BOGOR- Kasus penembakan anggota Polisi Densus 88 oleh Senior sesama Polisi berlanjut.
Keluarga Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage, atau yang dikenal dengan nama Bripda IDF (20), menyatakan dugaan lain atas tewasnya sang Anak.
Pihak keluarga curiga, kematian anak mereka bukanlah akibat kelalaian, melainkan pembunuhan berencana.
Kecurigaan keluarga atas kematian Bripda Ignatius diungkapkan oleh kuasa hukum keluarga, Jajang, saat dihubungi di Jakarta pada hari Sabtu.
Dikutip dari Antara News, Jajang menyebutkan pihaknya menduga, kematian Bripda Ignatius sudah direncanakan.
"Kami menduga kasus pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 karena kami percaya bahwa ini bukanlah sebuah kelalaian yang tiba-tiba meletus," ujar Jajang, Minggu (30 Juli 2023).
Jajang menjelaskan, kecurigaannya bahwa dilihat dari latar belakang tersangka yang merupakan anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
Ia meyakini bahwa anggota Densus 88 sudah memiliki keterampilan dan pelatihan khusus, terutama dalam mengoperasikan senjata api.
Tak terkecuali Bripda Ignatius sebagai korban, merupakan orang yang juga terlatih.
Keluarga belum puas dengan penjelasan dari penyidik yang diumumkan dalam konferensi pers pada hari Jumat 28 Juli 2023 lalu.
Bahwa kematian Bripda Ignatius disebabkan oleh kelalaian rekannya yang membawa senjata api rakitan ilegal.
Menurut keluarga, keterangan penyidik dalam konferensi pers menyebutkan bahwa Bripda IMS, seorang tersangka.
Bripda IMS disebut awalnya menunjukkan senjata api rakitan ilegal tersebut kepada dua saksi lain yang berada di kamar.
Tetapi senjata tersebut tidak meletus karena magasin tidak terpasang.
Kemudian, senjata api tersebut disimpan di dalam tas bersama dengan magasin.
Saat Bripda Ignatius tiba di tempat kejadian, senjata api tersebut sudah terisi magasin.
Hal ini menyebabkan kecurigaan keluarga bahwa penembakan tersebut sudah direncanakan dan bukanlah kelalaian.
"Mengapa anggota Densus 88 bisa lengah? Mereka adalah orang yang terlatih, kami tidak bisa menerima bahwa mereka melakukan kesalahan semacam itu," lanjutnya.
"Oleh karena itu, kami menduga bahwa kematian Bripda Ignatius direncanakan dengan matang," ungkap Jajang.
Untuk mengungkap kebenaran, Jajang menyatakan bahwa keluarga akan datang ke Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri) untuk membuat laporan polisi terkait dugaan pembunuhan berencana terhadap Bripda Ignatius.
"Kami akan menuntut Pasal 340, kami tidak percaya bahwa anggota Densus 88 bisa melakukan kesalahan sepele seperti ini," tegasnya.
Kasus kematian Bripda Ignatius sedang dalam penyidikan oleh Polres Bogor, sedangkan pelanggaran etika ditangani oleh Divpropam Polri.
Dua anggota Densus 88 Antiteror, yaitu Bripda IMS (23) yang mengoperasikan senjata api dan Bripka IG (33) sebagai pemilik senjata api, telah ditetapkan sebagai tersangka.
Pada saat kejadian, Bripka IG tidak berada di lokasi. Namun, menurut keterangan saksi dan tersangka IMS, senjata api rakitan ilegal tersebut milik Bripka IG.
Dalam konferensi pers di Mabes Polri, Direktur Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Pol. Surawan, menyatakan bahwa saat ini masih dilakukan penyelidikan lebih lanjut terkait asal-usul senjata api rakitan yang dipegang oleh Bripda IMS.
Pihak kepolisian akan mengonfrontasi Bripka IG untuk memastikan bagaimana senjata api tersebut berada di tangan orang yang bukan pemiliknya.
"Kami masih melakukan penyelidikan lebih lanjut, nanti kami akan melakukan konfrontasi kepada keduanya terkait asal-usul senjata tersebut," ungkap Surawan.
Terhadap isu tentang bisnis senjata api antara tersangka dan korban, Surawan menyatakan bahwa hasil penyelidikan sementara belum menemukan bukti adanya transaksi jual beli senjata.
Sebelumnya, kabar soal Polisi tembak Polisi di Rusun Polri Cikeas Bogor mencuat pada tanggal 23 Juli 2023, setelah Bripda Ignatius dinyatakan tewas.
Sontak insiden ini menggemparkan publik, lantaran mengingatkan masyarakat soal insiden Brigadir J.kl, tr
Editor : Redaksi