MOJOKERTO (Realita)- Sidang dugaan penggelapan jabatan dengan Terdakwa Herman Budiyono kembali digelar dengan agenda pembelaan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (3/12/2024). Herman didampingi Penasihat hukumnya Michael SH, MH, CLA, CTL, CCL meminta Majelis Hakim membebaskan kliennya.
Sidang dengan agenda pembelaan tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim, Ida Ayu Sri Adriyanthi Widja. Penasihat hukum membacakan nota pembelaan dilanjutkan dengan pembacaaan pembelaan oleh terdakwa.
Baca Juga: Gelapkan Jabatan, Gusti Putra Dimaz, Manajer PT. Hyper Mega Shipping Divonis 1 Tahun
Setelah Penasihat Hukum membacakan pembelaan, Ketua Majelis Hakim, Ida Ayu Sri Adriyanthi Widja menutup persidangan. "Sidang dilanjutkan dengan agenda replik tanggal 6 (6 Desember 2024) dan putusan tanggal 16 (16 Desember 2024) tutupnya," ujarnya.
"Kami minta terdakwa untuk dibebaskan karena kasus ini tidak masuk ranah pidana. Karena JPU tidak mampu membuktikan unsur-unsur yang didakwa dan dituntut. Jadi Kami minta putusan bebas," ungkapnya.
Perkara tersebut murni perkara perdata yakni sengketa waris, bahkan di tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak bisa membuktikan. Ia menegaskan tidak ada dalam pasal penggelapan dalam jabatan dituntut namun tidak ada satu kesalahan apapun. Menurutnya apa yang dilakukan terdakwa tidak ada yang mengatasnamakan kepentingan pribadi.
"Dakwaan Jaksa sampai tuntutan hanya berbicara perpindahan. Itu sudah dijelaskan ahli hukum pidana yang dihadirkan JPU disampaikan perpindahan uang tidak bisa serta merta terjadi suatu kegiatan pidana, apalagi tidak ada hak atau niat untuk memiliki. Perkara yang mereka bicarakan adalah waris tapi sampai saat ini warisan tersebut belum ada gugatan," katanya.
Padahal terdakwa juga merupakan ahli waris sehingga seharusnya diselesaikan dulu terkait keperdataan. Pihaknya membantah dakwaan dan tuntutan JPU karena JPU tidak bisa memberikan nilai real dan konkrit terhadap kerugian terhadap CV MMA, ahli waris tidak mempunyai legal standing untuk melakukan penggelapan dalam jabatan maupun penggelapan ini, karena belum di tentukan hak yang mana yang di ambil.
"Karena haknya dari alhamahum Pak Bambang (Direktur CV MMA) belum disampaikan, belum tahu. Tidak ada satu pun dari ahli pidana yang menyatakan perkara ini melawan hukum, dimana melawan hukumnya? Terus dimana tindak pidananya? Tuntutan JPU tidak berdasar 4 tahun, JPU menuntut terdakwa 4 tahun tapi tidak bisa menghitung kerugian. Hanya perpindahan," tuturnya.
Ia mencontohkan tuntutan perkara oknum Polisi Wanita (Polwan) yang membakar suaminya ditunda hingga dua kali sidang. Namun kliennya dituntut 4 tahun padahal tidak dibuktikan perkara penggelapannya. Dalam persidangan Penasihat Hukum tidak diperkenankan memutar video yang menjadi pembelaan terdakwa padahal dalam video tersebut ada intimidasi.
"Uang yang mengalir ke para pelapor termasuk utang para pelapor jauh lebih besar dari dakwaan atau tuntutan JPU. Jaksa hanya menyampaikan Rp12,2 miliar, tapi kami buktikan ada Rp12,9 miliar mengalir ke para pelapor termasuk hutang. Dimana tindak pidanannya? Seharusnya perkara 374 menyangkut pekerjaan yang bisa melapor, pengurus CV. Di CV MMA, hanya almarhum dan terdakwa," jelasnya.
Kepemilikan hak menurutnya hanya bisa diuji di perdata bukan pidana. Hingga saat ini terdakwa tidak mendapatkan haknya, sementara salah satu aset di Jalan Majapahit Kota Mojokerto sudah pindah nama ke salah satu pelapor. Pihaknya berharap Majelis Hakim mengecek video yang dilampirkan.
"Perkara pidana pembuktiannya adalah real materiil yang dibuktikan, dipakai kepentingan pribadi atau tidak. Jangan hanya menggunakan laporan polisi untuk menekan Terdakwa padahal terkait hak waris belum ada putusan pengadilan, peristiwa pidana tidak boleh sepenggal-sepenggal. Mereka tidak bisa membuktikan modal dari almarhum tapi kami membuktikan sebaliknya, seharusnya beban pembuktian ini di JPU karena JPU tidak bisa membuktikan maka kami yang membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah," pungkasnya.ys
Editor : Redaksi