Saksi Ungkap Ada Perbedaan Luasan Bangunan Kondotel The Eden Kuta

SURABAYA (Realita)- Sidang undang-undang konsumen dengan terdakwa Stephanus Setyabudi, Direktur PT Papan Utama Indonesia kembali digelar dengan agenda keterangan saksi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (17/11/2021). Dalam persidangan terungkap ada perbedaan bangunan Kondotel The Eden Kuta.

Dihadapan majelis hakim yang diketuai hakim Suparno, Jaksa Penuntut Umum (JPU)  Ni Made Sri Astri Utami menghadirkan tiga saksi antaranya Suryandaru sebagai saksi pelapor, Tommy Sugianto dan Lie Anto Yoga.

Baca Juga: Ronald Tannur Anak Anggota DPR RI yang Aniaya Pacarnya Hingga Tewas Segera Diadili

Meski diperiksa satu persatu, namun tiga orang saksi tersebut mengatakan bahwa ada luasan bangunan yang tidak sesuai antara di brosur dengan yang tertera di sertifikat maupun Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB).

Saksi pertama yang mengungkap adanya perbedaan luas bangunan antara yang tertera di brosur dengan yang di PPJB atau sertifikat yang lain adalah Tommy Sugianto.

Diawal kesaksiannya, sebelum menceritakan luasan bangunan yang ia terima, Tommy Sugianto mengatakan, awalnya tidak tertarik untuk membeli kondotel yang ditawarkan tim marketing saat itu.

"Awalnya, saya tidak tertarik untuk membeli kondotel The Eden Kuta. Waktu itu, saya bersama keluarga sedang jalan-jalan di Galaxy Mall dan melihat ada pameran property disana," ujar Tommy.

Saya, lanjut Tommy, mulai tertarik untuk membeli kondotel The Eden Kuta, karena presentasi salah satu marketing. Dan marketing itu menjelaskan tentang adanya pasive income jika membeli property Kondotel The Eden Kuta.

"Lalu, siapa yang melayani anda waktu itu? Apakah orang yang menjelaskan ke anda tersebut anak buah atau karyawan terdakwa Stepanus?," tanya hakim Suparno.

Tommy Sugianto pun menjawab bukan. Masih menurut kesaksian Tommy, marketing itu juga menjelaskan Return On Investment (ROI).

"ROI yang ditawarkan ke saya jika membeli kondotel The Eden Kuta sebesar 9 persen sampai 10 persen. Bahkan, bisa mencapai 12 persen setahunnya," ungkap Tommy dipersidangan.

Bukan hanya ROI dan keuntungan yang dirasakan jika membeli kondotel. Pada persidangan ini, Tommy juga bercerita, bahwa para pembeli akan mendapatkan luasan bangunan yang sesuai dengan nilai investasi yang akan dikeluarkan.

Lalu, berapa luas bangunan yang ia terima jika membeli kondotel The Eden Kuta? Lebih lanjut Tommy menjelaskan, bahwa luas bangunan yang ia peroleh adalah 30 M².

"Waktu itu, luas bangunan yang saya dapat adalah 30 M². Harga yang saya bayarkan Rp. 670 juta. Pembelian dilakukan April. Karena saya membeli secara kredit, maka harga berubah menjadi Rp. 900 juta," kata Tommy.

Ketika menerima sertifikat, sambung Tommy, baru saya tahu jika luas bangunan 25,8 M². Saat saya mendapatkan luasan 25,8 M², hal ini kami tanyakan ke para pembeli yang lain dan para pembeli juga mendapatkan luasan yang sama yaitu 25,8 M².

Erentua Damanik, salah satu hakim anggota yang ikut memeriksa dan memutus perkara ini kemudian bertanya ke saksi, apakah saksi pernah melakukan penghitungan ulang dengan luasan yang hanya 25,8 M²? Atas pertanyaan ini, Tommy pun menjawab tidak pernah.

Luas bangunan yang hanya 25,8 M² juga dibenarkan Lie Anto Yoga. Dalam kesaksiannya, Lie Anto Yoga yang hanya diperiksa tak lebih dari 10 menit ini menuturkan, di brosur tertera luas bangunan ± 30 M².

Baca Juga: Hie Khie Sin Serahkan Bukti Tambahan ke KY Atas Dugaan Kode Etik Hakim Niaga Surabaya

"Namun, PPJB yang tertera 25,8 M². Untuk kondetel yang saya beli tipenya Duluxe Standart seharga Rp. 750 juta. Pembayaran dilakukan secara tunai," ungkap Lie Anto Yoga. 

Dalam persidangan ini, saksi Lie Anto Yoga juga menjelaskan tentang keuntungan yang ia dapatkan selama enam tahun sejak 2013.

"Keuntungan yang sudah saya rasakan sejak 2013 sebesar Rp. 22 juta pertahunnya. Namun, sejak 2020 sampai sekarang, saya belum menikmati keuntungan sepeserpun," terang Lie Anto.

Meski tidak menghadiri persidangan secara langsung, Suryandaru juga mengungkapkan adanya perbedaan luas bangunan kondotel The Eden Kuta, antara dibrosur dengan surat permintaan pembelian unit.

Suryandaru yang dimintai keterangan melalui video call mengaku bahwa dibrosur luasnya 30 M² namun ketika dalam sertifikat yang ia terima luasnya menjadi 25,8 M².

"Tahun 2010, saya membeli unit kondotel dengan harga Rp. 692 juta. Pembelian unit secara diangsur. Unit yang saya beli 2375," ungkap Suryandaru melalui saluran video call.

Sejak Mei 2017, lanjut Suryandaru, keuntungan pertahun yang sudah dirasakan sebesar Rp. 23 juta. Dan dalam surat pemesan atas nama Suryandaru, luas bangunan yang tertera adalah ± 30 M².

Ada hal menarik yang terungkap dipersidangan. Brosur tentang unit kondotel The Eden Kuta yang ada pada Jaksa Ni Made Sri Astri Utami dan dijadikan barang bukti, dengan brosur unit yang dipegang Nurmawan Wahyudi dan Maulina Nurlaily selaku penasehat hukum terdakwa Stepanus Setyabudi berbeda.

Baca Juga: Hadi Prawiro Tjandra, Pengusaha Minyak Goreng Tak ber-SNI Dituntut 5 Bulan Penjara

Brosur unit kondotel yang ada pada penuntut umum dan dijadikan barang bukti tertera bahwa luas bangunan adalah 30 M² sedangkan dibrosur yang ada pada tim penasehat hukum terdakwa Stepanus Setyabudi adalah ± 30 M².

Selain itu, pada persidangan ini, Nurmawan Wahyudi salah satu penasehat hukum terdakwa Stepanus Setyabudi mengajukan permohonan pengalihan penahanan untuk terdakwa. Adapun yang menjadi alasan penasehat hukum terdakwa ke majelis hakim adalah bahwa terdakwa Stepanus Setyabudi mempunyai penyakit jantung koroner.

Dalam perkara ini, terdakwa sebagai Direktur dari PT Papan Utama Indonesia mulai mengerjakan proyek pembangunan kondotel The Eden Kuta di Kuta, Badung, Bali pada 2009.

Setelah masterplan pembangunan siap, kemudian PT Papan Utama Indonesia mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang telah disetujui dan diterbitkan oleh Dinas Cipta Karya pada Desember 2009.

Setelah IMB terbit, PT Papan Utama Indonesia menggandeng PT Prambanan Dwipaka untuk proses pembangunan kondotel The Eden Kuta. Pembangunan disesuaikan dengan masterplan dengan beberapa tipe diantaranya, Deluxe Studio seluas 30 meter persegi, Executive Studio seluas 45 meter persegi, dan Suite Room seluas 60 meter persegi.

Namun saat terdakwa mempromosikan penjualan unit kondotel, konsep brosur dibuat seakan-memiliki luas yang sebenarnya.

Setelah melihat brosur tersebut, para saksi membeli unit kondotel The Eden Kuta dengan tipe Deluxe Studio. Namun saat saksi mengukur luas unit kondotel tersebut diketahui bahwa luas tidak sesuai seperti yang tertera pada brosur yaitu seluas 30 meter persegi.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 8 ayat (1) huruf f jo Pasal 62 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.ys

Editor : Redaksi

Berita Terbaru