BANDUNG (Realita) - Setelah didesak agar BPIP dibubarkan karena menjadi lembaga boros dan tidak berguna, kini malah BPIP akan mendapat kucuran dana ratusan milyar. Uang negara akan dialokasikan untuk lembaga yang dinilai mubazir. Badan yang sebenarnya perlu evaluasi apakah dibutuhkan atau tidak. Faktanya sepi kegiatan dan lebih banyak menggaduhkan. Terakhir soal lomba artikel naif dan Islamophobia “Menghormat Bendera Menurut Hukum Islam” dan “Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam”.
Bukan tidak penting bahwa Pancasila harus diperkuat oleh seluruh elemen, akan tetapi jika Pancasila hanya dijadikan alat kepentingan untuk penguatan kekuasaan maka hal ini menjadi berbahaya. Gerakan PKI dahulu tidak menarasikan mengubah Pancasila bahkan akan mengamankan atau membela Pancasila, tetapi dalam prakteknya justru menyimpang bahkan berkonspirasi untuk mengganti ideologi Pancasila tersebut.
Baca Juga: Agung Sedayu Group Gelar Webinar & Lomba Penulisan untuk Wartawan
BPIP tidak dibentuk atas aspirasi rakyat melainkan kemauan dan kepentingan Pemerintah oleh karenanya dasar hukumnya adalah Peraturan Presiden. Tepatnya Perpres No. 7 tahun 2018. Anggaran terus meningkat tanpa adanya evaluasi terbuka. Dari Rp 160 M (2020) menjadi Rp 208,8 M (2021) dan Rp 343,9 M (2022). Lonjakan tinggi untuk tahun depan ini aneh karena yang diajukan hanya Rp 193,9 M namun setelah pembahasan justru ditambah Rp 150 M sehingga total menjadi Rp 343,9 Milyar.
RUU BPIP sebagaimana RUU HIP diprediksi masih akan mengundang kontroversi. Implikasinya pada peran dan fungsi BPIP sendiri. Lalu penggunaan dana Rp 343,9 Milyar menjadi tidak jelas. Personal Dewan Pengarah yang dipimpin oleh Ketum PDIP Megawati bergaji cukup besar. Sementara pekerjaan minim. Gaji buta namanya.
BPIP sebagai lembaga boros, berdaya guna kecil dan tidak langsung menyentuh kepentingan rakyat harus dipertimbangkan eksistensinya. Diera pandemi keberadaan lembaga “politis” ini bukan lagi primer. Karenanya ide pembubaran layak diapresiasi. Apalagi jika Pancasila yang disosialisasikan semata bersandar pada perspektif kekuasaan. BPIP yang bukan menjadi tangan rakyat tetapi tunggangan Pemerintah.
BPIP kehilangan urgensi setelah gagal konten. Materi RUU HIP yang tadinya dirancang menjadi bahan bagi kerja badan ini nyatanya gagal menjadi UU. RUU HIP memang tendensius dan dinilai tidak fungsional untuk merawat ideologi, justru sebaliknya merusak Pancasila. Wajar jika rakyat bereaksi untuk menggagalkan.
Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Gelar Lomba Tulis Berhadiah Total Rp83,5 Juta
Rp 343,9 Milyar dialokasikan untuk BPIP yang semakin tidak jelas peran dan fungsinya, tidak memiliki standar pola dan materi pembinaan, serta lemah daya dukung eksistensinya. Disamping merupakan pemborosan atas uang negara, alokasi ratusan milyar ini juga rawan bagi terjadinya korupsi.
BPIP makin boros : Audit dan bubarkan !
Oleh : M Rizal Fadillah
Baca Juga: Kontroversi Lomba Penulisan BPIP, UAH: Dasar Pemikirannya Sangat Lemah
Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Bandung, 19 September 2021
Editor : Redaksi