SURABAYA (Realita)- Sidang dugaan pemalsuab surat dengan terdakwa Feni Talim dan Notaris Edhi Susanto (berkas terpisah) digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (1/9/2022). Dalam sidang kali ini Edhi Susanto dimintai keterangan sebagai saksi.
Dihadapan majalis hakim yang diketuai hakim Suparno. Edhi Susanto menerangkan bahwa atas pergantian logo sertifikat yang awalnya berlogo bola dunia menjadi logo garuda, pelapor tidak mempermasalahkan.
Baca Juga: Perkara Notaris Edhi Susanto, Ronald Talaway; Banyak Kesalahan Dalam Penyidikan
"Pergantian itu saya lakukan pada bulan April dan diketuai oleh penjual dan pembeli,"kata Edhi.
Bahkan saat ditanya oleh majelis hakim, atas perubahan logo tersebut apakah pembeli merubah niatnya untuk tidak jadi membeli tanahnya, Edhi menjawab pembeli tidak merubah niatnya.
Atas keterangan Edhi Susanto ini, terdakwa Feni Talim tidak membantahnya. Namun Fani Talim justru memprotes isi BAP saat dirinya diperiksa di kepolisian dengan alasan dirinya saat di BAP mulai pagi hingga malam tidak didamping oleh kuasa hukumnya.
Atas hal protes tersebut, majelis hakim akhirnya memprintahkan jaksa penuntut umum agar menghadirkan penyidik dari polisi.
"JPU tolong hadirkan penyidik dalam persidangan Minggu depan,"kata hakim Suparno.
Terpisah, Ronal Talaway tim penasihat hukum terdakwa saat dikonfirmasi mengatakan bahwa keterangan saksi dan terdakwa menerangkan tidak ada protes maupun teguran atau somasi atas perubahan cover sertifikat dari penjual.
Baca Juga: Sidang Notaris Edhi Susanto, Ahli Pidana Sebut Pasal 263 Harus Ada Kerugian Nyata
"Itu khan jelas dapat disimpulkan surat kuasa yang disebut palsu oleh pelapor (Hardi) isinya justru sesuai dengan kehendak korban (Itawati) ,yaitu untuk memproses jual beli, jadi timbul justru pertanyaan jika benar-benar ingin menjual seharusnya tidak ada permasalahan disitu,"kata Ronald.
Selain itu, masih kata Ronald, ada uang muka dan pembayaran PBB yang telah dibayar pembeli.
"Uang muka kan diserahkan melalui klien saya sebagai notaris yang ditunjuk Bank Jtrust dan yang disepakati untuk mengurus oleh penjual maupun pembeli. Sehingga jika sertifikat diserahkan ya.. malah pembeli nanti yang mempermasalahkan dan minta pertanggungjawaban klien kami, dan kalau memang jual beli ingin terlaksana tidak perlu lah sertifikat diminta kembali, malah yang penting penjual (itawati) harus dihadirkan,"terangnya.
Untuk diketahui, dalam surat dakwaan dijelaskan, perkara ini berawal saat Hardi Kartoyo berniat menjual tiga bidang tanah dan bangunan kepada Tiono Satria Dharmawan pada 2017. Ketiga SHM atas nama Itawati Sidharta yang berlokasi di Kelurahan Rangkah, Kecamatan Tambaksari, Surabaya tersebut sesuai kesepakatan dijual dengan harga Rp 16 miliar.
Sesuai rencana, pembelian tanah tersebut akan dibiayai oleh Bank Jtrust Kertajaya. Atas kesepakatan tersebut, notaris Edhi Susanto kemudian ditunjuk untuk memfasilitasi proses jual-beli tersebut. Kemudian untuk realisasi pembiayaan tersebut diperlukan pembaharuan blanko SHM atas tanah yang dibeli.
Untuk memproses jual-beli antara Hardi Kartoyo dan Tiono Satrio, diperlukan sejumlah perubahan dalam perjanjian, diantaranya perubahan sampul sertifikat yang lama (gambar bola dunia) menjadi gambar Garuda. Untuk merubah tersebut perlu tanda tangan penjual yakni Hardi Kartoyo.
Kemudian sesuai dakwaan, notaris Edhi Susanto dituding telah memalsukan tanda tangan tersebut. Atas perbutannya, notaris Edhi Susanto didakwa pasal 263 ayat (1) KUHP.ys
Editor : Redaksi