Wartawati yang Ditembak Mati Pasukan Israel, ternyata Warga Amerika Serikat

GAZA– Shireen Abu Akleh, jurnalis Al Jazeera, tewas setelah ditembak pasukan Israel saat meliput di kawasan Tepi Barat, Palestina, pada 11 Mei 2022.

Shireen Abu Akleh merupakan warga Amerika Serikat (AS) keturunan Palestina.

Baca Juga: Kameramen TV Jadi Korban Kekerasan saat Liput Sidang Vonis SYL

Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Ned Price, mengutuk keras aksi brutal Israel terhadap warganya.

Dia menyerukan penyelidikan mendalam atas peristiwa yang menewaskan Shireen Abu Akleh.

Direktur Eksekutif Kampanye AS untuk Hak Palestina, Ahmad Abuznaid, mengingatkan bahwa penyelidikan akan menjadi sia-sia jika dilakukan oleh pihak Israel.

“Anda tidak dapat meminta Israel untuk menyelidiki diri mereka sendiri ketika mereka telah melanggar hak asasi manusia selama lebih dari 70 tahun dan mengharapkan mereka untuk mendapatkan hasil berbeda dari yang telah mereka capai selama beberapa dekade ini,” kata Abuznaid melansir Al Jazeera.

Abuznaid menyoroti tindakan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang diperlihatkan Israel ke dunia.

Baca Juga: Turki Melarang Pesawat Israel Isi Bahan Bakar, meski Dalam Situasi Darurat

“Ini adalah kekejaman yang telah disaksikan oleh masyarakat internasional berkali-kali, baik direkam secara langsung atau tidak. Kami belum pernah melihat pertanggungjawabannya,” kata Abuznaid.

Cilegon dalam

Sebelumnya, Ned Price menilai Israel mampu melakukan penyelidikan mendalam terhadap kematian Shireen Abu Akleh.

 

Pernyataan tersebut membuat geram banyak pihak karena Israel dianggap tidak akan memberikan hasil penyeledikan yang akuntabel.

Baca Juga: Ancam Kebebasan Pers, IJTI Surabaya Tolak Pasal-Pasal Bermasalah RUU Penyiaran

Hal itu terbukti dari peristiwa penembakan Shireen Abu Akleh, pemerintah Israel justru menyalahkan pasukan Palestina.

"Rekam jejak dan perilaku Israel selama ini telah menunjukkan bahwa mereka tidak dapat dipercaya untuk menyelidiki kejahatan perangnya dan pelanggaran hak asasi manusia,” kata Direktur Legal Komite Anti Diskriminasi Amerika-Arab.

Untuk itu, banyak pihak yang menuntut dilakukan penyelidikan independen tanpa melibatkan Israel.pik

Editor : Redaksi

Berita Terbaru