Wabah Aneh! Ratusan Orang di Uganda Demam Tinggi lalu Menari Tak Terkendali

BUDIGBUGYO (Realita)- Ratusan warga di distrik Bundibugyo, Uganda, dinyatakan terinfeksi penyakit Dinga Dinga. Penyakit tersebut membuat penderitanya demam tinggi yang disertai dengan tubuh bergetar tak terkendali layaknya seseorang yang sedang menari.

Setidaknya 300 orang dilaporkan terkena Dinga Dinga. Penyakit misterius itu dilaporkan sebagai wabah yang mengancam oleh pihak dinas kesehatan setempat.

Melansir dari CNBC, dari 300 orang lebih yang terinfeksi, mayoritasnya adalah perempuan. Sejauh ini belum ada laporan soal kefatalan yang terjadi pada penderita penyakit tersebut.

Penyakit yang kebanyakan menyerang perempuan itu disebut sebagai kondisi yang menimbulkan tubuh penderitanya bergetar, tetapi bukan berupa kejang. Gejala itu membuat seseorang yang menderitanya sulit untuk beraktivitas. Karenanya wabah Dinga Dinga menurunkan mobilitas warga setempat.

Perwakilan dari Dinas Kesehatan Uganda, Kiyita Christopher mengatakan mereka saat ini masih melakukan pendalaman mengenai Dinga Dinga dengan lebih menyeluruh.

Namun, beberapa pakar kesehatan dunia yang melihat penyakit Dinga Dinga menyebut gejalanya mengingatkan mereka pada wabah 'Dancing Plague' yang terjadi di Strasbourg, Prancis, sekitar tahun 1518.

Pada saat itu, ribuan orang di sana tiba-tiba menari tanpa henti. Mereka seperti kehilangan kontrol pada tubuhnya sendiri. Akibatnya, banyak di antara mereka tumbang akibat kelekahan menari, bahkan tak sedikit yang juga berakhir meninggal dunia.

'Dancing Plague' sendiri hingga saat ini masih memicu berbagai pedebatan di kalangan ilmuwan. Ada yang menyebut penyebabnya dalah mass hysteria atau histeria massa. Ada yang menyebutnya karena keracunan makanan. Ada juga yang mencurigai akibat virus.

Namun, belum ada penelitian atau bukti ilmiah yang kuat untuk menyatakan apa yang sebenarnya terjadi pada para penderita Dinga Dinga, begitu juga keterkaitannya dengan wabah 'Dancing Plague' di Prancis.

Penyakit Dinga Dinga sebenarnya telah terdeteksi ada di Uganda sejak setahun lalu. Namun, karena penyebarannya belum masif, belum ada investigasi mendalam mengenai penyakit tersebut dan dampaknya.gu

 

Editor : Redaksi

Berita Terbaru