Alas Hak Aset Eks-Terminal Ngepos Tak Jelas, DPRD Ponorogo: Bisa Dibongkar

 

PONOROGO (Realita)- Lahan eks-terminal Ngepos di Kelurahan Kepatihan Kecamatan Ponorogo yang merupakan aset Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo, disoal kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ponorogo.

Baca Juga: Realisasi PAD Ponorogo Capai 85 Persen, BPPKAD Optimis Akhir Tahun Tuntas

Aset lahan seluas 5.800 m2 yang kini ditempati kompleks pertokoan itu, diklaim kalangan legislatif  tidak jelas dalam penguasaan hak oleh 45 pihak ketiga yang menguasai aset Pemkab  tersebut.

Ketua Pansus Aset DPRD Ponorogo Meseri Effendi menceritakan, sebelum dibangun 45 pertokoan, lahan itu merupakan eks-terminal Angkodes. Lalu pada 1991 era Bupati Gatot Sumani salah satu pengembang pertokoan di Ponorogo melakukan perjanjian penggunaan aset daerah itu untuk komplek pertokoan berdurasi 20 tahun. Perjanjian ini pun di lanjutkan pada 2002 era Bupati Markum Singodimedjo. Lalu pada 2012 perjanjian pun diperbaharui dengan 45 pemilik pertokoan, dengan masa Hak Guna Bangunan (HGB) 20 tahun, bahkan kini mayoritas pemilik pertokoan telang memegang sertifikat HGB. 

Sayangnya, dalam perbaharuan perjanjian Pemkab Ponorogo masih mengacu pada Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) yang tidak menjelaskan secara terperinci sistem penggunaan dan pengelolaan barang milik Daerah. Padahal ditahun 2006 telah muncul Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, dan PP Nomor 5 tahun 2012 tentang pokok-pokok pengelolaan barang milik daerah yang menyebut ada 4 sistem penggunaan dan pengelolaan aset daerah yakni, sewa, pinjam pakai, pemanfaatan lahan, dan bangun guna serah.

Baca Juga: 4 Pimpinan Difinitif DPRD Ponorogo Dilantik, Kang Wie: Tancap Gas Bentuk Alkap

" Ternyata hasil rapat hari ini, Pemkab belum bisa menjelaskan terkait alas hak (penguasaan hak atas tanah) ini.  Kalau kita punya tanah, dan kalau tanah itu digarap orang lain, apa dijual, disewa, dibeli itukan harus jelas. Ini belum jelas soal itu," ujar Wakil Ketua DPRD Ponorogo usai memimpin Pansus Aset dengan BPPKAD Ponorogo, Kamis (07/10).

Cilegon dalam

Meseri menambahkan, selain diruasi penguasaan aset yang panjang, atau berakhir pada 2032 mendatang, kontribusi untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbilang kecil. Pasalnya, untuk 20 tahun penguasaan, kontribusi dari 45 pemilik ruko ini ke daerah hanya Rp 1,7 miliar, atau Rp 2 juta per tahun per orang tiap tahunnya. Pihaknya pun akan mengakaji ulang PAD yang kecil ini dengan kondisi saat ini." Ini yang ingin kita tertibkan. Kita kaji lagi apa kah nilai itu releval dengan kondisi saat ini atau tidak," ungkapnya.

Meseri mengaku guna menguji keabsahan perjanjian Pemkab dengan 45 pihak ketiga yang menguasai lahan eks-terminal Ngepos itu, pihaknya akan mengundang BPN/ATR Ponorogo, dan Bagian Hukum Setdakab Ponorogo, termasuk akemisi hukum dari Universitas Brawijaya Malang." Dari hasil keterangan ahli ini, akan kita jadikan dasar untuk membuat rekomendasi pansus untuk perjanjian atas aset itu, apakah perjanjianya sah atau batal demi hukum. Termasuk kejelasan bangunan yang sudah dibangun pihak ketiga, apakah menjadi milik daerah atau bagimana. Karena pada perjanjian yang ada kalau sampai 3 bulan tidak ada kejelasan dari pihak ketiga, maka daerah berhak membongkar bangunan tersebut," tegasnya.

Baca Juga: 3,5 Tahun Pimpin Ponorogo, Ini Capaian Rilis

Sementara itu, Plt BPPKAD Ponorogo Agus Sugiharto berdalih, pengelolaan aset eks-terminal Ngepos itu didukung dengan perjanjian antara Pemkab dan 45 pemilik Ruko. Namun Dewan hanya mempersoalkan aspek yuridis (pertimbangan atau alasan dalam membentuk produk hukum) saja dalam pengelolaan aset tersebut.  Pihaknya mengaku apapun rekomendasi Pansusn akan dijadikan pembenahan dalam pengelolaan aset daerah.

"Perjanjiannya ada, hanga aspek yuridisnya yang dikaji. Ya tentu apapun hasil rekom pansus akan kita jadikan pertimbangan dalam pengelolaan aset lebih baik," pungkasnya.lin

Editor : Redaksi

Berita Terbaru