Diduga Pungli Ratusan Juta Rupiah, Kades Sidomukti: Itu Ceritanya Panjang

LAMONGAN (Realita) - Kepala Desa Sidomukti, Kecamatan/ Kabupaten Lamongan, Edi Suyanto, menepis dugaan Pungutan Liar (Pungli) senilai ratusan juta rupiah yang diduga dilakukan oleh oknum pemerintahan di desanya. 

Melalui pesan WhatsApp, ia mengatakan jika permintaan uang sebesar 210 juta rupiah dalam proses jual beli tanah warga di desanya kepada salah satu developer di Lamongan, tidak pernah dilakukan. Namun saat ditanya terkait pesan WhatsApp yang menjadi salah satu bukti pungutan tersebut, dirinya masih enggan menjelaskannya. 

Baca Juga: Usai Kades, 5 Kasun Sawoo Nyusul Jadi Tersangka Kasus Pungli PTSL Ponorogo

"Tidak benar. Pemdes (Pemerintah Desa) tidak pernah meminta uang dalam proses jual beli itu," kata Edy Suyanto, saat dikonfirmasi realita.co melalui pesan WhatsApp nya. Minggu (02/04/2023). 

"Itu ceritanya panjang mulai tahun 2020 an. Maaf, tidak mungkin saya cerita panjang lebar disini. Tapi saya tidak pernah minta uang dalam proses ini. Terlalu panjang ceritanya," terusnya. 

Pernyataan itu bertolak belakang dengan Sholahuddin Serba Bagus, selaku Kuasa Hukum Pihak Pembeli saat melaporkan dugaan pungli tersebut ke Mapolres Lamongan. Dalam laporan dijelaskan ada dugaan permintaan uang yang dilakukan oknum Pemerintahan Desa Sidomukti, inisial E-S, sebagai syarat kelengkapan pembuatan Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah. Selain itu juga disebutkan permintaan hasil penjualan tanah yang dianggap pemerintah desa sebagai tanah tanah tanpa pemilik. 

Baca Juga: Pungli PTSL, Kades Sawoo Ponorogo Jadi Tersangka

"Sebenarnya antara pemilik tanah dan klien saya sebagai pembeli tidak ada masalah apa-apa. Cuma terkait perpindahan kepemilikanya ada persyaratan yang harus dipenuhi melalui pemerintahan desa. Dan disitulah kami lihat ada persyaratan-persyaratan yang menurut kami kurang wajar, " kata Sholahudin Serba Bagus, saat melaporkan dugaan pungli tersebut ke Mapolres Lamongan, Sabtu (01/04/2023). 

Cilegon dalam

"Pada saat pengukuran bersama petugas BPN, dianggap oleh pemerintahan desa ada kelebihan tanah dan dianggap sebagai tanah tak bertuan (tanpa pemilik). Padahal tanah tersebut sudah lama dikuasai oleh pemilik tanah atau penjual. Sehingga apabila mau mensuratkan atau balik nama harus memenuhi persyaratan dengan pembayaran yang totalnya sampai 210 juta rupiah," lanjutnya. 

Upaya hukum tersebut diharapkan bisa membuka dan mengetahui siapa yang harus bertanggungjawab dalam praktek pungutan liar tersebut. "Kita serahkan proses ini pada penyidik. Kita tunggu siapa yang harus bertanggung jawab, " tandasnya. 

Baca Juga: 2 Perangkat Desa Jadi Tersangka Kasus Pungli PTSL di Ponorogo, Kejaksaan:Mereka Aktif

Sementara di tempat terpisah, Kepala Unit (Kanit III) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Lamongan, IPDA, M. Yusuf Efendi, mengatakan jika pihaknya masih akan mempelajari kasus tersebut untuk dilakukan proses hukum selanjutnya.

"Sementara masih kita proses. Karena laporan pengaduannya baru kemarin (01/04), " jawabnya saat dikonfirmasi realita.co melalui pesan WhatsApp nya.def

Editor : Redaksi

Berita Terbaru