Pelaku Usaha LIK Trosobo Keberatan Ditariki Retribusi 

SIDOARJO (Realita)- Para Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di kawasan Lingkungan Industri Kecil (LIK) Trosobo, Sidoarjo resah. 

Pasalnya mereka diwajibkan membayar retribusi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim). Retribusi itu sebesar Rp 65 ribu kali luas lahan. Dan jika ada keterlambatan pembayaran, pengusaha didenda dua persen tiap bulan berjalan. Jumlah Ini belum termasuk PBB yang harus dibayar tepat waktu tiap tahun.

Baca Juga: LIK Trosobo Sidoarjo Tenggelam, Pengusaha Industri Kecil Merugi

Demikian dikatakan Pengusaha LIK Trosobo, Minggu (3/3/2024).

"Parahnya, meski harus bayar retribusi, kawasan ini kini rawan banjir yang merugikan pelaku usaha seperti kami. Dan jika tak mau bayar, pabrik disegel Satpol PP dan polisi," kata seorang pengusaha di sana.

Dan soal penyegelan ini bukan ancaman belaka karena pernah dilakukan pada tahun 2021, ketika ekonomi serba susah akibat pandemi Covid 19.

"Tanggal 2 Desember 2021, kami didatangi aparat Satpol PP dan polisi. Mereka menyegel pabrik yang pemiliknya belum bayar retribusi. Kok ya tega, di saat ekonomi serba sulit karena Covid, tempat usaha kami malah ditutup,"urainya.

Sebenarnya, pengusaha sudah mengadu ke Gubernur Jatim hingga Presiden tapi belum membuahkan hasil.

"Kami juga mengadu ke level dinas di Pemprov Jatim, dari Dinas Perindustrian hingga Bapenda (Badan Pendapatan Daerah). Tapi semua aduan hasilnya nihil. Bahkan aduan kami ke DPRD Jatim juga tak membuahkan hasil," ungkapnya.

Hanya saja, kata si Pengusaha, pihaknya pernah mendapat surat balasan dari Staf Kepresidenan Republik Indonesia.

"Dalam surat itu dikatakan bahwa pembebasan retribusi bisa dilakukan sepanjang disetujui Gubernur,"katanya.

Kemudian ia bercerita singkat, sejarah para pengusaha bisa beroperasi di kawasan LIK Trosobo.

"Dulu tahun 1982 pengusaha disuruh menempati kawasan (LIK Trosobo) oleh Kementerian Perindustrian (Pemerintah Pusat,red). Namun ketika ada pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah di tahun 2000, pembinaan LIK Trosobo berada di bawah Gubernur Jawa Timur,"urainya.

Lalu, di tahun 2012, tambahnya, terbit Perda (Peraturan Daerah) yang mewajibkan pengusaha di LIK Trosobo untuk bayar retribusi.

"Pengusaha tidak mau bayar karena  tanah masih sertifikat milik  Kementerian Perindustrian. Dan pada  tahun 2017, sertifikat dialihkan ke Gubernur Jawa Timur.  Kenapa kami minta pembebasan retribusi, karena  kami tahu bahwa tanah ini berasal dari Kementerian Perindustrian,"jelasnya.

"Penempatan pengusaha di LIK Trosobo awalnya digagas Kementerian Perindustrian pada tahun 1982. Kami  diminta untuk  membantu pembayaran tanah yang tadinya milik perorangan. Saat itu, tak ada retribusi yang diwajibkan pada kami," jelasnya.

"Kemudian penghuni kawasan LIK Trosobo mengajukan kredit ke bank dan dijanjikan oleh pihak Kementerian Perindustrian untuk menyerahkan sertifikat sebagai jaminan di bank tempat penghuni LIK Trosobo melakukan pinjaman.
Namun sampai sekarang sertifikat tersebut tidak juga terbit," tambahnya.

"Namun  pada tahun 2012,  tiba-tiba kami malah disuruh membayar retribusi oleh Pemprov Jatim. Untuk itu, pengusaha meminta pembebasan Retribusi. Dulu dibina Kementerian Perindustrian tidak pernah membayar apapun juga, sekarang dibina Pemerintah Daerah sendiri malah dipungut retribusi," kata pengusaha.

Sekedar diketahui, kegiatan industri di LIK, kini berada  di bawah binaan Unit Pelaksana Teknis Industri (UPTI) Logam dan Perekayasaan Disperindag, Pemprov Jawa Timur. 

Pabrik di LIK Trosobo yang disegel karena tak bayar retribusi. Pabrik di LIK Trosobo yang disegel karena tak bayar retribusi.

"Dulu tahun 1982 pengusaha disuruh tempatin LIK oleh Kementerian Perindustrian (Pemerintah Pusat,red). Namun ketika ada pemberlakuan otonomi daerah tahun 2000  pembinaan LIK Trosobo berada di bawah Gubernur Jawa Timur,"urainya.

Kemudian, di tahun 2012, tambahnya, terbit Perda (Peraturan Daerah) yang mewajibkan pengusaha di LIK Trosobo untuk bayar retribusi.

"Pengusaha tidak mau bayar karena  tanah masih sertifikat milik  Kementerian Perindustrian. Dan pada  tahun 2017, sertifikat dialihkan ke Gubernur Jawa Timur.  Kenapa kami minta pembebasan retribusi, karena  kami tahu bahwa tanah ini berasal dari Kementerian Perindustrian,"jelasnya.

"Padahal pengusaha LIK  Trosobo sudah menyerap tenaga kerja supaya tidak banyak yang menganggur. Pengusaha LIK Trosobo juga sudah buat produksi untuk kebutuhan masyarakat. Makanya surat dari staf kepresidenan sangat mengerti, cuma gubernur yang tidak mau,"pungkasnya.hd

Editor : Redaksi

Berita Terbaru