemotongan sejumlah sembako untuk menambah kas Desa Selorejo. Padahal program BPNT itu untuk meminimalkan pos pemberhentian dalam penyaluran bantuan sosial sehingga dapat meminimalisir peluang adanya penyimpangan seperti korupsi,” paparnya.
Untuk itu, lanjut Janwan, MCW menilai jika dugaan kasus korupsi di Desa Selorejo hanya salah satu contoh korupsi di desa se-Kabupaten Malang yang muncul ke permukaan.
Baca Juga: PSI Datangi Kejaksaan Perak Untuk Tanyakan Perkembangan Dugaan Korupsi Banpol
Menurutnya, Ada potensi korupsi serupa di desa lain jika sistem yang diterapkan sama. Salah satunya karena minimnya pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang dan aparat penegak hukum sehingga upaya-upaya pencegahan korupsi tak optimal.
“Kasus dugaan korupsi di Desa Selorejo merupakan kasus yang kesekian kalinya didampingi MCW. Pengelolaan APBDes juga rawan dikorupsi mengingat prinsip transparansi dan akuntabilitas, serta partisipasi warga sejauh ini dalam amatan MCW masih dikesampingkan. Padahal partisipasi warga merupakan kunci suksesnya pembangunan di desa pada era ‘desa membangun’,” tegasnya.
Dengan adanya permasalahan tersebut, MCW mendesak agar, yang pertama Pemkab Malang melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) untuk memaksimalkan fungsi monitoring dan evaluasi terhadap pemerintahan Desa Selorejo khususnya dan seluruh desa di Kabupaten Malang yang cenderung minim transparansi, akuntabilitas dan partisipasi warga.
Yang ke dua, Inspektorat Kabupaten Malang mengoptimalkan fungsi pengawasan internal terhadap Pemerintah Desa Selorejo dan seluruh pemerintahan desa di Kabupaten Malang untuk menekan peluang korupsi.
Yang ketiga, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang sebagai wakil rakyat agar responsif terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat di desa, termasuk dalam mendorong penuntasan dugaan kasus korupsi Bansos di Desa Selorejo.
Baca Juga: Sidang Korupsi Mantan Kepala BPBD, Kasi Intel Kejari Sidoarjo Disebut Meminta Aliran Dana
Yang ke empat, Kejaksaan Kabupaten Malang agar responsif dan profesional dalam penanganan dugaan kasus korupsi di Desa Selorejo dan seluruh kasus lainnya agar tercipta penegakan dan kepastian hukum, serta keadilan di tengah masyarakat.
Mengenai hal tersebut, Kepala Desa (Kades) Selorejo, Kecamatan Dau, Bambang Soponyono saat dikonfirmasi membantah tudingan MCW pemotongan BNPT oleh BUMDes.
“BUMDes selama itu gak pernah menanganani BPNT. Yang menangani itu di E-Warong, makanya MCW saya suruh datang nemui saya, biar tahu jelas, dan bukan katanya,” bantahnya, saat dihubungi melalui telepon selulernya.
Menurut Bambang, di Desa Selorejo tidak semua warga mengambil BPNT tersebut ke E-Warong. Jumlahnya hanya mencapai puluhan tidak sampai ratusan warga yang tergolong KPM.
“Kan gak semua penerima BPNT ngambil di E-warong. Dari 300 KPM, yang mengambil itu 60 orang, atau 80 paling banyak dalam satu bulannya,” tukasnya.mad
Editor : Redaksi