LAMONGAN (Realita) - Penanganan kasus dugaan Pungutan Liar (Pungli) pengurusan sertifikat tanah di Desa Sidomukti, Kecamatan/ Kabupaten Lamongan, yang melilit Kepala Desa (Kades) setempat, inisial E-S, sebagai tersangka, mendapat perhatian khusus dari tim Penasehat Hukum (PH) nya.
Heri Tri Widodo, didampingi Penasehat Hukum lainnya, Sutanto Wijaya, Nang Engki Wijaya Anom Suseno dan Minarto, menilai pernyataan yang disampaikan polisi saat pres release bersama sejumlah awak media saat itu, (24/12/2024), tidak obyektif. Terlebih, soal penerapan Pasal 12 huruf e Undang-undang RI Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca Juga: Kasus Dugaan Pungli Jual Beli Tanah di Desa Sidomukti Lamongan, Masih Berlanjut
“Kami mengkaji keterangan yang disampaikan pihak Polres Lamongan, terkait nilai kerugian dalam kasus kepengurusan surat tanah itu, yang disebutkan dengan barang bukti uang sebesar 210 juta rupiah," kata Heri kepada Realita.co, Kamis (02/01/2025).
"Namun uang itu masih utuh dalam rekening desa dan bukan di rekening pribadi, atau bahkan dimanfaatkan pribadi. Lalu siapa yang dirugikan dan yang diuntungkan?,” lanjutnya.
Kemudian, masih menurut Heri, perlu juga kami sampaikan bahwa uang sejumlah itu, juga diketahui oleh jajaran internal desa. Bahkan sebelumnya, klien kami juga sudah meminta petunjuk camat kota Lamongan dan dilakukan musyawarah desa (Musdes) serta uang tersebut dimasukkan ke rekening desa Sidomukti dan masih utuh," pungkasnya.
Selain itu, Heri juga menanggapi terkait pernyataan yang menyebut adanya unsur memaksa untuk diberikan sesuatu dari hasil penjualan tanah.
"Menurut keterangan klien kami, itu adalah sebuah komitmen dan berdasarkan kesepakatan antara klien kami selaku kepala desa, dengan pemilik tanah yang juga penjual sekaligus pelapor. Dan sedikitpun tidak ada unsur penekanan maupun paksaan,” terangnya.
Sementara dikesempatan yang sama, Nang Engki Wijaya Anom Suseno, menambahkan bahwa komitmen yang dimaksud bermula dari 2 bidang tanah yang dijual oleh pemilik tanah atau pelapor kepada salah satu pengusaha developer di Lamongan. Namun untuk proses kepengurusannya tidak dilakukan Kepala Desa ataupun perangkat desa.
"Setelah berproses dan dilakukan verifikasi ternyata ada kelebihan tanah yang dibuktikan dengan surat dari BPN (Badan Pertanahan). Dari situlah istilah komitmen atau kesepakatan diantara keduanya muncul. Oleh pemilik tanah, klien kami dijanjikan apabila kelebihan tanah ini laku terjual diluar harga tanah sebelumnya, maka pemilik tanah akan menyumbangkan 50 persen hasil penjualan tanah tersebut ke kas desa. Hingga keluarlah nominal 210 juta rupiah tersebut. Dan itu bukan permintaan klien kami,” paparnya.
Lebih lanjut, pengacara asal Tuban itu mengatakan sangkaan terhadap kliennya terkait permintaan fee tidak terbukti lantaran uang tersebut tidak digunakan untuk kepentingan pribadi. “Lalu apakah dalam hal ini negara dirugikan ? Justru sebenarnya negara yang diuntungkan. Kemudian apakah komunikasi menanyakan komitmen itu merupakan sebuah ancaman atau pemaksaan? Menurut kami unsurnya sangat lemah dan tidak bisa dikategorikan dalam pemaksaan. Jadi harapan kami, semoga jaksa bisa lebih teliti dan obyektif lagi dalam menilai kasus ini,” pungkasnya.
Disinggung soal langkah yang akan dilakukan, tim Penasehat Hukum mengaku masih menunggu jawaban terkait surat permohonan penangguhan penahanan yang pertama. Sebab tersangka E-S merupakan Kepala Desa yang harus menjalankan tugas sebagai pelaksana publik. Disisi lain Pemerintah Kabupaten Lamongan juga belum melakukan apapun terhadap kekosongan jabatan di desa tersebut. Bahkan rencananya tim Penasehat Hukum akan mengirim surat penangguhan penahanan kedua.
Seperti diketahui sebelumnya, Kepala Desa Sidomukti, Kecamatan/ Kabupaten Lamongan, inisial E-S, akhirnya dijebloskan ke dalam penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pungutan liar kepengurusan sertifikat tanah milik warga sebesar Rp. 210.000.000,-.
Kasatreskrim Polres Lamongan, AKP. I Made Suryadinata, menjelaskan telah mendapatkan beberapa alat bukti untuk meningkatkan ke tahap penyidikan. Pihaknya juga telah memeriksa 17 saksi dan 2 ahli pidana.
"Kami juga telah melakukan penyitaan diantaranya 1 bukti setor bank BCA dengan nominal 210 juta rupiah dan 1 unit telepon seluler serta 20 jenis surat dokumen untuk proses pendaftaran 2 bidang tanah," kata AKP. I Made Suryadinata saat menggelar pres release pengungkapan kasus tersebut di Mapolres Lamongan. Selasa (24/12/2024).
"Modus operandi yang dilakukan tersangka adalah dengan meminta fee terhadap korban yang ingin mengurus sertifikat tanah sebesar 210 juta rupiah," lanjutnya.
Lebih lanjut, Kasat Reskrim menyampaikan awalnya tersangka berdalih jika uang tersebut untuk kas Desa. "Tapi setelah kita lakukan pendalaman ternyata untuk kepentingan pribadi tersangka," pungkasnya.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka kini di amankan di tahanan Mapolres Lamongan beserta alat bukti.
Reporter : David Budiansyah
Editor : Redaksi