Tanggapi Pleidoi Bentjok, Kejagung Diminta Tidak Tebang Pilih

JAKARTA (Realita) - Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad meminta Kejaksaan Agung tak mengabaikan pleidoi yang disampaikan terdakwa kasus Asabri Benny  Tjokrosaputro (Bentjok).

Dalam pleidoinya Direktur Utama PT Hanson International, Benny Tjokrosaputro (Bentjok) saat membacakan pleidoi atas kasus dugaan korupsi PT ASABRI pada Rabu (16/11). Bentjok menyebut masih ada pihak-pihak yang tidak tersentuh hukum padahal fakta persidangan mereka terlibat.

Baca Juga: Lagi, Aset Bentjok Rp 96 Miliar Disita Kejagung

"Periksa pihak-pihak yang diduga terlibat," ungkap Suparji kepada media, Juma't (18/11). 

Suparji menegaskan semua fakta hukum yang ada dalam persidangan menjadi petunjuk awal untuk mengembangkan kasus korupsi Asabri. Pihak-pihak yang terbukti menikmati hasil korupsi Asabri harus dimintai pertanggungjawaban hukum.

"Jika ada bukti keterlibatannya harus diminta pertanggungjawaban hukum," tegas Suparji.

Apalagi dalam kasus Asabri dan Jiwasraya modusnya tak jauh beda. Kemungkinan mereka yang terlibat kasus Jiwasraya, juga terlibat di Asabri, Apalagi pelakunya sama.

Diketahui dalam pleidoinya, Bentjok menuding Kejagung tak mengusut tuntas kasus PT ASABRI ini. Bentjok menduga masih ada pihak yang belum dihukum atas perkara tersebut. 

"Saya melalui kesempatan ini menyampaiakan uneg-uneg kepada yang mulia majelis hakim, bagaimana saya sudah dirugikan atas proses hukum yang tebang pilih yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan jaksa penuntut umum dalam perkara ini," kata Bentjok dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakpus. 

Bentjok menyinggung adanya pihak yang muncul berkali-kali dalam berita acara pemeriksaan (BAP) sekaligus disebutkan saksi-saksi. Pihak-pihak ini menurut Bentjok diduga telah merugikan keuangan PT Asabri namun tidak pernah dijadikan tersangka. 

"Terhadap pribadi dan instansi ini, jaksa penuntut umum juga cenderung duduk manis saja," ujar Bentjok. 

Walau demikian, Bentjok tak menyebut secara gamblang pihak mana yang dimaksudkannya itu. Sehingga, pernyataannya memang terkesan mencoba melemparkan tanggung jawab. 

Baca Juga: Nah Loh, Ada Sosok Pengusaha Diduga yang Kebal Hukum Dalam Megakorupsi Asabri

Namun berdasarkan  penelusuran, pihak yang dimaksud Bentjok bisa jadi adalah dua karib Heru Hidayat. Mereka adalah Piter Rasiman Direktur PT Himalaya Energi Perkasa  dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Dugaan keterlibatan mereka terungkap saat penyidik memeriksa Moudy Mangkey sebagai saksi. Moudy Mangkey diduga adalah asisten Piter. Moudy mengaku diperintahkan Piter untuk membantu terdakwa Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Dia juga menjalankan transaksi dengan PT ASABRI menggunakan akun rekening nasabah perusahaan maupun perorangan yang dibuka Piter Rasiman.

Dalam persidangan September 2021, sempat disinggung saksi keterlibatan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Keterlibatan Joko dalam kasus ASABRI terungkap saat jaksa penuntut umum memeriksa Direktur Utama PT Trimegah Skuritas Indonesia, Stephanus Turangan, sebagai saksi di persidangan. 

Baca Juga: Kejagung Sita 23 Aset Bentjok di Tangerang

Stephanus mengakui bahwa  Joko yang dinilai menjadi nasabah di Trimegah. Menurutnya, Joko membuka akun korporasi di Trimegah alih-alih akun perseorangan. Meski tidak mengungkap nama-nama perusahaan, Stephanus menyebut bahwa akun yang dibuka oleh Joko melakukan transaksi terkait investasi saham ASABRI.

Piter Rasiman dan Joko Hartono Tirto adalah terpidana kasus Jiwasraya. Keduanya terbukti melakukan korupsi dan saat ini sedang menjalani hukuman berdasar kekuatan hukum tetap kasasi MA masing-masing 20 tahun penjara. 

Namun keduanya lolos dari jeratan kasus Asabri. Padahal peran keduanya tak jauh beda dengan di Jiwasraya. Keduanya sama-sama ikut serta Heru Hidayat.

Tak heran jika dalam pleidoinya Bentjok menuding JPU tebang pilih. Sebabnya keduanya tak dijadikan tersangka.

"Perlu pengembangan perkara melalui penyidikan intensif, memeriksa pihak-pihak yang terlibat. Jika ada bukti keterlibatannya (Piter dan Joko) harus diminta pertanggungjawan hukum," kata Suparji. hrd

Editor : Redaksi

Berita Terbaru