Dinilai Tak Memenuhi Syarat Formil Administrasi Surat Dakwaan, Tim SIBAKUM Ajukan Uji Materiil ke MK

JAKARTA (Realita)- Sidang pengujian materiil undang-undang nomor 8 Tahun 1981, tentang hukum acara pidana terhadap undang-undang dasar negara republik Indonesia Tahun 1945 dengan perkara nomor: 170/PUU-XXII/2024 digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia, Kamis (12/12/2024). Perkara ini diajukan oleh I Gusti Ngurah Agung Krisna Adi Putra di dampingi bantuan hukum dari yayasan advokasi bantuan hukum (SIBAKUM) yang diketuai oleh Singgih Tomi Gumilang.


Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Arsul Sani bersama anggota majelis Prof. Enny Nurbaningsih dan Prof. M. Guntur Hamzah, mengagendakan pemeriksaan awal pengujian materiil Pasal 143 ayat (2) KUHAP terhadap Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Baca Juga: Komisi II DPR: MK Hapus "Presidential Treshold" Jadi Bahan Omnibus Law


Sidang yang awalnya diagendakan jam 15:00 WIB dimajukan pada jam 14:30 WIB, selain dihadiri oleh Singgih Tomi Gumilang bersama 5 rekannya, antaranya Ferry Juli Irawan, Rudhy Wedhasmara, Rr. Adinda Dwi Inggardiah, Nining Kurniati, dan Fitri Ida Laela. Sedangkan, pemohon sendiri belum dapat bergabung melalui sambungan zoom, dikarenakan bebarengan dengan jalannya agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Negara, Jembrana, Bali. 


Singgih Tomi Gumilang mengatakan, permohonan uji materiil ini berangkat dari permasalahan teknis, dalam proses
persidangan terhadap pemohon, yang menjadi terdakwa dalam kasus penyalahgunaan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman jenis ganja bagi diri sendiri.

Dalam pokok permohonannya, pemohon menyatakan bahwa ketentuan administratif terkait surat dakwaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP, menyebabkan kerugian hak konstitusional akibat multitafsir yang bertentangan dengan asas _lex certa_ dan prinsip kepastian hukum yang adil.

Baca Juga: Ketidakpastian Hukum di Meja Mahkamah Konstitusi: Perdebatan Panas Pasal KUHAP yang Mengguncang!

Masih kata Singgih, bahwa dua versi salinan surat dakwaan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari
Kejaksaan Negeri Negara, Jembrana, kepada pemohon sebagai terdakwa atau kuasa hukumnya tidak memenuhi syarat formil sebagaimana diatur dalam KUHAP. Yakni, tidak diberi tanggal dan ditandatangani. Hal ini mengakibatkan pemohon mengalami ketidakpastian hukum, yang seharusnya dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Bank jatim dalam

"Melalui gugatan ini, kami ingin menegaskan pentingnya menjunjung tinggi asas kepastian hukum yang adil dalam setiap tahapan proses peradilan pidana. Pemohon mengalami kerugian nyata atas ketidakcermatan administrasi yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut
Umum” ujar Singgih Tomi Gumilang.

Singgih bersama timnya juga menegaskan, bahwa permohonan uji materiil ini tidak hanya berkaitan dengan kasus konkret yang dialami Pemohon, tetapi juga berupaya untuk memperbaiki implementasi hukum acara pidana agar lebih sesuai dengan standar konstitusional dan tidak menyisakan ruang bagi pelanggaran hak-hak terdakwa.

Baca Juga: Prihatin Kondisi Negara, Putri Gus Dur Sebut Konstitusi Sudah Dikangkangi

Sementara, Rudhy Wedhasmara tim dari SIBAKUM menyatakan kesiapan timnya untuk melakukan perbaikan sebagaimana disarankan oleh Majelis Hakim. "Kami
optimistis, dengan dikabulkanya permohonan ini akan memberikan
dampak positif bagi penguatan sistem hukum acara pidana di Indonesia",tegas Rudhy. 

Rudhy juga berharap Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dapat mengabulkan permohonan ini. "Jika ini dikabulkan, dapat menciptakan standar hukum acara pidana yang lebih konsisten, jelas, dan menghormati hak konstitusional setiap warga negara"harapnya.yudhi

Editor : Redaksi

Berita Terbaru