Jelang Pilkada Jateng 2024, Rawan Politik Uang

SEMARANG (Realita)- Praktik Politik Uang (money politics) dikhawatirkan akan makin masif pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di 35 daerah di Jawa Tengah, yang akan berlangsung, November 2024. Untuk mengantisipasi hal tersebut, penyelengara pemilu yakni KPU dan Bawaslu Jawa Tengah, sedang gencar mengedukasi masyarakat termasuk menjalin kerja sama dengan berbagai lembaga dan tokoh masyarakat untuk bersama mengeliminasi politik uang.

Hal tersebut disampaikan Dr H Multazam Achmad MA, moderator Focus Group Diascussion (FGD) bertema Gerakan Antipolitik Uang dalam Pilkada Serentak 2024, yang diprakarsai “senator” Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, asal Jawa Tengah, Dr H Abdul Kholik, SH Msi, di gedung DPD RI Jateng, Jalan Imam Bonjol, Semarang. Peserta FGD berjumlah 21 orang, seluruhnya pengurus Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Provinsi Jawa Tengah.

Baca Juga: Tim Ridwan Kamil Bakal Gugat ke MK Jika Hasil Pilkada Jakarta Satu Putaran

Selain Abdul Kholik, FGD menampilkan narasumber Komisioner KPU Jawa Tengah Basmar Perianto, Ketua Bawaslu Jateng Muhammad Amin, SAP MH, Ketua FKUB Jateng Prof Dr H Imam Yahya MAg,

Abdul Kholik berobsesi, Pilkada serentak di seluruh Indonesia yang dijalankan sejak 2004, prosesnya diharapkan mampu mewujudkan demokrasi yang berkualitas, menuju kedaulatan rakyat, sehingga harus berjalan luber dan jujur adil (jurdil) yang muaranya dapat menghasilkan pemimpin di daerah yang berkualitas dan mampu bekerja dalam upaya menyejahterakan masyarakat.

Namun fakta menunjukkan, penyelenggaraan Pilkada serentak selama 20 tahun ini, dari 500 lebih kepala daerah yang terpilih, 400 lebih diantaranya bermasalah dengan indikasi terlibat kasus hukum yang pemicu utamanya akibat praktik politik uang yang merajalela hingga melanggar prinsip moralitas.

Abdul Kholik menyatakan prihatin, negara sudah menghargai rakyat diposisikan sebagai pemilik sah suara kemudian diberi kebebasan untuk menggunakan hak suara sebaik mungkin, tetapi justru dikotori dengan maraknya jual beli suara dalam setiap. Fenomenanya, kini masyarakat resah, karena rendahnya moralitas.

Terkait dibentuknya 238 lebih desa antikonflik di Jateng menghadapi Pilkada, Abdul Kholik memberi apresiasi tinggi, mengingat konflik dalam pilkada, salah satu pemicunya politik uang.

Basmar Perianto, Komisoner KPU Jateng menegaskan, dalam pandangan KPU, nilai etika kedudukannya lebih tinggi dari hukum, sehingga masalah etika akan selalu menjadi pegangan KPU dalam menjalankan tugas pilkada serentak. Lewat pemilu, lanjutnya, sebagai upaya mewujudkan demokrasi, dan mencegah kekuasaan mutlak.

KPU juga membentuk rumah-rumah pintar sebagai sosialiasi kepada masyarakat tentang urgensi memilih pemimpin yang baik, kemudian membekali para komisioner KPU se-Jateng untuk mengedepankan kemartabatan dalam bertugas. Muaranya agar penyelenggaraan pilkada berjalan baik di semua tahapan.

Ketua Bawaslu Jateng Muhammad Amin SAP MH mengaku kesulitan untuk menangkap tangan praktik politik uang, karena yang memberi uang itu bukan calon yang berkepentingan tetapi melalui tim sukses atau orang lain.

Baca Juga: KPU Kota Madiun Gelar Pemungutan Suara Ulang

Ditanya peserta agar Bawaslu menjalin kerja sama dengan KPK, untuk operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pelaku politik uang, Muhammad Amin menjawab sangat mungkin, namun perlu menambah regulasi tentang Pemilu dan hal tersebut menjadi ranah Bawaslu pusat.

“Ini ide bagus, dan bila bisa ditindaklanjuti, saya sangat setuju dalam upaya memberi efek jera kepada pelaku politik uang dalam pemilu maupun pilkada,” tegasnya.

Ketua FKUB Jateng Prof Dr H Imam Yahya menegaskan, praktik politik uang dalam perspektif Islam hukumnya haram, karena merupakan praktik memberi uang atau hadiah kepada pemilih dengan tujuan untuk mempengaruhi hasil pemilihan.

Prof Imam memosisikan politik uang sebagai momok sekaligus virus demokrasi, bahkan masuk kategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime), yang mengganggu proses demokrasi.

Politik uang terdapat di UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, di Pasal 280 dan Pasal 523, juga di UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan kepala Daerah, di Pasal 73 dan Pasal 197A.

Baca Juga: Pilkada di Puncak Jaya Berujung Bentrok Antar Pendukung Paslon

Ditegaskan, ada tiga cara yang dapat dilakukan pemuka agama dalam menolak politik uang, Pertama, melalui pendidikan politik dan membangun kesadaran melalui khutbah dan ceramah keagamaan, diskusi maupun seminar.

kedua, melalui keteladanan moral atau uswatun hasanah, menjadi teladan hal hal kejujuran dan integritas, menunjukkan kepada komunitas bahwa integritas lebih penting dari sekadar keuntungan materi.

Ketiga, pengawasan dan pelaporan, bekerja sama dengan Bawaslu untuik memantau dan melaporkan pelanggaran politik uang.

FGD diakhiri dengan deklarasi gerakan Antipolitik uang pilkada serentak 2024, yang ditandatangni oleh semua pembicara dan peserta.ham

Editor : Redaksi

Berita Terbaru

Filipina Usir Indonesia dari Piala AFF 2024

SOLO (Realita) - Timnas Indonesia kalah 0-1 dari Filipina pada matchday terakhir Grup B Piala AFF 2024 di Stadion Manahan, Solo, Sabtu (21/12/2024) malam. …