PEMILU dan Pilpres dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Janji manis politik diumbar. Dari janji swasembada pangan, stop impor pangan, meningkatkan kesejahteraan petani, harga pangan murah dan terjangkau, dan segudang janji-janji manis lainnya.
Setelah lima tahun berlalu, kondisi ekonomi petani sama saja. Bahkan lebih buruk. Lebih miskin. Janji politik hanya omong kosong. Bohong besar.
Baca Juga: Pidato Perdana Presiden Prabowo Menampar Jokowi
Pemerintah gagal total memenuhi janjinya. Diminta mundur malah lebih galak. Menuduh rakyat mau makar. Yang lebih memalukan, tapi tanpa rasa malu, malah minta tambah masa jabatan. Ditolak. Tapi memaksa. Anak belum cukup umur disodorkan. Dengan cara memanipulasi dan melanggar konstitusi pula.
Faktanya, produksi beras malah turun, dan mendongkrak impor naik. Produksi Gabah Kering Giling atau GKG Indonesia pada 2023 hanya mencapai 53,63 juta ton, dari luas lahan panen 10,2 juta hektar, atau 5,26 ton per hektar. Dari jumlah Gabah Kering Giling tersebut hanya menghasilkan 30,9 juta ton beras. Dengan kata lain, konversi GKG menjadi beras hanya mencapai 57,6 persen (3,03 juta ton / 5,26 juta ton).
Semua itu menunjukkan swasembada pangan hanya ilusi. Impor beras Indonesia tahun 2023 mencapai 3,3 juta ton. Tertinggi sepanjang pasca reformasi. Kegagalan pengelolaan pangan terus berlanjut. Yang lebih menyedihkan bagi petani, pemerintah akan impor 2 juta ton beras lagi pada awal tahun 2024 ini.
Impor 3,3 juta ton beras pada 2023 setara dengan 10,7 persen dari hasil produksi beras nasional (30,9 juta ton).
Produktivitas tanaman padi Indonesia ini jauh lebih rendah dari Vietnam.
Vietnam menghasilkan 43,5 juta ton Gabah Kering Giling pada 2023, dari luas lahan panen 7,1 juta hektar, atau 6,1 juta ton per hektar, sekitar 16 persen lebih tinggi dari Indonesia.
Kalau saja Indonesia bisa menyamai produktivitas tanaman padi Vietnam, maka Indonesia tidak perlu impor beras. Tapi, faktanya tidak bisa. Yang bisa, hanya umbar janji kosong.
Baca Juga: Keabsahan Gibran Dipertanyakan
Memang menyedihkan. Janji politik hanya sebatas harapan kosong.
Pemilu 2014 janji swasembada pangan. Pemilu 2019 masih sama, janji swasembada pangan. Semua kandas. Hanya janji kosong, tanpa realisasi.
Pemilu 2024, malah lebih bersemangat lagi, penuh retorika, untuk janji yang masih sama. Semua bersuara lantang: swasembada pangan! Janji abadi yang sejauh ini tidak pernah terealisasi.
Faktanya, petani terus bergelut dengan kemiskinan, dari satu pemilu dan pilpres ke pemilu dan pilpres berikutnya.
Apakah presiden yang akan datang, 2024-2029, mampu memperbaiki nasib petani, meningkatkan kesejahteraan petani, secara signifikan? Misalnya, menaikkan pendapatan petani hingga dua kali lipat dalam waktu tiga tahun? Mampukah?
Baca Juga: Dualisme Ibu Kota Membahayakan Indonesia dan Merugikan Keuangan Negara
Atau, periode lima tahun ke depan hanya menghasilkan estafet kegagalan dan kesengsaraan lagi bagi petani?
Jakarta, 20 Januari 2024
Anthony Budiawan
Managing Director PEPS
Editor : Redaksi