MAHKAMAH Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Senin (16/10/2023). MK memutuskan seseorang yang belum berusia 40 tahun dapat mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman pernah atau sedang menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum. Gugatan tersebut dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan. Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sedianya berbunyi, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.” Atas putusan MK tersebut, seseorang yang pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.
Baca Juga: Doa di Gibran Center, Prabowo Diakui sebagai Sosok yang Jujur
"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah," ujar hakim Anwar Usman.
Sehingga, Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi, “berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. 8MK berpendapat, pembatasan usia minimal capres-cawapres 40 tahun berpotensi menghalangi anak-anak muda untuk menjadi pemimpin negara. "Pembatasan usia yang hanya diletakkan pada usia tertentu tanpa dibuka syarat alternatif yang setara merupakan wujud ketidakadilan yang inteloreable dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden," ujar Hakim MK Guntur Hamzah. Putusan tersebut berlaku mulai Pemilu Presiden 2024.
Gibran Tidak Akan Maju di Pemilu 2024
Gibran Rakabuming Raka (Gibran) pasti tidak akan maju sebagai calon presiden atau wakil presiden pada Pemilu 2024, meski MK lewat putusannya membolehkannya. Gibran akan "setia" pada proses yang telah dirintis oleh "role model pemimpin nasional" bapaknya, Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi sendiri memulai karir politik sebagai walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga menjadi Presiden. Terkait hal tersebut, Kongres Rakyat Nasional ( Kornas) menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut:
Pertama, bahwa putusan MK tidak dapat dimaknai demi kepentingan politik Gibran. Putusan MK tersebut justru memberi peluang kepada semua kepala daerah yang dinilai berprestasi memimpin daerahnya. Gibran tidak memiliki ambisi untuk maju sebagai capres atau cawapres di Pemilu 2024. Gibran sebagai putra Jokowi sedang dimanfaatkan untuk menggarap suara dari pendukung Jokowi dalam dua pilpres sebelumnya. Jika Gibran mendapat manfaat popularitas dari aksi para elit politik yang mencoba memanfaatkannya, hal tersebut sebagai konsekuensi logis dari relasi aksi reaksi.
Kedua, bahwa upaya mendorong Gibran maju pada Pemilu 2024 sebagai upaya menjerumuskan Jokowi dan keluarganya persis sama dengan upaya menjerumuskan Jokowi saat didorong dan didukung sebagai presiden tiga (3) periode atau melakukan penundaan Pemilu. Kelompok relawan dan Parpol yang mendorong Gibran sebagai upaya cari muka kepada Jokowi demi mendapat dukungan politik Jokowi jelang Pemilu 2024.
Baca Juga: Perkara Anwar Usman bisa Hambat Pemulihan Marwah MK!
Ketiga, bahwa Gibran akan fokus melanjutkan tugas sebagai Walikota Solo hingga 2024, dan akan kembali maju sebagai Walikota Solo periode kedua pada Pilkada serentak 2024. Sehingga Gibran tidak perlu dirisak dan dihujat karena dianggap memuluskan politik dinasti. Tuduhan politik dinasti tidak dapat diarahkan hanya kepada Jokowi, tetapi kepada semua elit politik yang dengan posisi dan kewenangannya memberi karpet merah bagi anak, istri, menantu, dan keluarganya, baik di partai politik, maupun jabatan politik lainnya.
Keempat, bahwa Jokowi sebagai role model kepemimpinan nasional menjadi mentor utama politik Gibran. Maka Gibran pasti akan mengikuti proses persis sama dengan Jokowi seperti ungkapan yang selalu disampaikan oleh Jolkowi; "ojo kesusu". Sehingga Gibran pasti tidak akan buru- buru meninggalkan tanggung jawab sebagai Walikota Solo untuk maju sebagai capres atau cawapres.
Kelima, bahwa Jika Gibran tergoda untuk maju sebagai capres atau cawapres di Pemilu 2024, maka meski dapat menang dan meraih jabatan politik yang lebih tinggi, langkah tersebut justru akan menjadi antiklimaks bagi karir politik Gibran. Jokowi tidak mau karir politik putranya dan nama baiknya rusak hanya karena kepentingan politik sesaat. Sebagai negarawan, Jokowi tidak akan membiarkan putranya Gibran sebagai politisi "aji mumpung".
Keenam, bahwa meski Gibran berpeluang maju sebagai capres atau cawapres di Pemilu 2024, Jokowi pasti tidak akan merestui Gibran maju. Namun meski tidak maju, bargaining politik Gibran akan semakin tinggi karena dukungan politik Gibran akan sangat menentukan kemenangan.
Baca Juga: Ditanya Gibran Soal SGIE, Cak Imin: Nanya Bahasa Inggris Diomongkan Bahasa Indonesia
Ketujuh, bahwa meski dapat maju pasca putusan MK, Gibran memilih tidak akan maju untuk menyampaikan pesan kepada elit dan membangun persepsi publik bahwa Jokowi tidak memberikan karpet merah dan membangun dinasti politik untuk Gibran. Gibran lebih memilih menjadi "pahlawan baru" yang tidak memanfaatkan posisi bapaknya sebagai presiden. Gibran sadar betul meski saat ini ada momentum baginya, tetapi Gibran menyadari belum waktunya.
Kedelapan, bahwa Jokowi sebagai pemimpin yang suka mengambil risiko dan suka berpolitik di tepi jurang selalu mampu menjadikan setiap momentum dalam memperkokoh posisinya sebagai tokoh sentral politik, sekaligus memetakan teman dan lawan politik. Maka meski Gibran dapat maju, tetapi tidak diizinkan oleh Jokowi, namun semua keputusan politik strategis nasional akan tergantung dan dipengaruhi sepenuhnya oleh Jokowi dengan melibatkan Gibran.
Kornas akan terus mengawal proses transisi demokrasi jelang Pemilu 2024 yang semakin berkualitas dengan menggerakkan "orang biasa" untuk terlibat dalam pesta demokrasi yang menggembirakan.
Sutrisno Pangaribuan, Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)
Editor : Redaksi