SURABAYA (Realita)- Irjen Teddy Minahasa, mantan Kapolda Sumatera menjalani sidang dengan agenda pembacaan pledoi atau pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (13/4/2023). Pledoi Teddy diberi judul “Sebuah Industri Hukum dan Konspirasi’.
Dalam nota pledoinya setebal 78 halaman, Teddy mengaku kalau ada pihak-pihak yang sengaja membidiknya dengan tujuan untuk menjatuhkan dirinya lewat kasus narkoba.
Baca Juga: Tak Menyerah usai Banding Ditolak, Teddy Minahasa Ajukan Kasasi
"Dalam proses hukum yang saya alami ini terjadi banyak sekali kejanggalan dan un-procedural yang dilakukan sejak proses penyidikan dan penuntutan dengan memanfaatkan para terdakwa lainnya yang mengarah kepada sebuah konspirasi dan rekayasa untuk membunuh karakter saya, menghentikan karir saya, dan menghancurkan hidup serta masa depan saya,"ucap Teddy saat membacakan pledoinya.
Dalam kasus ini, ia mengaku belum pernah diperiksa sebagai saksi, namun tiba-tiba dirinya langsung ditetapkan sebagai tersangka.
"Hal ini mengesankan bahwasaya memang dibidik untuk dijatuhkan. Dan sekarang terbukti bukan hanya dijatuhkan, namun dibinasakan,"kata Teddy.
Tentang Kesaksian Linda Pujiastuti
Menurut Teddy, keterangan Linda Pujiastuti sebagai terdakwa maupun saksi, yang mengaku sebagai istri sirinya dan memiliki anak dari pernikahan tersebut, Teddy menyatakan hal itu sangat tidak benar. Pasalnya Linda beragam Kristen dan dirinya beragama Islam.
"Hal ini sangatlah tidak logis, Istilah Nikah Siri hanya ada dalam agama Islam. Terkait memiliki anak dari hasil pernikahan siri dengan saya, sangatlah mudah dibuktikan dengan tes DNA,"ucap Teddy.
Mengunjungi pabrik sabu ke Taiwan
Secara logika, lanjut Teddy, apakah mungkin seorang Polisi dari negara lain (Indonesia) mengunjungi pabrik sabu di Taiwan, dimana tempat tersebut merupakan sarang mafia.
"Pasti saya pulang tinggal nama dan jasad saya dibuang ke laut oleh mafia tersebut. Karena praktik mafia narkotika di negara manapun bersikap sangat kejam dan intoleran, serta sangat tertutup bagi siapapun,"terangnya.
35 Kg Sabu Telah Dimusnahkan
Masih kata Teddy, menurut laporan awal Dodi Prawiranegara bahwa pada tanggal 15 Mei 2022 telah melakukan penangkapan sabu sejumlah 43 kg dengan rincian sebagai berikut (terdapat pada alat bukti digital forensik); penangkapan di Padang Dua seberat 3 kg, di Lapas Pariaman seberat 4 kg, di rumah tersangka Fadhil 36 kg.
Kemudian pada tanggal 18 Mei 2022 Dodi Prawiranegara melaporkan kembali telah menangkap tersangka atas nama Jalu dengan BB seberat 1,5 kg. Sehingga dari total penangkapan yang dilaporkan adalah 44,5 kg sabu.
Namun pada tanggal 20 Mei 2022 Dodi Prawiranegara melaporkan hasil penimbangan seluruh BB sabu menjadi 39,5 kg, sehingga terjadi penyusutan seberat 5 kg, padahal belum terhitung dengan BB sabu dari 5 (lima) tersangka lainnya.
"Ini sangat tidak masuk akal. Oleh karenanya saya menguji atau menyindir Dodi Prawiranegara dengan cara mengirim chat WA pada tanggal 17 Mei 2022 dan 20 Mei 2022 tersebut. Selanjutnya saya tidak pernah lagi komunikasi dengan Dodi apalagi menanyakan laporan hasil perintah saya (kata Dodi Prawiranegara), karena memang tidak ada perintah tersebut. Dan Dodi Prawiranegara juga tidak pernah melaporkan apa-apa kepada saya,"terang Teddy.
Kemudian Dodi Prawiranegara membulatkan BB sabu seberat 39,5 kg tersebut menjadi 40 kg untuk kepentingan publikasi. Dari 40 kg BB sabu tersebut, sebanyak 35 kg telah dimusnahkan pada tanggal 15 Juni 2022 melalui mekanisme dan prosedur yang benar serta Berita Acara Pemusnahan (BAP) telah ditandatangani oleh pejabat terkait, antara lain Kapolres Bukittinggi, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Basung, Kajari Agam, tersangka Fadhil dan Roni Eka Saputra beserta penasihat hukumnya, dan beberapa penyidik yang namanya tertera pada BAP pemusnahan tersebut.
Acara pemusnahan juga dihadiri oleh Pejabat Utama Polda Sumatera Barat (Sumbar), Forkopimda Provinsi Sumbar, Forkopimda Kota Bukittinggi, Media Massa, serta hampir seluruh anggota Polri Bukittinggi.
Klaim terdakwa Dodi Prawiranegara dan Syamsul Maarif bahwa sabu 5 kg adalah hasil penyisihan dari BB sabu 35 kg yang dimusnahkan adalah sangat tidak benar dan belum pernah dibuktikan oleh penyidik.
Baca Juga: Hari Ini, Teddy Minahasa Divonis
Mengingat bahwa keterangan saksi penyidik dari Polres Bukittinggi 4 (empat) orang mengatakan dalam persidangan bahwa tidak ada penukaran sabu dengan tawas saat proses pemusnahan dan tidak ditemukan unsur tawas, yang dimusnahkan semuanya adalah sabu.
"Saya juga sampai saat-saat terakhir sebagai Kapolda Sumatera Barat juga tidak pernah mendapat laporan atau komplain dari internal atau eksternal tentang adanya peristiwa penukaran sabu dengan tawas di Polres Bukittinggi,"papar Teddy.
"Mengapa penyidik begitu mudah mempercayai keterangan tersangka Syamsul Maarif yang mengklaim telah melakukan penukaran BB sabu dengan tawas ?, sedangkan di sisi lain Syamsul Maarif mengatakan bahwa tawasnya dibeli secara online di Tokopedia, namun sampai detik ini saya tidak menemukan bukti pembelian tawas tersebut dalam berkas perkara,"imbuhnya.
5 Kg Menjadi Bukti di Persidangan
Dari total 40 kg BB sabu yang dilaporkan oleh Dodi Prawiranegara tersebut, setelah yang 35 kg dimusnahkan, kemudian yang 5 kg diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Agam dan Bukittinggi untuk barang bukti di persidangan dan sampel uji laboratorium.
"Sampai saat ini saya masih bingung, ini sabu yang ditangkap di Jakarta sejumlah 3,3 kg sabu yang mana lagi ?. Tadinya saya berpikir bahwa “jangan-jangan” yang diserahkan kepada jaksa bukan 5 kg. Karena Dodi Prawiranegara pernah menyampaikan kepada Kajari Agam (Rio Rizal) bahwa untuk BB sidang cukup 1% saja, artinya hanya 400 gram. Kemudian tim penasihat hukum saya berangkat ke Bukittinggi untuk menelusuri jumlah sabu yang diserahkan kepada Kejaksaan
Negeri Agam dan Bukittinggi. Dan hasilnya adalah benar bahwa sejumlah lebih kurang 5 kg sabu telah diterima oleh Kejaksaan Negeri Agam dan Bukittinggi sebagai Barang Bukti di persidangan dan untuk sampel uji laboratorium, yang jumlah totalnya menyusut menjadi 4,3 kg netto, dan berat brutonya 4,7 kg,"papar Teddy.
Jika mengikuti alur cerita di atas, kata Teddy, artinya BB sabu sejumlah 40 kg telah lengkap. Yakni 35 kg telah dimusnahkan dan 5 kg menjadi BB di persidangan dalam status penetapan penyitaan oleh Kejari Agam dan Kejari Bukittinggi.
Lalu, BB sabu 3,3 kg yang ditangkap di Jakarta ini sesungguhnya berasal dari mana ?.
Merujuk kepada keterangan Dodi Prawiranegara dan LindabPujiastuti bahwa mereka berdua bahkan bertiga dengan Syamsul Maarif menyatakan bahwa sabu 3,3 kg yang tersebut berasal dari hasil penyisihan BB sabu di Bukittinggi.
Baca Juga: Teddy Minahasa Berinisiatif Serahkan CCTV Rumahnya
"Namun, sampai dengan babak akhir persidangan ini Dodi Prawiranegara dan Linda Pujiastuti mengaku tidak pernah menyaksikan penukaran atau penyisihan sabu dengan tawas di Bukit Tinggi,"kata Teddy.
Saksi-saksi kunci pada saat acara pemusnahan tidak pernah diperiksa, seperti :
Pihak-pihak yang menandatangani Berita Acara Pemusnahan barang bukti. Para pejabat yang hadir pada acara pemusnahan barang bukti. Staf Kapolres yang mengetahui kedatangan Syamsul Maarif ke ruang kerja Kapolres. Karena menuju ke ruangan Kapolres, harus melalui ruang staf Kapolres.Beberapa saksi dari para jurnalis yang meliput. Dan lain-lain.
Berbagai fenomena yang saya uraikan di atas, saya mengutip definisi penyidikan dalam KUHAP pasal 1 angka ke 2, yakni “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.” Dengan kata lain bahwa proses penyidikan adalah suatu kegiatan penyidik untuk membuat terang suatu peristiwa pidana yang terjadi.
"Namun yang saya alami, justru oknum penyidik membuat masalah yang sudah terang menjadi gelap, karena ada beberapa fakta atau bukti yang tidak ditampilkan terutama alat bukti surat hasil laboratorium digital forensik, bahkan sebagian besar tidak ditampilkan (+/- 90% nya),"kata Teddy.
Diakhir pledoinya, Teddy menyampaikan satu hal yaitu bahwa sejak menjadi anggota Polri, dirinya menjadi tulang punggung bagi
kehidupan keluarganya, orang tua, dan mertua, serta menjadi donatur rutin di beberapa Yayasan Yatim Piatu dan Panti Asuhan.
Namun sejak terjadinya kasus ini dan kondisi dirinya dalam penahanan, ia merasakan seluruh hidupnya telah hancur, dan pasti berdampak terhadap kehidupan keluarganya, orang tuanya, dan mertuanya.
"Ini semua karena rekayasa dan konspirasi terhadap diri saya. Segala martabat dan kehormatan saya sudah mencabik-cabik oleh ganasnya pemberitaan media arus utama maupun oleh netizen serta buzzer yang digerakkan oleh para konspirator melalui sosial media. Saya dikatakan sebagai Jenderal sabu, sebagai pengedar sabu, sebagai sindikat narkotika, mafia narkotika, gembong narkoba, dan lain-lain,"pungkas Teddy.ys
Editor : Redaksi