Hakim Dede Suryaman Akui Terima Rp300 Juta Untuk Vonis Korupsi Jembatan Brawijaya

SURABAYA (Realita)- M Hamdan, panitera pengganti Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali menjalani sidang perkara suap di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (2/8/2022). Dalam sidang kali ini saksi mengaku pernah menerima uang Rp 300 juta untuk meringankan vonis.

Dihadapan majelis hakim Tongani Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan tiga hakim diantaranya; Dede Suryaman hakim di PN Jakarta Barat, hakim ad-hoc Pengadilan Tipikor Surabaya Emma Ellyani dan mantan hakim ad-hoc Pengadilan Tipikor Surabaya Kusdarwanto. Ketiga hakim tersebut diperiksa secara bergantian.

Baca Juga: Tiga Hakim PN Surabaya dan Satu Pengacara Ditangkap Kejaksaan Agung

Emma Ellyani yang diperiksa pertama kali mengaku mengenal terdakwa sebagai panitera pengganti PN Surabaya. Selama menyidangkan perkara korupsi, seingat Emma ada dua perkara korupsi yang disidangkan bersama terdakwa, salah satunya kasus korupsi proyek Jembatan Brawijaya Kediri dengan terdakwa mantan Wabup Kediri Samsul Ashar.

Saat itu, Emma dan Kusdarwanto ditunjuk sebagai anggota majelis hakim dan bertindak sebagai ketua majelis hakim yakni Dede Suryaman.

“Waktu itu saya hanya dikasih (surat) dakwaan, sudah ada nama-nama hakimnya, salah satunya saya,” kata Emma pada sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (2/8/2022).

Awalnya sidang perkara tersebut berjalan tanpa hambatan. Namun usai sidang tuntutan, terjadi perdebatan antara Emma dan Dede Suryaman.

“Keluar tuntutan terjadi perdebatan antara saya dan Pak Dede sebagai ketua majelis. Karena saat itu sama jaksa dikasih (dituntut) pasal 3 dengan tuntutan hukuman 12 tahun penjara. Pak Dede bilang ini jaksa tidak benar, karena seharusnya bebas,” ungkapnya.

Perdebatan yang terjadi di ruang kerja tersebut juga disaksikan oleh Kusdarwanto. Menurut Emma, bahkan saat itu Dede Suryaman sempat marah-marah.

“Kemudian Pak Kus (Kusdarwanto) bilang: ojo bebas toh pak (jangan dibebaskan). Saya bilang vonis 7 tahun, Pak Kus bilang vonis 4,5 tahun,” kata Emma.

Emma menolak menjatuhkan vonis bebas karena dirinya enggan berurusan dengan KPK dan Komisi Yudisial (KY).

“Kalau vonisnya jauh (dari tuntutan) nanti dipanggil KPK dan dipanggil KY. Tapi Pak Dede bilang sudah gak usah takut, saya sudah biasa dipanggil KY. Saya dibentak-bentak, saya sampe nangis,” kata Emma.

Saat jaksa KPK bertanya apakah dalam perkara korupsi jembatan Brawijaya Kediri ada pihak yang menjanjikan sesuatu kepada dirinya, Emma membantahnya.

“Gak ada yang menjanjikan sesuatu. Pak Hamdan atau Pak Dede bertemu dengan pihak yang berperkara saya juga tidak tahu,” jawabnya.

Keterangan Emma diperkuat keterangan Kusdarwanto. Saat diperiksa sebagai saksi, Kusdarwanto menyebut bahwa Dede Suryaman sampai menggebrak meja saat Emma memohon untuk memilih disentting opinion dalam menjatuhkan vonis korupsi jembatan Brawijaya Kediri.

“Pak Dede sampai gebrak meja, karena Bu Emma memohon-mohon minta disentting opinion,” katanya.

Ia juga menyebut tidak ada pembicaraan atau janji uang jelang sidang vonis. “Tidak ada,” jawab Kusdarwanto menjawab pertanyaan jaksa KPK.

Keterangan berbeda justru terungkap saat Dede Suryaman diperiksa sebagai saksi. Seingat Dede, dirinya pernah didatangai rekannya sesama hakim bernama Gunawan di PN Surabaya. Saat itu, Gunawan mengutarakan ada seseorang yang ingin menemuinya. Saat pertemuan itulah, Gunawan datang dengan membawa pengacara bernama Yuda.

Baca Juga: Polres Ngawi Tangkap AG Saat Menyiapkan Amplop Untuk Menangkan Salah Satu Capres

“Pak Dede minta bantuan ya, intinya diringankan (hukuman). Ini orangnya sakit Pak,” kata Dede menirukan ucapan Yuda saat itu.

Cilegon dalam

Saat ditanya siapakah Yuda, Dede menyebut Yuda merupakan teman dari kuasa hukum terdakwa Samsul Ashar.

“Yuda itu bukan pengacara yang bersidang, tapi kawannya pengacara terdakwa yang bersidang,” ungkapnya.

Dede mengaku, sebelum putusan Yuda memberikan ucapan terima kasih berupa uang Rp 300 juta kepada dirinya. Kemudian uang tersebut dibagi-bagikan.

“Pak Hamdan dapat Rp 10 juta. Kemudian masing-masing hakim dapat Rp 100 jutaan,” kata Dede.

Saat ditanya siapakah Yuda, Dede menyebut Yuda merupakan teman dari kuasa hukum terdakwa Samsul Ashar.

“Yuda itu bukan pengacara yang bersidang, tapi kawannya pengacara terdakwa yang bersidang,” ungkapnya.

Dede mengaku, sebelum putusan Yuda memberikan ucapan terima kasih berupa uang Rp 300 juta kepada dirinya. Kemudian uang tersebut dibagi-bagikan. “Pak Hamdan dapat Rp 10 juta. Kemudian masing-masing hakim dapat Rp 100 jutaan,” kata Dede.

Baca Juga: Puji Triasmoro Ditangkap KPK, Kajati Jatim Lantik Kajari Baru Bondowoso

Saat jaksa KPK mencecar Dede dengan membacakan BAP bahwa uang tersebut untuk keringanan hukuman, bukan sebagai ucapan terima kasih, Dede tak bisa mengelak. “Ya sebangsanya lah,” jawab Dede kepada jaksa KPK.

Setelah uang dibagikan, lanjut Dede, ada protes dari hakim anggota yang tidak puas atas jumlah pembagian uang. “Protes anggota kenapa segini. Kalau gak mau gak papa saya kembalikan. Ya pada intinya gak puas lah. Saya sampaikan juga minta diringankan aja,” bebernya.

Namun sebelum sidang putusan, hakim Dede memilih mengembalikan uang Rp 300 juta tersebut. Pasalnya, putusan perkara tersebut tidak bulat alias terjadi dissenting opinion.

“Saya serahkan uang di warung sebelah PN Surabaya namanya Dapur Mahkota, pengelolanya Iwan. Iwan yang tahu uangnya saya serahkan ke Yuda dalam dua kali,” ungkap Dede.

Usai sidang, Dede membantah keterangan Emma dan Kusdarwanto yang mengaku tidak pernah menerima atau membicarakan soal pemberian uang terkait perkara korupsi mantan Wabup Kediri Samsul Ashar.

“Bulshit itu. Dia (Emma) minta vonis 6 tahun itu karena apa? Sudah saya terangkan semua, mereka gak puas. Mereka curiga dengan saya disangka saya nilep uangnya,” kata Dede kepada wartawan.

Untuk diketahui, sidang perkara tindak pidana korupsi gratifikasi suap Hakim Pengadilan Negeri Surabaya nonaktif, Itong Isnaeni Hidayat digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Surabaya. Atas perkara ini, Itong tidak sendirian, ia pun didakwa bersama dengan M Hamdan; Panitera Pengganti, dan Hendro Kasiono; seorang pengacara, dalam berkas terpisah. Total suap yang diterima dalam perkara ini mencapai Rp545 juta.

Hakim Itong dan Panitera Pengganti M Hamdan pun dijerat dengan pasal berlapis. Diantaranya Itong Isnaeni dan Hamdan sebagai penerima suap didakwa pasal Kesatu: Pasal 12 huruf c UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Kedua: Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1.ys

Editor : Redaksi

Berita Terbaru