JAKARTA (Realita) - Penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Kepulauan Riau (Kepri) dilaporkan ke Kepala Biro Pengamanan Internal (Karopaminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terkait dugaan penyembunyian barang bukti kasus penggelapan besi tua.
Penyidik Briptu Jefri R Simanjuntak dan Ipda Ridho Lubis dilaporkan oleh Dedy Supriadi dan anaknya Dwi Buddy Santoso, melalui kuasa hukumnya, Mahatma Mahardhika, SH.
Baca Juga: Bos Mafia Tersadis di Italia, Ditangkap setelah Buron 30 Tahun
Dedy Supriadi dan Dwi Buddy Santoso merupakan korban praktek mafia hukum, Pengadilan Negeri Batam diduga telah merekayasa pidana penggelapan, sebagaimana yang dimaksud pasal 372 KUHP atas laporan Minggu Sumarsono, kuasa hukum Kasidi alias Ahok, seorang pedagang besi tua di Batam, yang dikenal dekat dengan seluruh aparat penegak hukum di wilayah Kepri.
“Saya ingin pengaduan ini diproses sesuai ketentuan hukum untuk mencegah terjadinya kembali peradilan sesat yang menelan korban orang-orang yang tidak bersalah khususnya di wilayah hukum Kepulauan Riau dan Batam. Cukup saya dan kawan-kawan yang menjadi korban praktek mafia hukum yang dilakukan secara sistemik, vulgar, dan sempurna karena melibatkan penyidik, JPU dan Hakim. Mirip sebuah orkestra,” ungkap Dedy Supriadi usai menyampaikan laporan di Mabes Polri Jakarta, Senin (31/05).
Kejadian ini berawal dari, Direktur PT Karya Sumber Daya, Kasidi alias Ahok mengkonstruksikan laporan yang diduga palsu telah dirugikan sebesar Rp. 3,6 milyar akibat Dedy Supriadi dan Dwi Buddy Santoso menggelapkan barang, berupa besi scrap seberat 125 ton dan tembaga 60 ton (yang diakui milik Kasidi alias Ahok), yang dibeli dari Mohamad Jasa bin Abdulah, Direktur Jasid Shipyard (M) SDN, BHD.
Padahal pada kenyataannya, besi scrap seberat 125 ton dan tembaga 60 ton bukanlah milik Kasidi alias Ahok, melainkan milik Mohamad Jasa bin Abdullah yang berada di Gudang PT Ecogreen Oleochemicals, yang disewa oleh Mohamad Jasa bin Abdullah berdasarkan bukti berupa dokumen Contract Agreement No. 001/PTEO/2019 tertanggal 07 Januari 2019, yang telah diserahkan kepada penyidik pada saat pemeriksaan.
Namun, diduga oleh penyidik Briptu Jefri R Simanjuntak, keterangan mengenai fakta tersebut tidak dimasukan kedalam BAP dan bukti berupa dokumen Contract Agreement No. 001/PTEO/2019 tertanggal 07 Januari 2019 dihilangkan dalam berkas perkara.
“Besi scrap crane seberat 125 ton dan tembaga 60 ton bukanlah miik Kasidi alias Ahok maka itu sebabnya tidak pernah disita penyidik untuk djadikan barang bukti dalam perkara guna menguatkan tindak pidana yang dipersangkakan, dan tidak ada kaitannya dengan saya,” ujarnya.
Baca Juga: Kabareskrim Polri Diduga Jadi Korban Konspirasi Ala Sambo
Pada tanggal 26 Agustus 2018, Kasidi alias Ahok telah menandatangani Sales Agrement Nomor: 035/KSD-BTM/VIII/2018 pada tanggal 26 Agustus 2018, dengan Jasid Shipyard & Engineering dalam hal ini Mohamad Jasa bin Abdullah, tentang pembelian scrap seberat 3.688 Tons, dengan pola timbang bayar.
Artinya setelah ditimbang baru dilakukan pembayaran. Dalam perjalanan, pada tanggal 23 Mei 2019, Kasidi alias Ahok mengklaim kepada Mohamad Jasa bin Abdullah atas permasalahan besi scrap seberat 125 ton dan tembaga 60 ton.
“Mohamad Jasa bin Abdullah berhak menjual besi 125 ron dan 60 ron tembaga kepada pihak lain dalam hal ini dengan memerintahan menjual kepada saya dan hal ini bukanlah merupakan perbuatan melawan hukum sekalipun Mohamad Jasa bin Abdullah sudah terikat jual beli dengan Kasidi alias Ahok karena perikatan jual beli yang ditandatangani untuk barang yang berbeda” katanya.
Pelapor juga menduga Hand Phone yang berisi percakapan jual beli besi scrap 100 ton dengan harga Rp 4500 per kg, tidak disita oleh Penyidik.
Baca Juga: Buron 6 Tahun, MafIa Tanah Handoko Lie Menyerahkan Diri ke Kejagung
“Barang bukti berupa HP merk Samsung J3 Pro milik Saw Tun alias Alam tersebut disembunyikan oleh penyidik pembantu Jefri Simanjuntak. Perbuatan ini diduga dilakukan untuk mendukung rekayasa dan konstruksi persangkaan pidana penggelapan yang tengah dibangun,” ujar Dedy lagi.
Penyidik mengakui kepada Wadir Reskrimum Polda Kepri AKBP Ruslan Abdul Rasyid, S.I.K, MH, bahwa lalai HP tersebut dijadikan barang bukti dalam proses penyelidikan LP-B/34/V/2019/SPKT-Kepri tanggal 02 Mei 2019, yang dilakukan Dedi Supriadi dkk maka unsur pasal 372 KUHP dan/atau pasal 363 KUHP tidak akan terbukti. Dan penambahan pasal 363 KUHP dirumuskan di ruang kerja mantan Waka Polda Kepri Brigjen Yan Fitri, tanpa melalui mekanisme gelara perkara.
Fatalnya menurut Mahatma Mahardhika, SH akibat disembunyikannya 3 barang bukti penting yang bersifat menentukan, pada saat penyidikan dalam Laporan Polisi Nomor: LP-B/34/V/2019/SKPT-Kepri tanggal 02 Mei 2019, yang dilakukan oleh Briptu Jefri R Simanjuntak tersebut, telah menyebabkan Kliennya Dedy Supriadi dan Dwi Buddy Santoso dituntut, diadili dan ditahan selama 2 tahun, atas perbuatan yang tidak pernah dilakukannya melalui proses hukum yang tidak adil. hrd
Editor : Redaksi