SURABAYA (Realita) - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari berharap agar debat capres pertama dapat meyakinkan pemilih untuk menentukan pilihan dalam Pemilu 2024. Pernyataan ini juga diamini sejumlah kelompok pendukung capres. Mereka rata-rata berharap, debat bisa memberi referensi tambahan bagi kelompok undecided voters, terutama di kalangan usia muda.
Menanggapi hal ini, Jokhanan Kristiyono, pakar komunikasi dari Stikosa AWS, mengungkap bahwa harapan ini tidak akan bermakna jika strategi komunikasi politik yang dilakukan tim pemenangan masih berkutat di persepsi tunggal, yakni calon pemilih sebagai objek.
Baca Juga: Soal Pendidikan, Anies: Jangan Pelit Sama Guru
"Di beberapa hasil survei, muncul data tentang undecided voters. Di Indonesia kelompok ini cukup besar, sehingga banyak politisi maupun kandidat berusaha menarik perhatian mereka," ungkap Jokhanan di Kampus Stikosa, Rabu (13/12/2023)
Menarik perhatian undecided voters, terutama di kalangan usia muda, lanjutnya, memerlukan strategi komunikasi yang efektif dan relevan. "Dan sebagian besar harus berpijak pada perspektif calon pemilih, khususnya kelompok usia muda," tegasnya.
Jokhanan kemudian menyampaikan, ada beberapa tahap yang bisa dilakukan agar proses ini bisa berjalan dengan baik.
"Tidak bisa tidak, tim pemenangan harus melek model kampanye digital kreatif. Ingat, anak-anak muda ini cenderung aktif di media sosial. Maka gunakan kampanye digital yang kreatif, seperti video pendek, meme, dan konten yang menarik untuk membangun kehadiran yang kuat di platform-platform ini," jelas Jokhanan.
Komunikasi terbaik, katanya, harus berangkat dari frame of reference audience, yakni kerangka acuan yang berisi pengalaman, harapan, nilai, status sosial dan ekonomi, hingga preferensi politik dari kelompok yang hendak dibidik.
Jika ingin melangkah lebih jauh, kata Jokhanan, libatkan undecided voters secara langsung dengan menggunakan alat-alat partisipasi interaktif. Survei online, kuis politik, atau sesi tanya jawab langsung di media sosial dapat membantu memahami kekhawatiran dan prioritas mereka.
"Jangan lupa melakukan identifikasi isu-isu yang relevan dan signifikan bagi kelompok usia muda. Diskusikan kebijakan atau rencana yang secara khusus memenuhi kebutuhan dan aspirasi mereka, seperti pendidikan, pekerjaan, lingkungan, dan kesejahteraan," jelasnya.
Baca Juga: Ganjar: Tugas Negara Ciptakan Keadilan Sosial, Bukan Bantuan Sosial
Kepada tim pemenangan, Jokhanan juga mengingatkan pentingnya membangun kepercayaan dengan menunjukkan transparansi dan keterbukaan dalam platform dan visi politik.
"Sediakan informasi dengan cara yang mudah diakses dan jelas untuk membantu mereka membuat keputusan informasi," tegasnya. Semisal, akun official di media sosial dan website.
Sejauh ini, kata Jokhanan, sejumlah politisi sudah melakukan langkah kolaboratif bersama influencer. Dengan merangkul tokoh terkenal di kalangan usia muda, politisi berpeluang untuk meraih dukungan karena mereka dapat membantu menyebar pesan dengan cara yang lebih autentik dan mudah diterima oleh target audiens.
Debat dan forum terbuka, kata pria yang juga tercatat sebagai Ketua Stikosa AWS ini, sebetulnya bisa membuat para kandidat berinteraksi langsung dengan pemilih. Ini dapat memberikan kesempatan bagi pemilih untuk mendengar langsung pandangan dan pemikiran kandidat. Tapi dengan model debat yang digelar KPU, proses debat lebih mirip ajang pertarungan yang kontra produktif.
Baca Juga: Anies: Bansos Bukan untuk Kepentingan Pemberi
"Lagian waktunya sangat terbatas. Sehingga kandidat kerap keasyikan membuat prioritas dengan mencari titik lemah, bukan membangun kekuatan persepsi karena kehebatan visi dan misi," sesal Jokhanan.
Dalam proses kampanye, jurus lain yang bisa digunakan adalah penguatan aspek storytelling yang kuat. Elemen ini jika dilakukan dengan benar sebetulnya memiliki peluang besar untuk menyentuh emosi calon pemilih.
"Bentuk secara umum adalah cerita tentang perjalanan, pengalaman di lapangan, bagaimana merespons masalah-masalah kritis dapat membantu membangun kedekatan emosional dengan pemilih, dan masih banyak lagi," kata Jokhanan.
Storytelling yang baik akan membawa pesan edukasi bagi pemilih dengan sangat baik. "Ingat, undecided voters mungkin membutuhkan pemahaman lebih dalam tentang sistem politik untuk membuat keputusan," tutupnya.aws
Editor : Redaksi