BEKASI (Realita)- Tersiar kabar dugaan Polres Metro Bekasi belum merespon pelaporan kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh pengajar pondok pesantren berinisial OB kepada santriwatinya berinisial N. Dugaan pencabulan ini dilakukan dalam Pondok Pesantren di wilayah Cibarusah, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat.
Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti menyoroti kasus tersebut yang sedang bergulir dan ditangani oleh pihak Satreskrim Polres Metro Kabupaten Bekasi sebulan yang lalu.
Baca Juga: Belum Ada Perkembangan Terkait Laporan Kasus Dugaan Pencabulan Oknum DPRD Depok
"Jika menyangkut korban anak, maka penyidik harus memberikan perlindungan agar anak tidak menjadi korban kedua kalinya, dengan cara profesional melakukan lidik sidik didukung scientific crime investigation agar hasilnya valid," ujar Poengky Indarti kepada Realita.co, Sabtu (27/4/2024).
Poengky menambahkan, oleh karena itu para penyidik harus memiliki sensitivitas terhadap perlindungan anak dan harus berpikir out of the box.
"Kompolnas mempersilahkan pelapor untuk mengadukan ke Kompolnas jika menganggap kinerja penyidik Sat Reskrim Polres Bekasi kurang sigap, sehingga Kompolnas dapat menindaklanjuti dengan klarifikasi ke Polda Metro Jaya," tegasnya.
Dalam melakukan lidik sidik kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak, penyidik perlu menjerat dengan pasal berlapis, termasuk Undang-undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Pelaku yang diduga guru seharusnya melindungi muridnya, sehingga jika nantinya terbukti yang bersangkutan bersalah, maka hukumannya perlu diperberat. Pelaku masih belum ditahan, sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu proses lidik sidik, termasuk misalnya melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau diduga melakukan kejahatan lagi.
"Oleh karena itu penyidik perlu mempertimbangkan opsi penahanan.Kompolnas berharap kasus ini dapat segera diproses hingga P-21," ungkapnya.
Jadi sebaiknya penyidik menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak dan dilapisi dengan Undang-Undang TPKS dan KUHP, dengan pemberatan hukuman untuk lidik sidik kasus ini. Kekerasan pada anak bukan delik aduan dan tidak boleh di RJ-kan," tambahnya.
Baca Juga: Tukang Sampah Perkosa Siswi SMP yang Sedang Sakit, Pelaku Dihajar Massa
Sebelumnya ayah korban berinisial ZA melaporkan kasus dugaan perbuatan cabul yang dialami N anaknya yang dilakukan oleh Ustad pengajar sekaligus Pimpinan Pondok Pesantren tertanggal 12 Maret 2024 lalu, dan mendapat surat tanda terima laporan dari pihak kepolisian Polres Metro Kabupaten Bekasi Nomor: STTLP/B/803/III/2024/POLRES METRO BEKASI/POLDA METRO JAYA. Namun disinyalir hingga kini belum ada tindak lanjut dari pelaporan tersebut oleh aparat penegak hukum di wilayah tersebut.
Kasus itu berawal dari pengaduan N yang merupakan santriwati di tempat pelaku. Kemudian N menceritakan kejadian tersebut kepada sang ibu.
Sudah empat bulan yang lalu N di perlakukan oleh guru ngaji yang berinisial OB secara tidak senonoh apalagi pelaku merupakan pimpinan di Ponpesnya.
N mengaku, bahwa diri nya telah dipeluk dan dicium pipinya, bahkan sampai meremas payudara miliknya.
"Anak saya ketika di Pondok Pesantren sedang sepi, dan korban juga mengaku, bahwa dirinya mendapatkan perlakuan tidak senonoh beberapa kali dengan kurun waktu yang berbeda," kata AZ.
Baca Juga: LBH Megachile Dorsata Desak Polisi Amankan Pria Tua yang Cabuli Anak SD Umur 8 Tahun
Masih sambungnya, berawal dengan saat situasi Pondok Pesantren sedang keadaan sepi, Ustadz OB mengetuk pintu kamar N (korban) kemudian membuka pintu ada Ustadz OB, lalu Ustadz OB masuk kamar dan langsung peluk, cium pipi dan meraba payudara anaknya," ceritanya.
Pihak keluarga dan orang tua korban N meminta pihak kepolisian sesegera mungkin menangkap pelaku agar di proses hukum seberat mungkin.
"Jika pihak kepolisan tidak mampu menangkap Ustadz OB yang bermuka mesum dan kebal hukum, maka akan banyak lagi yang terjadi pelecehan seksual lainnya, serta membiarkan kejadian tersebut maka benar Ustadz OB itu kebal hukum," pungkasnya. (tom)
Editor : Redaksi