Pendiri LSI Sebut Dinasti Politik Jokowi Hal Biasa Dalam Demokrasi

JAKARTA (Realita)- Setiap warga negara berhak untuk mengikuti pemilu dan terpilih sebagai pemimpin. Ketentuan itu berlaku untuk semua orang, baik untuk anak petani, buruh,anak menteri serta presiden.

Hal itu diungkapkan Denny JA selaku Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), dalam video yang diunggah di akun media sosial resminya,DennyJA_World, Sabtu, 30 September 2023.

Baca Juga: Survei LSI Denny Ja: 67,7 % Warga Ponorogo Inginkan Sugiri Jadi Bupati Kembali

Video tersebut adalah bagian dari serial Ekspresi Data yang diunggah di Facebook, Instagram, Twitter, Tik Tok, serta Youtube Denny JA. Ini adalah serial video yang durasinya hanya tiga menit dan berbasis data riset LSI  untuk aneka isu yang strategis, termasuk Pilpres 2024.

Denny mengatakan, ketentuan setiap warga negara berhak untuk ikut pemilu dan terpilih sebagai pemimpin juga diterapkan untuk keturunan seorang guru, seniman, ataupun gubernur, wali kota dan bupati. 

Menurut dirinya, menjadi  pemimpin melalui pemilu adalah hak asasi setiap warga negara. Prinsip inilah yang menjadi asal muasal lahirnya dinasti politik, bahkan di negara demokrasi paling modern sekalipun. 

Denny merespons aneka berita yang menunjukkan terbentuknya dinasti politik Presiden Jokowi di Indonesia, terutama di periode kedua kepemimpinannya. Saat ini, ramai diberitakan banyak dari keluarga Jokowi yang menjadi pemimpin. 

"Di samping Jokowi sendiri sebagai presiden, juga anaknya Gibran sebagai Wali Kota Solo sejak 2021. Juga menantu Jokowi, Bobby Nasution, Wali Kota Medan tahun 2021. Dan Kaesang anak bungsunya menjadi Ketua Umum PSI sejak 2023," ungkapnya.

Melihat apa yang terjadi saat ini, Ia menyebut, di Amerika Serikat yang selama ini dikenal sebagai pusat demokrasi modern juga terbentuk dinasti politik.

"Salah contohnya di tahun 1960-an, keras terdengar dinasti Kennedy. Atau populer dengan sebutan The Kennedy Clan," paparnya.

Baca Juga: Menangkan Capres Lima Kali Beruntun, Denny JA Raih "The Legend Award"

Pada 1961-1963, John F Kennedy terpilih sebagai presiden Amerika Serikat. Lalu, pada periode yang sama, Kennedy mengangkat adiknya Robert Kennedy sebagai Jaksa Agung. Pada 1962, adiknya yang lain, Edward Kennedy atau Ted Kennedy, terpilih sebagai senator di Massachusset.

Cilegon dalam

Denny menambahkan, dinasti politik tidak hanya terjadi di Amerika Serikat. Di India, ada dinasti Nehru, lalu turun ke anak dan cucunya, yakni Indra Gandhi, Rajiv Gandhi, dan Sonya Gandhi.

Dinasti politik juga terjadi di Filipina dari keluarga Marcos ke anaknya. Selain itu, Brasil, Jepang, dan Italia, jejak dinasti politik berlangsung dalam bingkai negara demokrasi.

"Dalam sejarah, dinasti politik paling tua adalah kerajaan. Pada bingkai kerajaan pun, tetap lahir raja yang hebat, peduli pada rakyat, ataupun raja yang buruk," ucapnya. 

Denny mencontohkan, dunia mengenal Kerajaan Romawi pernah memerintah raja yang sangat buruk, yakni Caligula. Namun, di Romawi juga hadir raja Agustus Caesar yang dianggap pemimpin besar yang memberi banyak sekali pelajaran tentang cara membangun sebuah pemerintahan yang kuat.

Baca Juga: Militer sebagai Garda Terakhir Penegak Demokrasi dan Konstitusi Melawan Rezim Otoriter

Dalam bingkai dinasti politik era demokrasi, John F Kennedy dan Ted Kennedy dinilai sebagai pemimpin yang berhasil. 

"Legacy mereka merawat liberalisme di Amerika Serikat sangat kental. Kegigihan mereka melindungi kaum minoritas, juga populer. Tapi dalam dinasti politik era demokrasi, juga ada keluarga seperti Marcos yang dianggap buruk karena korupsi besar-besaran," terangnya.

Menurutnya, baik dinasti politik ataupun bukan, dua-duanya terbukti dalam sejarah mampu menghasilkan pemimpin yang baik ataupun pemimpin yang buruk. 

Namun, pada ujungnya, leadership dan kualitas seorang pemimpin tergantung pada individu itu sendiri, terlepas dia bagian dinasti politik atau bukan. Apalagi, kata akhir yang menentukan dia terpilih atau tidak adalah rakyat melalui pemilihan umum.tom

Editor : Redaksi

Berita Terbaru