SURABAYA (Realita)- Mantan wali kota Blitar, Samanhudi Anwar, terdakwa perampokan rumah dinas wali kota Blitar menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, (20/7/2023). Samanhudi menjalani sidang tersebut secara daring.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Basuki Wiryawan saat membacakan surat dakwaan menyatakan terdakwa Samanhudi dijerat dengan Pasal 365 juncto Pasal 56 dan 55 KUHP tentang Pencurian dan Kekerasan.
Baca Juga: Istri Pamer Rumah Mewah di TikTok, Sekeluarga Dirampok hingga Menewaskan Suami
JPU juga menyebutkan bahwa Samanhudi telah menjadi informan kepada sejumlah orang untuk merampok di rumah dinas Wali Kota Blitar Santoso.
Terdakwa Samanhudi membongkar rahasia-rahasia rumah dinas Wali Kota Santoso kepada komplotan rampok saat menjalani hukuman kasus korupsi di Lapas Sragen.
Saat itu terdakwa menceritakan bahwa di rumah dinas Santoso terdapat uang tunai sekitar Rp800 juta. Ditambah lagi, penjagaan di rumah tersebut sangat lemah.
"Informasi dari terdakwa (Samanhudi) kemudian digunakan kawanan perampok beraksi. Setelah mereka bebas dari Lapas Sragen mereka melakukan aksi pada 12 Desember 2022," urainya.
Baca Juga: WNA Rampok Mobil di Bali, Manfaatkan Kemacetan dan Ancam Korban dengan Pisau
Aksi perampokan itu dilakukan oleh 5 orang. Di antaranya Hermawan, Ali Jayadi, Oki Suryadi, Natan, dan satu orang lagi yang belum tertangkap ialah Huda. Perampokan tersebut berjalan mulus harta Santoso terkuras.
Akan tetapi, terdakwa Samanhudi diduga tidak menerima sepeserpun dari hasil perampokan tersebut. Dia hanya berperan sebagai informan. Belakangan terungkap motif terdakwa melakukan hal tersebut karena ingin membalas dendam kepada Santoso.
Sementara itu, Irfana Jawahirun Maulida penasihat hukum Samanhudi setelah mendengar amar dakwaan mengaku akan mengajukan eksepsi.
Baca Juga: Pria Berkaos Polantas Rampok BRI Link di Riau, Uang Rp 72 Juta Raib
Adapun sidang beragendakan pembacaan eksepsi bakal dilakukan pada 27 Juli. Hanya saja, dia masih enggan membocorkan isi pembelaan secara detail terhadap kliennya itu.
"Untuk pembelaan masih kami rahasiakan. Namun, salah satu yang kami inginkan ialah sidang harus berlangsung offline. Karena pertama pandemi Covid-19 sudah selesai. Kalau online kami khawatir sering ada gangguan jaringan. Seperti kadang putus-putus, ini dampaknya bisa mengganggu kebenaran materil," tandas Irfana.ys
Editor : Redaksi