Penasihat Hukum Effendi Pudjihartono Siapkan Bukti dan Saksi Bahwa Klienya Tidak Bersalah

SURABAYA (Realita)- Dibyo Aries Sandi penasihat hukum Effendi Pudjihartono, Komisaris CV Kraton Resto Group akan menunjukkan bukti-bukti yang menguatkan klienya tidak bersalah dalam perkara dugaan keterangan palsu dalam akta otentik. Dibyo salah satu penasihat hukum mengatakan, beberapa bukti dan saksi akan dihadirkan pada persidangan pekan depan. 

"Kami sudah siapakan bukti-bukti dan saksi yang akan kami hadirkan pada sidang senin besok"ucapnya.

Baca Juga: Jelang Putusan Perkara Pemalsuan Akta Otentik, Diduga Ada Aksi Intervensi PN Surabaya 

Saat disinggung terkait siapa yang memulai kerjasama bisnis tersebut, Dibyo belum bisa menjelaskan secara detail. Namun dirinya berjanji akan membukanya lewat persidangan. "Nanti akan kami beberkan semuanya"ucapnya, saat dikonfirmasi melalui telp selulernya, Kamis (30/1/2025). 

Untuk diketahui, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Siska  menjelaskan, pada 2017 terdakwa Effendi mendapatkan hak sewa atas lahan milik Kodam V/Brawijaya berdasarkan Perjanjian Sewa Pemanfaatan Aset TNI AD dengan Pangdam V/Brawijaya. Perjanjian ini mengatur bahwa pemanfaatan lahan akan berlangsung selama 30 tahun, namun dibagi ke dalam enam periode, masing-masing berdurasi lima tahun.

Setiap periode harus diperbarui melalui proses evaluasi dan persetujuan oleh Kodam V/Brawijaya serta Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Periode pertama berlangsung dari 28 September 2017 hingga 28 September 2022, dengan perjanjian sewa nomor SPK/05/XI/2017 yang telah disetujui KPKNL pada November 2017.

Baca Juga: Terdakwa Pemalsuan Akta Otentik Ditangguhkan, Alex: Saya Khawatir Ada Mafia Tanah Merambah ke Hakim

Namun sebelum periode pertama berakhir, pada Agustus 2022 terdakwa Effendi mewakili CV Kraton Resto Grup mengajukan permohonan perpanjangan untuk periode kedua. Akan tetapi proses perpanjangan tidak disetujui oleh Kodam V/Brawijaya, yang kemudian mengeluarkan surat resmi pada Mei 2023 menyatakan bahwa terdakwa Effendi tidak lagi memiliki hak atas lahan tersebut. Meski demikian, sekitar Juli 2022, terdakwa Effendi menyampaikan kepada Ellen Sulityo bahwa dirinya masih memiliki hak pengelolaan lahan hingga tahun 2047.

Kpu penetapan dalam

Terdakwa Effendi mengajak Ellen untuk bekerja sama membuka restoran Sangria by Pianoza di lokasi tersebut. Pada 27 Juli 2022, keduanya menandatangani Akta Perjanjian Pengelolaan di hadapan Notaris Ferry Gunawan. Dalam akta tersebut, terdakwa Effendi mengklaim dirinya sebagai Direktur CV Kraton Resto Group yang memiliki hak sewa atas lahan selama 30 tahun tanpa menjelaskan bahwa perjanjian sewa harus diperbarui setiap lima tahun,” bebernya.

Usai menandatangani akta perjanjian pengelolaan, kemudian korban mengeluarkan biaya sebesar Rp 998 juta, dengan rincian Rp 330 juta ditransfer langsung ke terdakwa Effendi, biaya renovasi Rp 353 juta, dan biaya operasional pembukaan restoran sebesar Rp 314 juta. Namun pada 12 Mei 2023, restoran tersebut tidak dapat beroperasi karena Kodam V/Brawijaya menyatakan bahwa lahan tersebut telah dikembalikan kepada negara. 

Baca Juga: Usai Digeledah Polda Jatim, Manajemen Tegaskan Gedung Grha Wismilak Dibeli Secara Sah

JPU dari Kejari Surabaya ini menjelaskan bahwa apa yang disampaikan terdakwa Effendi kepada Ellen yang dituangkan dalam Akta Nomor 12 tanggal 27 Juli 2022 tentang Akta Perjanjian Pengelolaan tidak sesuai dengan fakta. Terdakwa Effendi selaku Direktur CV Kraton Resto Group menguasai lahan tersebut selama 30 tahun adalah keterengan tidak benar atau palsu, karena faktanya terdakwa Effendi adalah selaku Komisaris CV Kraton Resto Group dan hanya berhak untuk menyewa lahan tersebut sampai dengan bulan November 2022. Terdakwa Effendi tidak pernah menyampaikan fakta yang sebenarnya kepada Ellen jika perjanjian sewa selama 30 tahun tersebut ada periodesasinya setiap 5 tahun dan setiap periode harus ada perjanjian tersendiri. 

Akibat perbutan terdakwa Effendi, Ellen mengalami kerugian sebesar Rp 998 juta. Lerbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 266 ayat (1) KUHP dan pasal 378 KUHP.yudhi

Editor : Redaksi

Berita Terbaru