Terdakwa Penggelapan Rp11 M Mangkir lagi, LQ Indonesia Lawfirm Tanyakan Kinerja Jaksa

JAKARTA (Realita)- Sidang perkara tindak pidana penggelapan dalam jabatan dengan terdakwa kakak-adik Muhammad Alwi dan Junaidi Hasan, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (21/7/2022). 

Agenda sidang yang dipimpin oleh hakim Ardi itu, sedianya untuk pembacaan putusan sela. Namun ternyata terdakwa Muhammad Alwi kembali tidak hadir di persidangan dengan alasan sakit. 

Baca Juga: Fanty Liliastutie dan Andi Saputra Mantan Pegawai Bank BSI Divonis 3 Tahun Penjara

"Padahal, dalam persidangan satu minggu sebelumnya, majelis hakim telah memperingatkan jaksa penuntut umum untuk lebih proaktif dan melakukan pemeriksaan ulang terhadap terdakwa M. Alwi, guna mendapatkan kepastian terkait kondisi terdakwa tersebut," ujar kuasa hukum korban atau pelapor Ali Surjadi, Saddan Sitorus, dari LQ Indonesia Lawfirm, Jumat (22/7/2022). 

Sementara Ali Surjadi, menyatakan dirinya sangat kecewa terhadap proses penanganan perkara ini. 

"Saya melihat banyak sekali kejanggalan, khususnya terkait tindakan jaksa penuntut umum dalam menanggapi keterangan bahwa terdakwa M. Alwi sakit," kata Ali. 

Menurut Ali, penasihat hukum dan timnya sebelumnya telah mendapatkan beberapa video terdakwa tengah beraktivitas sehari-hari, tanpa terlihat seperti orang yang sedang sakit. Kondisi ini yang dinilainya janggal. 

"Hal ini membuat saya merasa yakin bahwa terdakwa ini diduga penuh intrik dan akal-akalan semata-mata untuk menghindari persidangan," jelas Ali. 

Menurut Saddan, pihaknya telah melakukan upaya verifikasi dan klarifikasi terhadap dokter yang menerbitkan surat keterangan sakit terdakwa M. Alwi. Namun upayanya tak membuahkan hasil. 

"Jadi kami dari LQ Indonesia Lawfirm selaku penasihat hukum Pak Ali Surjadi kemarin sudah mengajukan permohonan audiensi terhadap dr. Silvi, selaku dokter yang menerbitkan surat keterangan sakit ini, tapi sayangnya begitu kami tiba di RS Pusat Otak Nasional pada tanggal yang telah disepakati sebelumhya, yang bersangkutan malah tidak bersedia untuk menemui kami, dengan berbagai macam alasan yang tidak jelas," papar Saddan. 

"Kami bahkan merasa seolah dibenturkan dengan petugas keamanan dari rumah sakit tersebut. Padahal kami datang dengan itikad dan niat baik, hanya sebatas untuk melakukan konfirmasi. Tapi responsnya mereka sangat tidak kooperatif," imbuhnya. 

Baca Juga: Kasus Penipuan dan Penggelapan, IRT di Pringsewu Ditangkap Polisi

Karena tidak mendapatkan keterangan yang pasti terkait surat keterangan sakit tersebut, pengurus LQ Indonesia Lawfirm cabang Jakarta Pusat ini lantas menuding bahwa dokter tak berkenan menemui dirinya, lantaran diduga takut dan merasa bersalah.

"Dalam surat keterangan sakit yang selama ini digunakan oleh terdakwa M. Alwi, dokter menyebutkan bahwa pada bulan April 2022, M. Alwi berada dipenjara. Padahal dari informasi penahanan sebagaimana yang termuat di dalam surat dakwaan, penuntut umum tidak melakukan penahanan," kata Saddan. 

"Ini kan aneh, profesi yang memerlukan ketelitian kok bisa menguraikan keterangan yang tidak sesuai dengan faktanya seperti ini, sehingga cukup beralasan bagi kamu menduga bahwa dokter yang bersangkutan telah membuat surat palsu," sambungnya. 

Diketahui, perkara ini berawal ketika para terdakwa M. Alwi dan Junaidi Hasan yang merupakan saudara kandung pelapor, ditunjuk sebagai pelaksana di perusahaan milik Ali sejak tahun 2018. Namun, kondisi perusahaan setelahnya malah mengalami kerugian hingga Rp11 miliar. Karena diduga ada penggelapan, laporan ke polisi pun dibuat. 

Sementara, penasihat hukum korban lainnya, Jaka Maulana, berharap agar proses persidangan bisa berjalan sebagaimana mestinya dan prosedural. 

Baca Juga: Fanty Liliastutie dan Andi Saputra Pegawai BSI Saling Ungkap Kejahatanya

"Prinsipnya kami selaku kuasa hukum korban hanya menginginkan agar melalui persidangan ini, keadilan dan kepastian hukum bagi klien kami dapat segera terwujud. Para terdakwa harus berani mempertanggungjawabkan perbuatannya," ujarnya. 

"Jaksanya juga sudah berkali-kali kami adukan, tapi seolah masih santai aja, padahal penuntut umum ini kan pengendali perkara pidana di pengadilan. Jadi kalau dia adem-adem saja dan terima mentah-mentah alasan sakit yang disampaikan oleh terdakwa, bagaimana kita bisa tahu secara pasti apakah terdakwa ini memang benar menderita sakit atau hanya berpura-pura sakit," sambung Jaka.

Lebih lanjut, Jaka mengajak masyarakat untuk turut terlibat mengawal perkara ini. 

"Siapa saja yang punya informasi terkait perkara ini atau mau dibantu sama kami, silakan hubungi kami di hotline 0818-0489-0999. Akan kami bantu semaksimal mungkin," tandas Jaka.kik

Editor : Redaksi

Berita Terbaru